Liputan6.com, Chicago - Insiden kerumunan berdesakan di kelab malam E2 di atas restoran Epitome, Chicago, Amerika Serikat (AS) pada 17 Februari 2003Â berujung maut.
Tragedi desak-desakan itu memakan 21 korban jiwa dan 50 lainnya luka-luka, dilansir dari The New York Times, Rabu (15/2/2023).
Baca Juga
Kejadian mengerikan itu menurut para pejabat dan saksi, memburuk di kelab malam E2 setelah penjaga keamanan menggunakan semprotan merica untuk menghentikan perkelahian antara dua perempuan.
Advertisement
James T. Joyce, komisaris Departemen Pemadam Kebakaran Chicago, mengatakan bahwa beberapa pintu gedung dikunci atau diblokir selama huru-hara saat kejadian. Sebagian besar korban meninggal karena berdesak-desakan dengan sekitar 1.500 orang, dua kali jumlah yang diizinkan, semuanya menuju satu tangga sempit.
Beberapa saksi menggambarkan insiden berdesakan yang mengerikan ketika orang-orang mulai jatuh di tangga dan menumpuk di atas satu sama lain. Huru-hara menjadi lebih buruk karena pintu depan kaca tertutup oleh himpitan tubuh.Â
"Saya terinjak, semua orang berada di atas saya," kata Marsha Redmon yang mengalami keseleo pergelangan kaki setelah terjebak sekitar 30 menit.
"Ada seseorang yang meninggal di atasku. Ia tidak bernapas. Mereka melakukan CPR, tetapi ia tidak pernah sadar," ungkapnya ketika sudah dikeluarkan dari E2.
Pihak berwenang mengatakan kelab itu sebenarnya melanggar perintah pengadilan, tetapi dibantah oleh pengacara kelab.
Pihak berwenang pun mengajukan tuntutan pidana terhadap pemilik kelab karena tetap mengizinkan orang masuk ke E2, kelab yang terletak di atas restoran steak dan makanan laut kelas atas Epitome.
Â
Pemilik Kelab Malam E2 Langgar Hukum
Sebelum tragedi itu terjadi, Terry G. Hillard selaku pengawas Departemen Kepolisian Chicago mengatakan setidaknya ada 80 insiden termasuk penyerangan dan penembakan di dalam dan sekitar kelab E2Â dalam tiga tahun terakhir.
E2 pun memicu banyak keluhan dan ada petisi untuk menutup kelab tersebut.
"Pemilik memilih untuk melanggar hukum," kata Cortez Trotter, direktur kantor manajemen darurat kota.
Selain itu, Komisaris Joyce mengatakan plakat berisi kapasitas huni hilang dari lantai dua, dan tumpukan cucian menghalangi beberapa pintu.
"Ada orang yang berusaha keluar, tetapi tidak bisa keluar," katanya.
"Kami tidak dapat menjelaskan bagaimana manajemen atau kepemilikan memungkinkan hal itu terjadi. Kami memahami bahwa mereka memiliki beberapa prosedur keamanan yang ketat, tetapi kami tidak dapat membiarkan hal itu mengganggu keselamatan."
Pemilik kelab malam E2 yakni Calvin Hollins Jr. dan Dwain Kyles. Keduanya didakwa dengan 21 tuduhan pembunuhan tidak disengaja, dilansir dari The Crusaders.
Pada 2009, keduanya dibebaskan, tetapi dinyatakan bersalah atas penghinaan kriminal karena melanggar perintah pengadilan untuk menutup kelab malam karena pelanggaran bangunan beberapa bulan sebelum tragedi itu.
Setelah pengadilan banding membatalkan hukuman itu, Mahkamah Agung Illinois menguatkan keputusan awal. Pada akhirnya, Hollins dan Kyles hanya menjalani dua tahun masa percobaan dan 500 jam pelayanan masyarakat.
Itu adalah insiden desak-desakan paling mematikan di AS dalam beberapa tahun terakhir.
Sebelumnya pada Desember 1991, sembilan orang tewas terinjak-injak dalam pertandingan bola basket selebritas di City College di New York.
Kemudian, pada Desember 1979 di Cincinnati, 11 orang tewas saat mencoba masuk ke konser The Who.
Advertisement
Tragedi Itaewon, Korea Selatan
Tragedi desak-desakan lainnya terjadi baru-baru ini di Distrik Itaewon, Seoul, Korea Selatan (Korsel) pada 29 Oktober 2022.
Insiden itu terjadi saat perayaan Halloween.
Kerumunan besar yang merayakan Halloween dijejalkan ke gang sempit di distrik hiburan Itaewon.
Banyak korban diinjak-injak ketika kerumunan besar mendorong ke depan, kata Choi Cheon-sik, seorang pejabat di Badan Pemadam Kebakaran Nasional.
Banyak dari yang terluka berada dalam kondisi serius dan menerima perawatan darurat.
Lebih dari 400 pekerja darurat dan 140 kendaraan penyelamat dikerahkan untuk merawat yang terluka segera.
Polisi mengkonfirmasi puluhan orang diberi CPRÂ di jalanan, sementara yang lain dibawa ke rumah sakit terdekat.
Setidaknya 149 orang tewas dan 150 lainnya terluka yang tercatat usai insiden itu.
"Orang-orang berlapis-lapis di atas yang lain seperti kuburan. Beberapa secara bertahap kehilangan kesadaran mereka sementara beberapa tampak mati pada saat itu," kata kantor berita Yonhap mengutip seorang saksi.
Tragedi Kanjuruhan, Indonesia
Insiden desak-desakan juga pernah terjadi di Indonesia.
Tragedi itu terjadi di Stadion Kanjuruhan Malang, Indonesia dan menelan korban jiwa hingga 135 orang.
Peristiwa itu terjadi setelah pertandingan Arema FC melawan Persebaya Surabaya pada 1 Oktober 2022.Â
Tragedi Kanjuruhan menjadi berita duka bagi banyak pencinta sepak bola dan organisasi-organisasi sepak bola.Â
Ketua Umum Persatuan Sepak Bola Seluruh Indonesia (PSSI) Mochamad Iriawan menyampaikan belansungkawa kepada seluruh keluarga korban.
Pria yang akrab disapa Iwan Bule itu berharap bahwa insiden memilukan tersebut tidak terulang lagi di kemudian hari.Â
"Atas nama pribadi dan segenap pengurus PSSI saya menyampaikan rasa belasungkawa sedalam-dalamnya kepada seluruh keluarga korban baik yang meninggal maupun yang luka-luka dalam tragedi yang terjadi di stadion Kanjuruhan 1 Oktober lalu," kata Iriawan dalam rilisnya, Rabu (9/11/2022).Â
Mochamad Iriawan sangat memahami peristiwa itu telah meninggalkan luka dan duka yang sangat mendalam bukan saja pada keluarga korban, tetapi juga pada para pengurus persatusan sepak bola seluruh Indonesia, dan seluruh rakyat Indonesia yang mencintai sepak bola.
Advertisement