Liputan6.com, Moskow - Pada September tahun ini, dunia akan menandai 84 tahun sejak invasi Uni Soviet ke Polandia setelah invasi Nazi 16 hari sebelumnya yang dianggap sebagai awal mula Perang Dunia 2, konflik paling mematikan dalam sejarah dunia.
Latar belakang dari invasi ini tentunya tidak asing bagi banyak orang bersamaan dengan kompleksitas konflik yang terjadi.
Baca Juga
Dikutip dari Jerussalem Post, Jumat (3/2/2023), pada 1920 Soviet perang dengan Polandia, setelah berakhirnya Perang Dunia I. Namun, perang itu berakhir dengan Soviet yang menuntut perdamaian setelah kemenangan Polandia dalam Pertempuran Warsawa, yang dianggap oleh beberapa orang sebagai salah satu pertempuran paling penting dalam sejarah dunia karena secara jelas telah menghentikan ekspansi Komunisme ke Barat.
Advertisement
Setelah itu, Joseph Stalin mengambil alih kekuasaan di Uni Soviet, dan akhirnya menandatangani pakta non-agresi dalam bentuk Molotov-Ribbentrop dengan Nazi Jerman.
Kesepakatan ini penting, karena pada dasarnya memungkinkan Polandia dibagi antara Jerman dan Uni Soviet.
Invasi secara keseluruhan berlangsung lebih dari sebulan, dan berakhir pada 6 Oktober. Jerman dan Uni Soviet, bersama dengan sekutu mereka Slovakia, keduanya memiliki lebih dari 2 juta tentara, lebih dari dua kali lipat jumlah pasukan yang bisa dikerahkan Polandia. Perang ini merupakan bencana bagi Polandia, karena, terlepas dari upaya terbaik dari banyak tentara mereka, negara itu hancur di hadapan penjajah.
Front Timur Perang Dunia II tetap menjadi satu konflik terbesar dan paling brutal dalam sejarah manusia, yang mengakibatkan sekitar 30 juta kematian, kekejaman yang meluas, dan pertempuran terbesar yang pernah terjadi.
Polandia Kewalahan
Mengutip History.com, Pasukan Hitler sudah mendatangkan malapetaka di Polandia, setelah menginvasi pada tanggal 1 bulan itu.
Tentara Polandia mulai mundur dan berkumpul kembali di timur, dekat Lvov, di Galicia timur, mencoba melarikan diri dari serangan darat dan udara Jerman yang tiada henti. Namun, pasukan Polandia telah melompat ke dalam api - karena pasukan Soviet mulai menduduki Polandia timur.
Pakta Non-agresi Ribbentrop-Molotov, yang ditandatangani pada Agustus, telah menghilangkan harapan Polandia untuk menjadi sekutu Rusia dalam perang melawan Jerman.
Sedikit yang orang Polandia tahu bahwa sebuah klausul rahasia dari pakta itu, yang rinciannya tidak akan dipublikasikan sampai tahun 1990, memberi AS-Rusia hak untuk menandai sebagian wilayah timur Polandia untuk dirinya sendiri.
"Alasan" yang diberikan adalah bahwa Rusia harus membantu "saudara sedarahnya," Ukraina dan Byelorusia, yang terjebak di wilayah yang telah dianeksasi secara ilegal oleh Polandia. Sementara itu, Polandia terhimpit dari Barat dan Timur-terjebak di antara dua raksasa. Pasukannya kewalahan oleh tentara Jerman modern yang termekanisasi, Polandia tak punya apa-apa lagi untuk melawan Soviet.
Ketika pasukan Soviet masuk ke Polandia, mereka tiba-tiba bertemu dengan pasukan Jerman yang telah bertempur hingga jauh ke timur dalam waktu kurang dari dua minggu. Jerman mundur ketika berhadapan dengan Soviet, menyerahkan tawanan perang Polandia mereka. Ribuan pasukan Polandia dibawa ke dalam tawanan; beberapa orang Polandia menyerah begitu saja kepada Soviet untuk menghindari penangkapan oleh Jerman.
Advertisement
Pemicu PD II
Penaklukan yang cepat oleh Soviet ini menjadi pemicu Perang Dunia II, karena kemudian Jerman, yang baru saja mencapai dominasi hampir sepenuhnya atas Eropa tengah, akan mengalihkan perhatiannya ke Barat, dan segera menyerang Prancis dan Inggris.
Pada 17 September 1939, mengutip history, Menteri Luar Negeri Soviet Vyacheslav Molotov menyatakan bahwa pemerintah Polandia sudah tidak ada lagi, karena USSR mempraktikkan "fine print" dari pakta non-agresi Hitler-Stalin - invasi dan pendudukan Polandia timur.
Uni Soviet saat itu berakhir dengan sekitar tiga perlima dari Polandia dan 13 juta rakyatnya sebagai hasil dari invasi Soviet ke Polandia saat itu.
Namun, Uni Soviet tampaknya tidak dapat mempertahankan keuntungan ini untuk waktu yang lama. Hanya beberapa tahun kemudian setelah invasi Soviet ke Polandia, Nazi meluncurkan Operasi Barbarossa dan mulai menyerang wilayah Soviet. Ini membuat mereka dengan cepat menguasai seluruh Polandia dan ke Ukraina dan Baltik sebelum memasuki Rusia dengan benar.
17 September 1862: Pecahnya Pertempuran Antietam di AS
Sementara itu, pada 17 September 1862 tercatat sebagai hari paling berdarah dalam sejarah militer Amerika Serikat. Karena, pasukan konfederasi dan Union bentrok dalam perang saudara di dekat Sungai Antietam di Maryland.
Dikutip dari History.com, pertempuran Antietam menandai puncak dari invasi pertama Konfederasi Jenderal Robert E. Lee ke negara-negara bagian Utara.
Membimbing Pasukannya dari Virginia Utara melintasi Sungai Potomac pada awal September 1862, sang jenderal besar dengan berani membagi pasukannya, mengirim setengah dari mereka, di bawah komando Jenderal Thomas "Stonewall" Jackson, untuk menangkap garnisun Union di Harper’s Ferry.
Presiden Abraham Lincoln menempatkan Mayor Jenderal George B. McClellan untuk bertanggung jawab atas pasukan Union yang ditugaskan untuk membela Washington, D.C., terhadap invasi Jenderal Robert. Selama 15 dan 16 September. Kedua pasukan Konfederasi dan Serikat berkumpul di seberang Antietam Creek.
Pertempuran ini dimulai pada pagi subuh dengan keadaan masih berkabut pada 17 September. Pertempuran tersebut berlangsung selama delapan jam dan memakan hingga 15.000 korban.
Hingga matahari terbenam pun kedua pasukan masih berbaku hantam, hingga menjelas akhir korban yang termakan hampir 23.000 dengan 100.000 tentara yang terlibat, dan korban tewas mencapai 3.600.
Advertisement