Bank Dunia: Perang Ukraina Ancam Krisis ke Seluruh Dunia

Bank Dunia mengungkap besarnya dampak ekonomi dari invasi Rusia ke Ukraina.

oleh Tommy K. Rony diperbarui 26 Apr 2022, 16:01 WIB
Diterbitkan 26 Apr 2022, 16:01 WIB
Satu Bulan Invasi Rusia ke Ukraina, Tiga Juta Orang Mengungsi
Petugas dan relawan darurat Ukraina membawa seorang wanita hamil yang terluka dari rumah sakit bersalin yang rusak akibat penembakan di Mariupol, Ukraina, Rabu, 9 Maret 2022. Bayi itu lahir dalam keadaan meninggal. Setengah jam kemudian, sang ibu meninggal juga. ((AP Photo/Evgeniy Maloletka)

Liputan6.com, Jakarta - Bank Dunia merilis laporan mengenai dampak perang di Ukraina terhadap ekonomi global. Invasi yang dilancarkan Rusia kepada Ukraina ternyata juga merugikan negara-negara berkembang, apalagi di tengah pandemi COVID-19 dan adanya ancaman perubahan iklim.

Dampak invasi tak hanya dirasakan Ukraina dan kawasan Eropa, tetapi bisa merambat ke negara-negara berkembang karena lonjakan harga komoditas. Ancaman kelaparan pun semakin parah.

"Negara-negara berkembang menghadapi beragam krisis yang tumpang tindih, termasuk pandemi, naiknya inflasi, invasi Rusia ke Ukraina, ketidakseimbangan makroekonomi yang besar, dan kurangnya pasokan energi dan makanan. Ini membuat kemunduran dalam pengurangan kemiskinan, pendidikan, kesehatan, dan kesetaraan gender," ujar Presiden Grup Bank Dunia David Malpass dalam pernyataan di situs World Bank, dikutip Selasa (26/4/2022).

Pada laporan Bank Dunia tentang dampak perang di Ukraina, dijelaskan bahwa perang di Ukraina memprovokasi terjadinya krisis dunia dengan "dampak mengerikan" kepada manusia dan konsekuensi ekonomi.

Dampak perang disebut berbeda-beda di tiap negara, namun yang jelas ada dampak berupa naiknya impor bahan bakar. Bank Dunia menyorot perang di Ukraina telah memicu naiknya harga makanan dan bahan bakar di negara-negara berkembang (emerging market and developing economies atau EMDES). Keluarga-keluarga miskin dikhawatirkan terdampak.

Bank Dunia mencatat bahwa Rusia adalah eksportir gas terbesar di dunia dan Ukraina eksportir besar pada komoditas seed oil. Kedua negara juga eksportir gandum yang signifikan. Perang dan sanksi berperang dalam meningkatkannya harga komoditas-komoditas tersebut.

Ada pula masalah fiskal yang berpotensi terjadi mengingat makin sempitnya ruang fiskal bagi bendahara negara untuk bermanuver.

"Jika terus berlanjut, perang bisa memicu akselerasi keluarnya modal dan biaya pendanaan yang lebih tinggi bagi negara-negara berkembang, sehingga menimbulkan stres fiskal dan finansial yang bertambah," tulis Bank Dunia.

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.


Di G20, Cuma Indonesia yang Masih Jual Minyak Goreng Curah

Presidensi G20.
G20.

Indonesia merupakan satu-satunya negara dalam G20 yang masih memperbolehkan masyarakat konsumsi minyak goreng curah. Hal tersebut diungkap oleh Direktur Center of Economic and Law Studies (CELIOS) Bhima Yudhistira.

Untuk diketahui, selama masa krisis minyak goreng ini, pemerintah menetapkan Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 11 Tahun 2022 tentang Penetapan Harga Eceran Tertinggi (HET) Minyak Goreng Curah menjadi sebesar Rp 14.000 per liter. Sedangkan, penjualan minyak goreng kemasan menyesuaikan harga pasar atau keekonomian.

"Masyarakat di minta beralih ke minyak goreng curah ini adalah hal paling konyol. Dan Indonesia adalah satu-satunya negara G20 yang masih mengonsumsi minyak goreng curah," tegasnya dalam diskusi publik bertajuk Ironi Negara Penghasil Sawit Terbesar, Senin (25/4/2022).

Selain itu, Bhima menyebut pemberian izin terhadap untuk mengonsumsi minyak goreng curah juga amat membahayakan kesehatan masyarakat. Mengingat, adanya perbedaan kualitas yang cukup jauh antara minyak kemasan dengan minyak curah.

"Padahal, sebelumnya minyak goreng curah ini ingin dihapuskan karena tidak sehat kan," tekannya.

Bhima mengingatkan, minyak goreng curah merupakan salah satu komoditas pangan yang rentan untuk dioplos dan paling sulit untuk dilakukan pengawasan. Menyusul, tidak adanya kode produksi maupun standar pengemasan yang menjamin keselamatan konsumen.

"Minyak goreng curah ini adalah minyak goreng yang pengawasannya sangat sulit. Karena tidak ada barcode, tidak ada kode produksinya," tutupnya.


Reaksi GIMNI

FOTO: Penetapan Harga Eceran Tertinggi Minyak Goreng
Minyak curah. (Johan Tallo/Liputan6.com)

Sebelumnya, Gabungan Industri Minyak Nabati Indonesia (GIMNI) menyayangkan Indonesia masih menjual minyak goreng curah. Padahal minyak goreng curah sebenarnya hanya dijual di tiga negara yang masuk kategori negara miskin.

“Di dunia ini yg menjual minyak goreng curah hanya 3 negara, itu negara-negara miskin. Masa Indonesia juga negara miskin. Saya gak ngerti kenapa ini tetap berlangsung,” kata Direktur Eksekutif GIMNI Sahat Sinaga, Rabu (20/4/2022).

Dia pun mempertanyakan sikap pemerintah yang hingga kini masih mengizinkan penjualan minyak goreng curah di dalam negeri. Padahal, dampak dari minyak goreng curah sangat berbahaya bagi kesehatan.

Namun, Sahat tidak menyebutkan negara miskin mana saja yang menjual minyak goreng curah. Justru, dia mempertanyakan bagaimana bisa negara Indonesia masuk dalam kelompok G20, tapi disisi lain masih menjual minyak goreng curah.

“Saya tahun 2018 sudah presentasi riset yang ditemukan dari USA, bagaimana akibatnya kalau minyak goreng sudah jelantah. Saya jadi berpikir apakah layak Indonesia masuk G20? Apa kriterianya,” ujarnya.


Kanada Sebut G20 Tak Berfungsi Selama Masih Ada Rusia

FOTO: Rusia - Ukraina Memanas, Emmanuel Macron Temui Vladimir Putin di Moskow
Presiden Vladimir Putin dilaporkan berniat ikut G20 (SPUTNIK/AFP).

Menteri Keuangan Kanada, Jumat (22/4), mengatakan kelompok 20 negara arus ekonomi utama tidak dapat berfungsi secara efektif selama Rusia tetap menjadi anggota.

Selama sepekan, perselisihan atas kehadiran Rusia pada pertemuan sangat mengemuka. Pejabat Amerika Serikat, Kanada, Inggris, dan negara-negara Barat lainnya melakukan ‘walkout’ selama tiga hari berturut-turut, setiap kali pejabat Rusia berbicara.

Para menteri keuangan G20 dan gubernur bank sentral yang bertemu di Washington pada hari Rabu (20/4), gagal menyepakati komunike tradisional yang menguraikan tujuan kebijakan ekonomi, karena Rusia memblokir protes yang mengutuk invasinya ke Ukraina.

Komite pengarah IMF dan Komite Pembangunan Bank Dunia-IMF juga gagal mengeluarkan pernyataan bersama.

"G20 tidak dapat berfungsi secara efektif dengan (adanya) Rusia di meja (perundingan ini)," kata Chrystia Freeland, Menteri Keuangan Kanada, pada konferensi pers bersama Menteri Keuangan Ukraina Serhiy Marchenko di Washington.

"Rusia tidak memiliki tempat di meja negara-negara yang telah berkumpul untuk menjaga kemakmuran ekonomi global," kata Freeland, menambahkan Rusia telah melanggar aturan internasional dengan melakukan invasi ke Ukraina selatan. “Anda tidak bisa menjadi pemburu dan penjaga hutan pada saat yang bersamaan."

Ketegangan telah mempertanyakan efektivitas G20, yang mencakup negara-negara Barat yang menuduh Moskow melakukan kejahatan perang di Ukraina, serta China, India, Indonesia, dan Afrika Selatan, yang belum bergabung dengan sanksi yang dipimpin Barat terhadap Rusia atas konflik tersebut.

Infografis Ragam Komentar Polemik Kehadiran Putin di KTT G20 Bali. (Liputan6.com/Trieyasni)
Infografis G20 di Bali.
Lanjutkan Membaca ↓

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya