Pembakaran Al-Qu'ran Berulang di Barat, RI Soroti Tidak Adanya Kerangka Hukum untuk Mencegah atau Melarang

Indonesia menggarisbawahi bahwa penyalahgunaan kebebasan berpendapat dan berekspresi untuk menebarkan kebencian dan diskriminasi tidak dapat dibenarkan.

oleh Benedikta Miranti T.V diperbarui 03 Okt 2023, 23:16 WIB
Diterbitkan 03 Okt 2023, 23:16 WIB
Aksi Bela Alquran
Massa Aksi Bela Al-Qur'an 301 menggeruduk Kedutaan Besar (Kedubes) Swedia di Kuningan, Jakarta Selatan, Senin (30/1/2023). Selain memprotes aksi pembakaran Al-Qur'an oleh Rasmus Paludan yang dilakukan dalam demonstrasi di Swedia, massa juga mendesak Kedutaan Besar Swedia diusir dari Indonesia. (Liputan6.com/Herman Zakharia)

Liputan6.com, Jenewa - Pembakaran Al-Qur’an secara berulang dan terencana sering terjadi di sejumlah negara Eropa. Sebut saja seperti yang dilakukan Rasmus Paludan di Swedia.

Wakil Tetap Republik Indonesia di Jenewa Febrian A. Ruddyard menjelaskan bahwa negara-negara di mana aksi pembakaran Al-Qur'an terus terjadi, khususnya negara-negara di Eropa, tidak memiliki kerangka hukum dan kebijakan yang memadai untuk mencegah ataupun melarang secara hukum tindakan tersebut.

"Jika isu kebencian berbasis agama ini tidak segera di-address (tangani) maka pemenuhan kebebasan beragama atau berkepercayaan para penganut agama, termasuk religious minorities, akan terancam," ujar Febrian dalam pernyataan pers secara virtual, Selasa (3/10/2023). 

Hal itu berbeda dengan Indonesia, yang telah memiliki perangkat hukum yang mengatur kebencian berbasis agama yang terdapat dalam KUHP yang baru.

"Bagi Indonesia, penyalahgunaan kebebasan berpendapat dan berekspresi untuk menebarkan kebencian dan diskriminasi tidak dapat dibenarkan," kata dia.

 

Resolusi Menentang Jenis Kebencian terhadap Agama Manapun

Ilustrasi Toleransi
Ilustrasi Toleransi. (Bola.com/Pixabay)

Pada 12 Juli 2023, negara-negara anggota Dewan HAM PBB melakukan pemungutan suara atas resolusi "Countering Religious Hatred Constituting Incitement to Discrimination, Hostility or Violence" yang mengecam berbagai aksi pembakaran Al-Qur'an. Hasilnya, sebanyak 28 negara anggota Dewan HAM PBB menyetujui, 12 menolak, dan tujuh lainnya abstain.

Mereka yang menolak mengutuk aksi pembakaran Al-Qur'an berdalih mengedepankan kebebasan berpendapat dan berekspresi.  

"Indonesia turut mengawal dan aktif terlibat di dalam proses pembahasan resolusi, meskipun tahun ini Indonesia tidak sedang menjadi anggota Dewan HAM," terang Febrian.

Resolusi tersebut, jelas Febrian, tidak peruntukkan secara eksklusif untuk kebencian terhadap agama atau umat Islam saja, tetapi berlaku untuk semua jenis kebencian terhadap agama dan penganut agama manapun.

Tengah Dikaji Kembali

Wakil Tetap Republik Indonesia di Jenewa Febrian A. Ruddyard (2/12/2019). (Dok. Liputan6.com/Benedikta Miranti T.V)
Wakil Tetap Republik Indonesia di Jenewa Febrian A. Ruddyard (2/12/2019). (Dok. Liputan6.com/Benedikta Miranti T.V)

Insiden pembakaran Al-Qur'an yang terencana dan terus berulang, tegas Febrian, merupakan bentuk advokasi kebencian berbasis agama yang jelas bertentangan dengan Kovenan Internasional tentang Hak-Hak Sipil dan Politik, khususnya Pasal 20.

Febrian lebih lanjut menambahkan bahwa negara-negara tempat aksi pembakaran Al-Qur’an terjadi tengah mengkaji kembali aturan penistaan agama, walaupun kemajuannya masih minim.

"Swedia dan Denmark kini tengah me-review legislasi nasionalnya agar dapat melarang aksi-aksi penistaan terhadap objek atau simbol agama," imbuhnya.

Infografis Penodaan Agama (Liputan6.com/Triyasni)
Infografis Penodaan Agama (Liputan6.com/Triyasni)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya