Perubahan Arab Saudi, Pria-Wanita Nongkrong di Kafe hingga Wisata Dibuka

Nic Robertson dari CNN International menceritakan perubahan yang ia amati baru-baru ini ketika mengunjungi Arab Saudi. Simak selengkapnya.

oleh Natasha Khairunisa Amani diperbarui 06 Des 2020, 11:55 WIB
Diterbitkan 06 Des 2020, 11:55 WIB
Jalanan di Kota Riyadh
Pandangan udara menunjukkan jalan raya yang sepi karena pandemi COVID-19 pada hari pertama perayaan Idul Fitri di ibu kota Saudi, Riyadh, Senin (24/5/2020). Arab Saudi memberlakukan jam malam 24 jam selama lima hari libur Hari Raya Idul Fitri 1441 H, dari 23 Mei 2020. (FAISAL AL-NASSER/AFP)

Liputan6.com, Riyadh - Ketika mengunjungi Arab Saudi dalam beberapa tahun terakhir, Nic Robertson dari CNN International menceritakan perubahan yang ia amati. 

Robertson mengunjungi pusat kota Riyadh, Arab Saudi pada 2018 lalu dan mengobrol dengan orang-orang di kafe luar ruangan yang hampir kosong di sore hari.

Ia juga menyebutkan, mulanya, otoritas setempat yang berada di jalan-jalan akan mengingatkan warga setempat untuk melaksanakan salat ketika waktu pelaksanaan ibadah tiba.

Sebelumnya, hal ini akan memicu reaksi langsung, dengan orang-orang yang mematuhi perintah mereka.

Namun kini, menurut Robertson, praktik tersebut baru-baru ini telah berjalan berbeda. Ia menyebutkan, bahwa kebijakan konservatif di Arab Saudi telah melonggar. 

Robertson menceritakan bagaimana sejumlah kafe luar ruangan di Arab Saudi tampak dipenuhi oleh pengunjung pria maupun wanita yang bertemu dengan rekan-rekan mereka, adapun yang berbelanja, mengobrol, dan menikmati waktu luang. 

Seorang perancang busana berusia 20 tahun, Mounira Al-Qwait, menyampaikan kepada Robertson arti pelonggaran aturan tersebut dalam perspektifnya. 

"Kami lebih bersenang-senang sekarang .. pergi keluar untuk nonton film, pergi ke luar restoran dan bertemu dengan teman-teman," kata Mounira. 

Sementara itu, seorang guru taman kanak-kanak berusia 42 tahun, bernama Tutu, dalam tanggapannya mengatakan kepada Robertson bahwa dirinya menyukai rasa "kebebasan" dan "lebih banyak energi".

"Sekarang hidup kami sebagai warga Arab Saudi benar-benar berubah," ungkap Tutu.

"Sebenarnya dari semua keputusan yang diambil oleh Putra Mahkota Mohammed bin Salman. Semua warga Arab Saudi sekarang senang dengan semua perubahan ini," lanjutnya. 

Pada  21-22 November, Arab Saudi menjadi tuan rumah untuk pertemuan KTT G20. Robertson pun mengunjungi negara tersebut untuk meliput acara itu. 

"Saya melihat banyaknya pujian yang datang untuk Menteri Keuangan Arab Saudi Mohammed al Jadaan pada timnya dari kalangan muda," imbuh Robertson. 

Selain itu, Robertson juga menggambarkan bagaimana kantor menteri tersebut, yang berlokasi di  Riyadh - kompleks bangunan futuristik yang dihiasi dengan dengan air mancur dan fasilitas pejalan kaki terbuka dan lapang - terasa lebih seperti Dubai daripada Riyadh, demikian seperti dikutip dari CNN, Minggu (6/12/2020).

Saksikan Video Berikut Ini:

Perubahan dalam Pemberdayaan Karyawan

FOTO: Melihat Kemegahan Masjidil Haram dari Udara
Pandangan dari udara menunjukkan suasana Masjidil Haram di Kota Suci Mekkah, Arab Saudi, 24 Mei 2020. Masjidil Haram dipandang sebagai tempat tersuci bagi umat Islam. (AFP)

Robertson juga menyebut perubahan di Arab Saudi, dengan sejumlah para perempuan yang kini telah melakukan aktivitas pekerjaan mereka di perkantoran, yang digabung dengan para pekerja pria.

Talia (27 tahun), adalah salah satu warga yang berkesempatan merasakan pengalaman tersebut. 

Besar di Riyadh dengan ibunya, Talia lulus dari salah satu universitas di di London dan Beirut sebelum kembali ke Arab Saudi pada tahun 2017 ketika reformasi dimulai.

"Itu terjadi seperti mingguan, hampir setiap hari, seperti ada pengumuman baru tentang berita yang datang dan itu sangat menarik," katanya kepada Robertson. 

Talia saat ini telah bekerja di Arab Saudi dengan dibawah naungan seorang CEO perempuan. 

"Kami memiliki putra mahkota yang masih muda dan negara yang banyak dihuni oleh kalangan muda - seperti 70% populasinya berusia di bawah 30 tahun - jadi saya merasa reformasi sedang dilakukan oleh kami untuk kami, jadi tidak mungkin kami akan meninggalkan negara ini" imbuh Talia. 

Robertson memaparkan, bahwa salah satu alasan utama perubahan praktik sosial di Arab Saudi terjadi dengan melibatkan keputusan MBS dalam memiliki perbedaan pendapat dari kalangan ulama yang telah melahirkan generasi ortodoksi, yang menghasilkan Osama Bin Laden, al Qaeda, dan hampir semua pembajak serangan 11 September 2001.

Ayah MBS, Raja Salman bin Abdulaziz Al-Saud membutuhkan waktu 30 tahun untuk menaklukkan empat wilayah yang berbeda secara geografis di Arab Saudi - Asir di selatan, Al-Ahsa di timur, Hijaz di barat, dan Najd di tengah - dan mendirikan Kerajaan Arab Saudi pada 23 September, 1932.

Namun, Robertson mengatakan, MBS membutuhkan waktu hanya kurang dari lima tahun untuk merubah negara kerajaan tersebut dengan cara yang belum dilakukan oleh pendahulunya.

"Visinya untuk mengubah Arab Saudi pada tahun 2030 menuntut ekonomi yang beragam dan pemberdayaan kalangan muda," sebut Robertson.

Pembukaan Luas pada Sektor Wisata

ibadah haji di tengah pandemi COVID-19
Sejumlah jemaah saling jaga jarak saat melakukan tawaf mengelilingi Ka'bah di dalam Masjidil Haram saat melakukan rangkaian ibadah haji di Kota Suci Mekkah, Arab Saudi, Rabu (29/7/2020). Karena pandemi COVID-19, pemerintah Saudi hanya membolehkan sekitar 10.000 orang. (Saudi Media Ministry via AP)

Pada 2019, MBS mengumumkan bahwa Arab Saudi membuka pintunya untuk pariwisata sebagai bagian dari visinya untuk mediversifikasi ekonomi yang begantung pada perminyakan negara itu pada tahun 2030.

Di luar dari dugaan, hal itu mengalami kemajuan yang luar biasa pada 2020, menurut Robertson. 

Ketika perbatasan ditutup oleh Arab Saudi karena pandemi COVID-19, warga di negara tersebut bepergian untuk berlibur di halaman belakang rumah mereka.

"Wilayah-wilayah di negara itu (Arab Saudi) begitu beragam, serta besarnya luas, bahkan penduduk lokal pun mungkin dapat merasa bahwa mereka sedang beristirahat jauh dari rumah," kata Robertson.

Robertson menyoroti situs wisata yang berlokasi jauh dari wilayah Najd, dimana terdapat pesisir Hejaz yang merupakan rumah bagi situs-situs suci Islam Mekah dan Madinah.

Ia juga menceritakan keindahan pemandangan di Hejaz, di mana jendela-jendela dan ata-atap rumah memungkinkan angin laut yang sejuk bertiup melalui ruangan dan halaman dalam. 

Sementara di wilayah selatan, terdapat puncak gunung Asir yang bersalju pada musim dingin, yang memberikan nuansa seperti pegunungan Alpen. 

Di baguan timur dimana gurun bertemu Teluk Persia, kebun kurma berkembang biak di atas minyak kerajaan.Tapi suguhan terbaik untuk memikat turis adalah Hegra.

Adapun situs wisata lainnya, yaitu Hegra, yang juga kadang dikenal sebagai Mada'in Salih, atau Al-Ḥijr di wilayah Hejaz bagian barat.

Situs tersebut dihuni pada abad pertama Era Umum oleh kaum Nabatean yang mengukir bangunan-bangunan besar dan meninggalkan tulisan-tulisan. Situs ini juga merupakan pesaing wisata situs Petra di Yordania, yang juga dibangun oleh Nabatean.

Sementara Petra telah menarik ribuan wisatawan setiap tahun, Hegra kini masih belum ramai dikunjungi.

Namun, Robertson meyebutkan, hal itu tentunya masih dapat segera berubah, jika janji MBS dalam perubahan bertahan lebih lama, seperti yang diyakini oleh banyak kalangan muda di Arab Saudi.

Infografis Jangan Anggap Remeh Cara Pakai Masker

Infografis Jangan Anggap Remeh Cara Pakai Masker
Infografis Jangan Anggap Remeh Cara Pakai Masker (Liputan6.com/Abdillah)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya