Liputan6.com, Baghdad - Kerusuhan yang terjadi di Irak membuat duta besar dan para diplomat waspada. WNI juga diminta jangan keluar rumah.Â
Dilansir VOA Indonesia, Rabu (31/8/2022), para pengunjuk rasa menjadi kalap usai ulama Syiah berpengaruh Muqtada Al-Sadr memutuskan untuk pensiun dari dunia politik. Kondisi politik Irak memang sedang bergejolak karena negosiasi antara dua kubu Syiah di pemerintahan tidak membuahkan hasil, sehingga membuat masyarakat turun ke jalan.Â
Advertisement
Baca Juga
Muqtada Al-Sadr lantas pensiun dari dunia politik agar pendukungnya menjadi lebih tenang. Namun, hal sebaliknya terjadi. Kerusuhan semakin parah di Irak, bahkan korban jiwa sudah mulai berjatuhan.
Duta Besar RI di Irak Elmar Iwan Lubis meminta agar WNI berhati-hati. Mayoritas WNI di sana adalah pakar teknisi perusahaan minyak, mahasiswa, dan pekerja migran.Â
"Untuk tetap tinggal di mana mereka berada, sama dengan kami orang KBRI, seperti juga semua orang asing yang ada, diplomat asing, juga tinggal di dalam. Mengikuti aturan negara setempat. Terus melakukan komunikasi, kontak, dengan KBRI," ujarnya.Â
Pengamat Timur Tengah dari Universitas Indonesia, Yon Mahmudi, mengaku tidak terkejut terhadap langkah pensiun ulama terkenal Syiah, namun ia menilai itu bisa menambah gejolak politik.
"Dia frustrasi dengan kondisi yang ada. Ini akan membahayakan kalau apa yang terjadi di lapangan tidak terkendali, sehingga menimbulkan kemarahan dari pendukung Al-Shadr sendiri," ujarnya.Â
Yon pun berharap ada pihak internasional yang bisa menengahi situasi di Irak agar dialog terbuka.
Istana Kepresidenan Irak Diserbu Usai Ulama Syiah Pensiun dari Politik
Warga Irak menyerbu istana kepresidenan usai kabar pensiunnya tokoh politik dan ulama Syiah, Muqtada Al-Sadr (48). Belasan orang dilaporkan tewas.
Dilaporkan BBC, Selasa (30/8/2022), Muqtada Al-Sadr adalah salah satu tokoh sentral dalam dunia politik Irak. Pada Oktober 2022, aliansi politiknya berhasl meraih banyak kursi di parlemen, namun mereka akhirnya mundur karena tak akur dengan rival mereka di parlemen yang sama-sama Syiah.
Ketidakcocokan itu dipicu oleh masalah pengangkatan perdana menteri Irak. Kini, Muqtada Al-Sadr memutuskan tidak lagi terlibat politik.
AP News melaporan bahwa ratusan pengikutnya menyerang istana pemerintahan dan menimbulkan bentrok dengan pasukan keamanan. Setidaknya 15 prostester terbunuh.
Usai merobohkan bagian depan istana, para protester juga menerobos masuk ke ruangan istana yang menjadi tempat pertemuan pemimpin Irak dengan para tamu-tamu kehormatan dari luar negeri.
Tim medis berkata lusinan protester terluka oleh senjata api, gas air mata, serta bentrok fisik dengan aparat. Setidaknya satu tentara dari divisi pasukan khusus dilaporkan terbunuh. Ada juga seorang wanita sipil yang terluka.
Kondisi politik Iran memang sedang berada dalam ketidakpastian usai kubu Muqtada Al-Sadr menolak menegosiasi soal perdana menteri baru.
Militer Irak telah mengumumkan jam malam, sesi kabinet ditunda akibat kerusuhan yang terjadi.
Berbeda dari Iran yang sepenuhnya dikendalikan pemerintahan Syiah, politik di Irak terbagi antara Syiah dan Sunni. Kelompok Syiah tertindas di masa Saddam Hussein hingga akhirnya ia dilengserkan lewat invasi yang dipimpin AS. Kini, kelompok Syiah masih memperebutkan kekuatan politik, serta ada juga elemen intervensi dari Iran.
Advertisement
Sudah Dikepung Sejak Juli
Sebelumnya dilaporkan, ratusan pengunjuk rasa telah melanggar zona keamanan tinggi di Baghdad dan masuk ke gedung parlemen Irak.
Dilansir BBC, Kamis (28/7), para pendukung ulama Muqtada al-Sadr menentang pencalonan calon perdana menteri yang bersaing.
Aliansi politik Sadr memenangkan kursi terbanyak dalam pemilihan umum Oktober lalu, tetapi tidak berkuasa karena kebuntuan politik setelah pemungutan suara.
Polisi dilaporkan menembakkan gas air mata dan meriam air ke arah pengunjuk rasa. Tidak ada anggota parlemen yang hadir pada saat itu.
Kelompok itu menembus Zona Hijau yang dijaga ketat di Baghdad - yang merupakan rumah bagi sejumlah bangunan paling penting di ibu kota termasuk kedutaan.
Sebuah sumber keamanan mengatakan kepada kantor berita AFP bahwa pasukan keamanan pada awalnya tampaknya telah menghentikan para penyusup, tetapi mereka kemudian "menyerbu parlemen".
Perdana Menteri Irak saat ini, Mustafa al-Kadhimi, meminta pengunjuk rasa untuk meninggalkan gedung sementara orang banyak bernyanyi, menari dan berbaring di atas meja.
Kerusuhan menyusul sembilan bulan kebuntuan, di mana perselisihan antara faksi politik yang berbeda di negara itu telah mencegah pembentukan pemerintahan baru.
Sadr, seorang ulama Syiah yang menentang intervensi Amerika di Irak, mengklaim kemenangan gerakan nasionalis Saeroun setelah pemilihan Oktober.
Tetapi sejak itu terbukti tidak mungkin untuk membangun koalisi pemerintahan baru, karena Sadr telah menolak untuk bekerja dengan saingannya.
Dia dan pendukungnya telah menentang pencalonan Mohammed al-Sudani sebagai perdana menteri, karena mereka percaya dia terlalu dekat dengan Iran.Â
Masalah ISIS Masih Ada
Terkait ISIS, seorang tentara Irak dan seorang anggota kelompok Negara Islam (IS) tewas pada Minggu dalam dua insiden di bagian tengah dan utara negara itu, kata militer Irak.
Berdasarkan laporan intelijen pada Juli 2022, pasukan gabungan dari tentara dan paramiliter Hashd Shaabi menembak mati seorang anggota ISIS.
Ia mengenakan sabuk peledak di daerah Tarmiyah, sekitar 30 km utara ibukota Baghdad, kata kantor media Komando Operasi Gabungan Irak dalam sebuah pernyataan.
Dalam insiden terpisah, seorang tentara tewas dan seorang lagi terluka dalam serangan oleh militan ISIS di sebuah pangkalan militer di dekat kota Mosul.
Jaraknya sekitar 400 km utara Baghdad, kata seorang sumber militer kepada Xinhua tanpa menyebut nama.
Sumber itu mengatakan, serangan tersebut memicu bentrokan antara kedua belah pihak sebelum para penyerang melarikan diri dari tempat kejadian.
Advertisement