PM Ukraina ke Berlin, Minta Dukungan Banyak Persenjataan untuk Pertahanan

Perdana Menteri Ukraina, Denys Shmygal berkunjung ke Berlin untuk meminta lebih banyak dukungan dan bantuan.

oleh Anissa Rizky Alfiyyah diperbarui 05 Sep 2022, 14:35 WIB
Diterbitkan 05 Sep 2022, 14:35 WIB
Perdana Menteri Ukraina bersama Presiden German.
Perdana Menteri Ukraina bersama Presiden German.

Liputan6.com, Berlin- Perdana Menteri Ukraina, Denys Shmygal pada Minggu 4 September 2022 mengunjungi Jerman.

Dalam kunjungan tersebut, ia berharap bahwa Jerman akan menjadi pihak terdepan yang membantu Kiev untuk membangun pertahanan udaranya, ketika ia mencari lebih banyak persenjataan berat untuk Kiev dari Berlin.

Dikutip dari Channel News Asia, Senin (5/9/2022), Shmygal adalah pejabat tinggi pertama Ukraina yang mengunjungi Jerman dalam beberapa bulan terakhir. Hal ini merupakan pertanda ketegangan antara Kiev dan Berlin telah mereda, setelah keduanya mengalami masa-masa sulit.

Kunjungan pertama dalam perjalanannya adalah pertemuan dengan Presiden Frank-Walter Steinmeier, di mana Shmygal "membahas situasi militer, memperkuat sanksi dan kebutuhan untuk menyediakan senjata bagi Ukraina," katanya di Twitter.

Tanggapan awal Jerman yang gagap dalam memberikan dukungan militer kepada Kiev setelah invasi Rusia ke Ukraina telah memicu kekhawatiran.

Namun Shmygal mengakui selama kunjungannya bahwa sejak itu Jerman secara signifikan meningkatkan bantuan militernya, dengan persenjataan berat seperti tank howitzer 2000 atau peluncur roket MARS yang semuanya " berfungsi dengan baik di medan pertempuran".

Sistem pertahanan udara Iris-T diperkirakan akan dikirim pada musim gugur, katanya, menambahkan bahwa Ukraina "berharap bahwa Jerman akan menjadi salah satu pemimpin dalam proses pengembangan pertahanan udara Ukraina".

Dalam sebuah pidato tentang visinya untuk Eropa, Kanselir Olaf Scholz mengatakan bahwa dia melihat Jerman mengambil "tanggung jawab khusus" untuk membantu Ukraina membangun artileri dan sistem pertahanan udaranya.

Shmygal juga berterima kasih kepada Jerman "atas solidaritas dan dukungannya terhadap Ukraina".

Dukungan 'Teman dan Sekutu' untuk Ukraina

Ilustrasi bendera NATO
Ilustrasi bendera NATO (Wikipedia/Public Domain)

Para menteri pertahanan sekutu NATO diperkirakan akan tiba di Jerman pada hari Kamis, 8 September untuk menghadiri pertemuan yang dipimpin oleh Amerika Serikat untuk mengkoordinasikan kebutuhan militer untuk Ukraina.

Menjelang pembicaraan tersebut, Scholz menegaskan kembali komitmen Jerman untuk membantu memperkuat Ukraina, tetapi menambahkan bahwa hal itu akan dilakukan dengan berkoordinasi dengan "teman dan sekutu kami".

Kunjungan pertama dalam perjalanannya ke Berlin adalah bertemu dengan Presiden Frank-Walter Steinmeier, Shmygal mengatakan dalam pertemuannya ia akan membahas terkait situasi militer, pengautan sanksi, dan kebutuhan persediaan senjata bagi Ukraina. Ia juga berterima kasih atas solidaritas Jerman dengan Ukraina, dan dukungannya.

Jerman akan "terus berdiri di sisi Ukraina," Steinmeier meyakinkan Shmygal, menurut Buru Bicara Presiden Jerman. Kunjungan perdana menteri Ukraina ini menandai hubungan Kiev-Jerman yang lebih baik, setelah terjadi perselisihan pada bulan April ketika Kiev menolak tawaran Steinmeier untuk melakukan perjalanan ke Ukraina.

Steinmeier, mantan Menteri Luar Negeri dari Partai Sosial Demokrat (SPD) dari Koalisi Olaf Scholz, sempat dikecam karena kebijakan detentnya selama bertahun-tahun terhadap Moskow—sesuatu yang diakuinya sebagai kesalahan setelah adanya perang.

Dukungan Penuh Berlin untuk Kiev

Frank-Walter Steinmeier, mantan menlu yang terpilih jadi presiden Jerman
Frank-Walter Steinmeier, mantan menlu yang terpilih jadi presiden Jerman (AP)

Howitzer, peluncur roket, dan rudal anti-pesawat terbang merupakan beberapa senjata yang telah tiba di Kiev.

Senjata lainnya yang lebih berat seperti sistem anti-pesawat IRIS-T, peluncur roket yang dipasang pada pick-up dan peralatan anti-drone akan dikirimkan dalam paket bantuan militer tambahan senilai lebih dari 500 juta euro.

Saat ini, tentara Ukraina juga sedang dilatih  untuk menggunakan tank Leopard anti-pesawat di Jerman.

Dikutip dari The News, Shymgal mengatakan, bahwa dukungan persenjataan Jerman terhadap Ukraina telah membuat kemajuan yang besar. 

Tetapi, Perdana Menteri Ukraina juga menegaskan bahwa Kiev membutuhkan lebih banyak lagi dari Berlin, termasuk tank tempur modern seperti Leopard 2.

Dalam pidato terkait visinya untuk Eropa, Scholz mengatakan bahwa ia melihat Jerman telah mengambil tanggung jawab khusus, untuk membantu Ukraine membangun artileri dan sistem pertahanan udaranya. 

Jerman, akan mempertahankan dungungan untuk Ukraina selama diperlukan, katanya. 

Di tingkat kemanusiaan, Jerman telah menampung hampir satu juta pengungsi Ukraina, dengan sekitar 155.000 anak dari Ukraina terdaftar di sekolah-sekolah yang ada di Jerman.

Menjelang kedatangan Shmygal, Partai Hijau, Koalisi Scholz, mengatakan Jerman ingin meningkatkan pengiriman persenjataannya ke Ukraina. 

"Cara-cara militer tidak pernah membawa solusi, tetapi kadang-kadang menciptakan peluang di mana konflik akan dapat diselesaikan secara politis di dunia yang penuh aturan," kata pimpinan partai dalam sebuah mosi yang diajukan untuk dipertimbangkan pada kongres berikutnya.

Jerman 'Dalang' dari Perang Hybrid melawan Rusia

Rusia Gelar Latihan Perang Terbesar
Pesawat tempur Rusia Sukhoi Su-34 berpartisipasi dalam latihan militer Vostok-2018 di Tsugol, Siberia timur, Kamis (13/9). Rusia mengerahkan 300 ribu prajurit dalam unjuk kekuatan, termasuk dalam latihan bersama dengan tentara China. (AFP/Mladen Antonov)

Mengutip Channel News Asia, Partai Sosial Demokrat (SPD) Jerman secara historis sebenarnya memiliki hubungan dekat dengan Rusia, yang lahir dari kebijakan "Ostpolitik" tentang pemulihan hubungan dan dialog dengan Uni Soviet saat itu, yang dirancang oleh mantan kanselir SPD, Willy Brandt pada 1970-an.

Namun, hal tersut malah membuat jerman yang asalnya menolak mengirim senjata apapun ke Kyiv, menjadi berbalik arah. Koalisi Scholz, yang juga mencakup Partai Hijau dan FDP liberal, sejak itu telah juga berbalik arah. Maka dari itu, kita bisa melihat dukungan penuh Jerman terhadap Ukraina.

Hal tersebut-pun memicu kecaman banyak pihak, termasuk Rusia.

Pada Minggu 4 September, mantan presiden Rusia Dmitry Medvedev menuduh Jerman memimpin "perang hybrid" melawan Rusia, ia juga menjustifikasi penghentian pengiriman gas melalui jalur pipa Nord Stream 1 ke Eropa.

"Pertama, Jerman adalah negara yang tidak bersahabat. Kedua, Jerman telah menjatuhkan sanksi terhadap semua ekonomi Rusia ... dan mengirimkan senjata mematikan ke Ukraina," kata Medvedev untuk mendukung pernyataannya dalam sebuah pesan yang diterbitkan di Telegram.

Uni Eropa harus "sepenuhnya mengabaikan" energi Rusia, kata Shmygal dalam sebuah postingan di Telegram setelah pertemuannya dengan Scholz, seraya menambahkan bahwa Moskow telah "melancarkan perang energi melawan Eropa".

"Sudah ada keputusan tentang embargo batu bara dan minyak Rusia, tetapi embargo gas juga diperlukan," katanya, sehari sebelum ia ke Brussels di mana dia akan bergabung dengan kepala diplomat Uni Eropa Josep Borrell pada pertemuan Dewan Asosiasi Uni Eropa-Ukraina.

 

Infografis Reaksi Global terhadap Serbuan Rusia ke Ukraina. (Liputan6.com/Trieyasni)
Infografis Reaksi Global terhadap Serbuan Rusia ke Ukraina. (Liputan6.com/Trieyasni)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya