Liputan6.com, Hanoi - Majelis Nasional Vietnam pada Kamis (2/3/2023), menunjuk Vo Van Thuong (52) sebagai presiden baru negara itu. Perombakan kepemimpinan tertinggi Vietnam terjadi di tengah kampanye antikorupsi yang meluas.
Dalam sesi luar biasa, anggota parlemen memilih Thuong, setelah Partai Komunis yang berkuasa menominasikannya pada Rabu. Presiden di Vietnam hanya memegang peran seremonial, tetapi merupakan salah satu dari empat posisi politik teratas.
Menurut media online parlemen, Thuong terpilih dengan 98,38 persen suara.
Advertisement
Pengukuhan Thuong sebagai presiden Vietnam terjadi menyusul pengunduran diri mendadak pendahulunya Nguyen Xuan Phuc pada Januari, yang disebut partai bertanggung jawab atas "pelanggaran dan perbuatan salah" pejabat di bawah kendalinya.
Dalam pidato pertamanya di depan parlemen sebagai presiden, Thuong mengatakan dia akan "tegas" melanjutkan perang melawan korupsi.
"Saya akan benar-benar setia kepada tanah air, rakyat, dan konstitusi, berjuang untuk memenuhi tugas yang diberikan oleh partai, negara, dan rakyat," kata Thuong dalam pernyataan yang disiarkan di televisi negara seperti dilansir CNN, Kamis.
Thuong adalah anggota termuda dari Politbiro partai, badan pembuat keputusan tertinggi negara dan dianggap sebagai veteran partai. Dia memulai karier politiknya saat masih di kampus melalui organisasi pemuda komunis.
Secara luas, Thuong dianggap dekat dengan Sekretaris Jenderal Nguyen Phu Trong, tokoh paling kuat di negara itu dan arsitek utama perjuangan partai dalam melawan korupsi.
Diplomat dan pengusaha telah menyuarakan keprihatinan tentang kampanye antikorupsi karena melumpuhkan banyak transaksi rutin di Vietnam. Pasalnya, para pejabat takut terlibat dalam tindakan keras tersebut.
Pemulihan Stabilitas dan Prediktabilitas
Seorang diplomat yang berbasis di Hanoi mengatakan pemilihan Thuong adalah langkah besar Sekretaris Jenderal Trong di tengah perebutan untuk menggantikannya, mengingat pemimpin berusia 78 tahun itu mungkin mundur sebelum akhir masa jabatan ketiganya pada tahun 2026.
Sekretaris jenderal biasanya dipilih dari antara salah satu pemimpin puncak.
Analis dan investor memandang pemilu sebagai indikasi kesinambungan dalam kebijakan luar negeri dan ekonomi negara.
"Tidak akan ada perubahan besar pada kebijakan luar negeri Vietnam setelah pemilihan Thuong," kata ahli Vietnam dari ISEAS–Yusof Ishak Institute, Le Hong Hiep.
Seorang investor asing yang berbasis di Vietnam, yang menolak disebutkan namanya, mengatakan pemilihan presiden tersebut mengakhiri ketidakpastian.
"Itu berarti stabilitas dan prediktabilitas dipulihkan," katanya.
Vietnam adalah penerima utama investasi asing, dengan para pemimpin bisnis sering menyebut stabilitas politiknya sebagai alasan utama untuk berinvestasi.
Advertisement