Penelitan Terbaru Ungkap Sistem Penopang Kehidupan Bumi Terancam Akibat Aktivitas Manusia

Artikel ini membahas penelitian terbaru yang mengungkap ancaman terhadap sistem penopang kehidupan Bumi akibat aktivitas manusia.

oleh Therresia Maria Magdalena Morais diperbarui 14 Jan 2024, 21:35 WIB
Diterbitkan 14 Jan 2024, 21:35 WIB
ilustrasi bumi.
ilustrasi bumi. (NASA)

Liputan6.com, Jakarta - Para ilmuwan telah memperingatkan bahwa Bumi melewati ruang operasi aman bagi manusia dalam enam dari sembilan kriteria pengukuran kesehatannya. Temuan penelitian terbaru menunjukkan bahwa dua dari tiga sisa pengukuran tersebut juga menuju arah yang salah.

Hal ini berarti sistem penopang kehidupan Bumi sedang didorong jauh dari keadaan stabil yang telah ada sejak berakhirnya Zaman Es terakhir 10.000 tahun yang lalu hingga dimulainya Revolusi Industri.

Katherine Richardson, penulis utama dari University of Copenhagen, mengatakan, "Kita dapat memandang Bumi seperti tubuh manusia, dan batasan planetar sebagai tekanan darah."

Katherine Richardson menjelaskan bahwa tekanan darah tinggi tidak secara pasti menandakan seseorang sedang mengalami serangan jantung, tetapi memang meningkatkan risikonya, "Oleh karena itu, kami berupaya menurunkan tekanan darahnya," ujarnya.

Mengutip dari Euronews, Minggu (14/1/2024), para ilmuwan internasional menyatakan bahwa iklim Bumi, keanekaragaman hayati, tanah, air tawar, polusi nutrien, dan bahan kimia 'baru' seperti mikroplastik dan limbah nuklir yang dihasilkan manusia, semuanya tidak berada pada tingkat yang seharusnya, seperti yang diungkapkan dalam jurnal Science Advances yang terbit pada Rabu 13 September 2023.

Berdasarkan penelitian ini, hanya tingkat keasaman di lautan, kesehatan udara, dan lapisan ozon yang masih berada dalam batas yang dianggap aman. Namun, polusi di laut maupun udara sedang mengalami peningkatan yang tidak menguntungkan.

Johan Rockstrom, co-author dalam penelitan ini sekaligus direktur Potsdam Institute for Climate Impact Research in Germany menyatakan, "Kita berada dalam kondisi yang sangat buruk. Analisis ini menunjukkan bahwa planet ini kehilangan ketahanannya dan 'pasien' pun jatuh sakit."

Menguak Batasan-batasan Kritis Bumi dan Tantangan Terkini bagi Keseimbangan Lingkungan

Aksi Unjuk Rasa Penghentian Penggunaan Bahan Bakar Fosil
Sebuah laporan iklim PBB yang dirilis bulan ini menyebutkan tahun 2025 sebagai batas waktu bagi emisi gas rumah kaca global sesuai dengan target Perjanjian Paris. (Marco BELLO/AFP)

Pada tahun 2009, Rockstrom bersama tim peneliti lainnya membentuk sembilan wilayah batas yang luas dan menggunakan pengukuran ilmiah untuk mengevaluasi kesehatan Bumi secara menyeluruh. Jurnal yang diterbitkan pada Rabu 13 September 2023 adalah versi terbaru dari tahun 2015 yang memasukkan faktor keenam ke dalam kategori yang tidak aman.

Rockstrom menjelaskan bahwa air sekarang diklasifikasikan sebagai di luar batas yang aman karena aliran sungai semakin memburuk, sementara pengukuran dan pemahaman terhadap masalah ini semakin membaik.

"Batasan-batasan tersebut menentukan nasib planet ini, sembilan faktor ini telah secara ilmiah terbukti oleh berbagai studi luar," ujarnya.

Tim ini umumnya menggunakan penelitian ilmiah yang telah ditinjau oleh para ahli lainnya untuk menetapkan standar yang dapat diukur sebagai batas keamanan.

Sebagai contoh, mereka menggunakan 350 bagian per sejuta karbon dioksida di udara, daripada pemanasan 1,5 derajat Celsius seperti yang disepakati dalam Paris Climate Agreement sejak masa pra-industri. Tahun 2023, konsentrasi karbon dioksida di udara mencapai 424 bagian per juta.

Jika Bumi dapat mengatasi sembilan faktor ini, maka keadaannya bisa relatif aman. Namun, menurut Rockstrom, saat ini hal itu belum terjadi.

Simulasi dan Solusi bagi Krisis Iklim dan Keanekaragaman Hayati

Ilustrasi perubahan iklim. (Dok. Pixabay)
Ilustrasi perubahan iklim. (Dok. Pixabay)

Setiap dari sembilan kriteria yang berbeda tidak berdiri sendiri, melainkan saling terhubung satu sama lain.

Ketika tim menggunakan simulasi komputer, mereka menemukan bahwa memperburuk satu faktor, seperti iklim atau keanekaragaman hayati, akan mempengaruhi faktor lain. Memperbaiki salah satu faktor juga dapat membantu faktor lain.

Rockstrom mengatakan hal ini seperti tes tekanan simulasi untuk planet.

Menurut penelitian ini, simulasi tersebut menunjukkan bahwa salah satu cara paling efektif yang dimiliki manusia untuk melawan perubahan iklim adalah membersihkan lahan dan menyelamatkan hutan.

Sebagai ilustrasi, mengembalikan hutan ke kondisi seperti pada akhir abad ke-20 akan menyediakan tempat penampungan alami yang besar untuk menyimpan karbon dioksida, daripada membiarkannya berada di udara dan memperangkap panas.

Rockstrom mengungkapkan bahwa keanekaragaman hayati berada dalam kondisi paling mengkhawatirkan. Hal ini juga tidak mendapatkan perhatian sebanyak isu-isu lainnya, seperti perubahan iklim.

"Keanekaragaman hayati adalah hal mendasar untuk menjaga siklus karbon dan siklus air tetap utuh," ungkap Rockstrom.

"Masalah terbesar yang kita hadapi saat ini adalah krisis iklim dan krisis keanekaragaman hayati," tambahnya.

Mengurai Kompleksitas Tantangan Lingkungan Bumi

Penyebab Perubahan Iklim
Ilustrasi Penyebab Perubahan Iklim Credit: pixabay

Para penulis dalam penelitian ini menyatakan bahwa ketahanan Bumi jauh lebih luas daripada hanya perubahan iklim.

Hasil penelitian ini adalah kerangka kerja yang membantu ilmuwan melacak dan mengkomunikasikan bagaimana tekanan-tekanan berbeda mengganggu sistem-sistemnya.

"Bumi adalah planet yang hidup, jadi konsekuensinya tidak mungkin diprediksi," tegas Sarah Cornell, co-author dari Stockholm University.

Namun, dekan studi lingkungan dari University of Michigan, Jonathan Overpeck, yang tidak terlibat dalam penelitian ini, menyatakan bahwa hasil temuan ini dapat memiliki implikasi yang sangat mengkhawatirkan bagi planet ini dan orang-orang seharusnya merasa prihatin.

"Analisis ini seimbang karena dengan jelas mengeluarkan peringatan keras, namun tidak terlalu menggiring ke kepanikan," kata Overpeck. "Yang terpenting, masih ada harapan," tambahnya.

Fakta bahwa hanya lapisan ozon yang mengalami perbaikan menunjukkan bahwa ketika dunia dan pemimpinnya memutuskan untuk mengakui dan mengatasi masalah, maka ada harapan untuk memperbaikinya.

Selain itu, menurut profesor kimia dan lingkungan dari Carnegie Mellon, Neil Donahue, kebanyakan dari masalah yang tersisa memiliki solusi yang telah kita ketahui. Beberapa ilmuwan keanekaragaman hayati telah lama mempertanyakan metode dan pengukuran Rockstrom, mengatakan bahwa hasilnya tidak terlalu berharga.

"Para ahli tidak sepakat secara persis mengenai lokasi batas-batasnya, atau sejauh mana sistem-sistem berbeda di Bumi ini dapat berpengaruh satu sama lain, tetapi kita sudah sangat mendekati titik bahaya," jelas profesor teknik lingkungan dari Carnegie Mellon, Granger Morgan, yang tidak terlibat dalam penelitian ini.

"Saya sering mengatakan jika kita tidak segera mengurangi tekanan yang kita berikan pada Bumi, kita akan terancam," ujar Morgan.

Penelitian ini mengatakan bahwa kemungkinan besar kita akan menjadi 'roti panggang yang gosong.'

Infografis Journal
Infografis Journal Dunia Kepanasan, Akibat Perubahan Iklim Ekstrem?. (Liputan6.com/Tri Yasni)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya