Korban Pelecehan Seks Bicara di Twitter, Pasukan Bela Diri Jepang Dipecat

Anggota pasukan bela diri Jepang dipecat tidak hormat akibat pelecehan.

oleh Tommy K. Rony diperbarui 16 Des 2022, 18:35 WIB
Diterbitkan 16 Des 2022, 18:35 WIB
[Fimela] Ilustrasi korban
Ilustrasi korban pelecehan | unsplash.com/@anthonytran

Liputan6.com, Tokyo - Lima anggota Pasukan Pertahanan Jepang dipecat secara tidak hormat karena pelecehan seks terhadap seorang kolega perempuan. Dua pelaku masih berusia 20 tahunan.

Berdasarkan laporan Kyodo, Jumat (16/12/2022), para pelaku adalah dua orang berusia 20 tahunan, dua berusia 30 tahunan, dan satu berusia 40 tahunan. Mereka berasal dari Angkatan Darat.

Kementerian Pertahanan Jepang juga memberikan suspensi selama enam bulan kepada komandan unit tempat wanita tersebut bertugas.

Komandan unit itu dihukum karena tidak mengambil langkah yang mumpuni ketika korban mengajukan keluhan terhadap perbuatan lima tersangka.

Wanita yang menjadi sasaran pelecehan masih berusia 23 tahun. Korban pernah dilecehkan saat pelatihan Aksi pelecehan terjadi dari musim gugur 2020 hingga Agustus 2021.

Seorang letnan dua turut mendapat teguran karena mengucapkan komentar yang secara seksual eksplisit. Dua petugas dengan jabatan yang lebih tinggi juga diberikan peringatan karena melanggar tugas dan pengawasan.

Awalnya, para pelaku membantah melakukan pelecehan. Mereka menganggap perbuatan mereka sebagai keakraban sesama teman.

Kepala Staf Pasukan Bela Diri Angkatan Diri, Jenderal Yoshihide Yoshida, berkata akan terus menegakan kebijakan supaya hal serupa tidak terulang lagi di masa yang akan datang.

"Kami mengurus ini dengan sangat serius dan akan mendirikan sebuah budaya organisasi yang tidak mentoleransi pelecehan," tegasnya.

Usai mendengar para pelaku dipecat, korban bernama Rina Gonoi menulis di Twitter bahwa ia berharap para pelaku pelecehan seksual itu akan bertanggung jawab secara tulus.

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.


Speak Up

Alasan Mengapa ‘Speak Up’ Tak Mudah untuk Korban Pelecehan Seksual
Dukungan pada korban pelecehan seksual diperlukan karena ‘speak up’ tak mudah bagi korban. (Foto: Unsplash.com/m t Elgassier).

Kementerian Pertahanan Jepang menyebut bahwa Rina Gonoi merupakan anggota Camp Koriyama di Prefektur Fukushima. Ia menjadi sasaran pelecehan sehari-hari.

Ada dua kali insiden pelecehan yang terjadi saat pelatihan pada Juni dan Agustus 2021.

Rina Gonoi keluar dari Pasukan Bela iri pada Juni 2022. Ia pun angkat bicara di Twitter dengan memakai identitas aslinya. Alhasil, muncul petisi ke Kementerian Pertahanan untuk Investigasi.

Komandan unit Gonoi awalnya sempat melapor pada atasannya bahwa wanita itu keluar karena masalah keluarga, padahal komandan itu mengetahui tentang masalah pelecehan.

Kantor Inspektur Jenderal lantas terlibat dalam investigasi pada September 2022. Tim legal mereka bicara pada Gonoi beberapa kali, serta mewawancara sekitar 100 anggota unit AD tersebut.

Setelahnya, investigasi khusus dibuat untuk membahas pelecehan di semua unit Pasukan Bela Diri. Ada lebih dari 1.400 laporan yang terkumpul hingga akhir November. 80 persen di antaranya terkait penyalahgunaan wewenang alias abuse of power.


Kemendikbud: Pelaku Pelecehan Mahasiswi dan Persekusi di Kampus Depok Bakal Ditindak

Ady Anugrahadi/Liputan6.com
Universitas Gunadarma

Beralih ke kasus peleehan di dalam negeri, Kemendikbud Ristek buka suara soal video viral aksi persekusi terhadap seorang pria diduga mahasiswa di sebuah kampus di kawasan Depok yang disebut telah melakukan pelecehan seksual kepada mahasiswa di lingkungan kampus. Kemendikbud memastikan pihak kampus terkait sudah mengambil tindakan.

"Hal di atas sudah saya klarifikasi ke pimpinan perguruan tingginya. Oleh pimpinan PT sudah diambil tindakan," kata Plt Dirjen Diktiristek Nizam kepada Liputan6.com saat dikonfirmasi, Rabu (14/12/2022).

Nizam menyampaikan pihak kampus tak hanya menindak pelaku kekerasan seksual, namun juga memproses mahasiswa pelaku main hakim sendiri yang terekam video viral. Masing-masing pihak yang terlibat bakal diambil tindakan pembinaan sesuai kesalahannya.

"Baik pelaku kekerasan seksual, maupun pelaku main hakim sendiri sedang diproses oleh pimpinan PT untuk diambil tindakan pembinaan sesuai dengan kesalahannya," terang Nizam.

Sebelumnya, beredar sebuah video yang memperlihatkan seorang pria dipersekusi. Dia diikat di sebuah pohon yang dipertontonkan sejumlah orang di sebuah kampus di kawasan Depok. Video tersebut diunggah akun instagram @jktinformasi.

Tampak dalam video tersebut memperlihatkan seorang pria yang diikat sambil disoraki oleh banyak orang. Beberapa di antaranya juga turut mengabadikan momen tak terpuji itu.

Bahkan terdapat salah seorang perempuan yang menghampiri sang pria sambil memaksanya meminum air dalam botol yang diduga air tersebut adalah air seni.


KemenPPPA dan KSP Soroti Kasus Gunadarma

Gunadarma
Wakil Rektor 3 Universitas Gunadarma, Irwan Bastian dalam jumpa pers terkait kasus dugaan pelecehan seksual di lingkungan kampus. (Liputan6.com/Dicky Agung Prihanto)

Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA) menyayangkan adanya pelecehan seksual yang kemudian dibarengi dengan adanya perlakukan persekusi di Universitas Gunadarma. 

Asisten Deputi Pelayanan Perempuan Korban Kekerasan KemenPPPA, Margareth Robin mengatakan, pihaknya tak setuju jika mereka yang dicap sebagai mahasiswa melakukan main hakim sendiri terhadap pelaku pelecehan seksual.

 "Kami pastinya sangat tidak setuju jika ada kejadian main hakim sendiri," kata dia, Rabu (14/12).

Margareth menerangkan, Indonesia merupakan negara hukum karenanya diimbau kepada siapapun jangan bertindak main hakim sendiri.

Sehingga, jika mengetahui suatu tindak pidana mesti dilaporkan ke kepolisian bukan malah mempersekusi pelaku. Apalagi, kata dia sampai menyuruh pelaku meminum air kencing sendiri.

"Ini kan negara hukum pastinya harus menghormati hukum yang ada jika memang yang bersangkutan melakukan perbuatan tindak pidana maka dilaporkan ke pihak berwajib tanpa harus main hakim sendiri sampai disuruh minum air seninya," ujar dia.

Terkait hal ini, KemenPPA akan koordinasi dengan perangkat daerah guna memastikan keberlangsungan proses hukum terhadap korban.

"Apakah korban sudah melaporkan kasusnya dan didampingi jika memang itu dibutuhkan," ujar dia.

"Kalau kami dari Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak pastinya kami akan tangani yang Perempuan nya," dia menandaskan.

Infografis Kenali Gejalanya dan Jurus Redam Covid-19 Omicron XBB
Infografis Kenali Gejalanya dan Jurus Redam Covid-19 Omicron XBB (Liputan6.com/Abdillah)
Lanjutkan Membaca ↓

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya