Liputan6.com, Sinuiju - Korea Utara meningkatkan hukuman dan mengintensifkan tindakan keras berdasarkan hukum pemikiran anti-reaksioner yang diadopsi pada akhir tahun lalu.
Undang-undang tersebut tampaknya telah memperkuat kendali otoritas atas warga negara di negara tersebut.
Baca Juga
Dilansir dari Daily NK, Senin (1/3/2021), seorang remaja laki-laki yang kedapatan menonton pornografi di rumahnya, di Sinuiju, awal bulan ini telah diasingkan ke pedesaan bersama dengan orang tuanya.
Advertisement
Remaja itu sedang menonton video pornografi pada malam hari ketika orang tuanya tidak ada di rumah, kemudian dia ditangkap saat pemeriksaan mendadak oleh satuan tugas yang dibentuk untuk memantau perilaku menyimpang.
Menurut materi penjelasan untuk hukum pemikiran anti-reaksioner, Pasal 29 undang-undang tersebut menyerukan hukuman lima hingga 15 tahun kerja pemasyarakatan untuk konsumsi atau kepemilikan video atau buku porno, foto atau gambar yang berisi takhayul.
Individu yang memproduksi, mengimpor atau mendistribusikan materi semacam itu bisa mendapatkan hukuman seumur hidup sebagai tenaga pemasyarakatan atau bahkan hukuman mati, tergantung pada jumlah materi.
**Ibadah Ramadan makin khusyuk dengan ayat-ayat ini.
Saksikan Juga Video Berikut Ini:
Hukuman Terlalu Berat?
Namun, tampaknya karena undang-undang pemikiran anti-reaksioner tidak mengatur peraturan hukuman bagi remaja, maka hukumannya ditetapkan ke deportasi dan bukan kerja lapas.
Pasal 34-38 UU tersebut menetapkan denda sebesar 100.000 sampai dengan 200.000 KPW atau sekitar 1,5 juta sampai dengan 3,1 juta rupiah jika kejahatan pemikiran reaksioner terjadi karena pendidikan anak yang tidak bertanggung jawab, dan hukuman lain adalah memerintahkan seluruh keluarga untuk pindah ke pedesaan sebagai hukuman bagi orang tua.
Bagi seseorang yang tinggal di salah satu kota besar di Korea Utara, dideportasi ke provinsi dianggap hukuman yang cukup berat karena orang-orang ini tidak hanya akan kehilangan basis ekonominya tetapi juga menjadi terstigma politik.
Akibatnya, beberapa orang yang mengetahui kejadian tersebut mempertanyakan apakah hukuman ini terlalu berat bagi seorang remaja.
Fakta lainnya adalah bahwa kepala sekolah dari remaja laki-laki tersebut juga menerima hukuman revolusioner atas kerja tidak dibayar.
Kepala sekolah dihukum karena pasal 34-38 dari undang-undang tersebut menetapkan "hukuman atas kerja tidak dibayar, penurunan pangkat, pemecatan, atau pengunduran diri paksa jika kejahatan pemikiran reaksioner terjadi karena kegagalan untuk mengontrol dan mendidik siswa tentang cara mematuhi hukum."
Sementara itu, Badan Intelijen Nasional Korea Selatan menjelaskan dalam sebuah laporan kepada Komite Intelijen Majelis Nasional Korea Selatan pada 16 Februari, bahwa Korea Utara telah memperkuat hukuman dalam undang-undang pemikiran anti-reaksioner dengan menetapkan hukuman maksimum hukuman mati untuk impor dan distribusi materi video Korea Selatan.
Reporter: Veronica Gita
Advertisement