Liputan6.com, Seoul - Ribuan biksu melakukan unjuk rasa di ibu kota Seoul, Korea Selatan. Mereka menuntut permintaan maaf karena tidak terima usai ada politisi dari partai penguasa yang menuding para biksu mencari untung dari pengunjung taman-taman nasional.
Para pengunjung ke taman nasional diminta iuran dari pihak biksu, meski tak mengunjungi kuil. Anggota DPR, Jung Chung-rai lantas membandingkan pihak biksu yang meminta bayaran ke pengunjung seperti tokoh penipu dalam cerita rakyat Korea Selatan. Jung berasal dari Partai Demokrat yang sedang berkuasa.
Advertisement
Baca Juga
Menurut laporan Yonhap, Jumat (21/1/2022), protes dipimpin oleh Jogye-jong, sekte Buddha terbesar di Korea.
Demo digelar di markas Jogye, dan para biksu tampak duduk dengan menjaga jarak, sembari memakai masker.
Pihak Jogye menyebut meminta iuran supaya uangnya dipakai untuk perawatan area-area kuil di taman nasional. Pemerintahan Presiden Moon Jae-in dituduh memicu konflik beragama serta tak bertanggung jawab dalam menjaga warisan budaya.
"Pemerintah tugasnya adalah menjaga warisan-warisan budaya, tetapi mereka berani memicu konflik agama dan mengalihkan tanggung jawab," ujar Ven. Wonhaeng, pemimpin ordo Jogye.
Â
* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Partai Berkuasa Minta Maaf
Jung Chung-rai dan pemimpin Partai Demokrat, Song Young-il, mengunjungi kuil Jogye untuk meminta maaf. Akan tetapi, mereka tak diizinkan masuk.
Song lantas membaca permintaan maafnya di dekat kuil, sementara Jung baru meminta maaf setelah kembali lagi ke gedung Majelis Nasional.
"Saya bertobat karena menyebabkan kekhawatiran bagi lingkaran penganut Buddha dan memberikan permintaan maaf terdalam," ujarnya.
Setelah berunjuk rasa, ordo Jogye meminta agar Presiden Moon meminta maaf, lalu membuat produk hukum agar tak ada bias agama terhadap ummat Buddha, serta mengambil langkah untuk menjaga warisan-warisan nasional.
Advertisement