Ratusan Kapal Tiongkok Kedapatan Buang Kotoran Manusia di Laut China Selatan

Pejabat China sejauh ini belum bereaksi terhadap penilaian permasalahan penemuan kotoran manusia di Laut China Selatan.

oleh Teddy Tri Setio Berty diperbarui 13 Jul 2021, 16:29 WIB
Diterbitkan 13 Jul 2021, 16:29 WIB
FOTO: Peneliti Temukan 11 Spesies Paus di Laut China Selatan
Foto dari udara yang diabadikan pada 13 Juli 2020 ini menunjukkan sebuah kapal ekspedisi di Laut China Selatan. Akademi Ilmu Pengetahuan China pada 28 Juli 2020 mengatakan tim peneliti China menemukan 11 spesies paus di Laut China Selatan selama ekspedisi ilmiah laut dalam. (Xinhua/Zhang Liyun)

Liputan6.com, Beijing - Sejumlah kapal Tiongkok kedapatan membuang kotoran manusia dan air limbah selama bertahun-tahun di daerah sengketa di Laut China Selatan.

Hal ini lantas menyebabkan berkembangnya ganggang yang merusak terumbu karang dan mengancam ikan, kata seorang pakar yang berbasis di AS, demikian dikutip dari laman Los Angeles Times, Selasa (13/7/2021).

Citra satelit selama lima tahun terakhir menunjukkan bagaimana kotoran manusia, limbah dan air limbah telah menumpuk dan menyebabkan munculnya alga di sekelompok terumbu karang di wilayah Spratlys, tempat ratusan kapal penangkap ikan China berlabuh, kata Liz Derr, yang mengepalai Simularity Inc. -- sebuah perusahaan perangkat lunak yang menciptakan teknologi kecerdasan buatan untuk analisis citra satelit.

Setidaknya 236 kapal terlihat di atol, yang secara internasional dikenal sebagai Union Banks.

"Ketika kapal tidak bergerak, kotoran menumpuk," kata Derr.

"Ratusan kapal yang berlabuh di Spratly membuang limbah mentah ke terumbu karang yang mereka tempati."

Pejabat China sejauh ini belum bereaksi terhadap penilaian Derr tentang kerusakan lingkungan tetapi mengatakan di masa lalu bahwa mereka telah mengambil langkah-langkah untuk melindungi stok perikanan dan lingkungan di Laut China Selatan.

 

Klaim China

Garis demarkasi semu the nine dash line di Laut China Selatan (sumber: CIA / UNCLOS)
Garis demarkasi semu the nine dash line di Laut China Selatan (sumber: CIA / UNCLOS)

Asisten Sekretaris Departemen Luar Negeri Eduardo Menez di Manila mengatakan, temuan itu harus dinilai dan divalidasi oleh pihak berwenang Filipina sebelum keputusan apakah akan mengajukan protes terhadap China.

Dia memperingatkan bahwa kumpulan ikan, termasuk tuna yang bermigrasi, berkembang biak di terumbu yang rusak dan dapat menyebabkan penurunan stok ikan di daerah lepas pantai yang merupakan sumber makanan utama regional.

Selama ini, Beijing menegaskan klaimnya atas bagian laut yang juga diklaim oleh pemerintah negara-negara di Asia Tenggara.

China semakin tegas dalam menekan klaim teritorialnya, yang memicu ketegangan dengan tetangga termasuk Jepang, India, Vietnam dan Filipina.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya