Liputan6.com, Jakarta - Penelitian baru mengungkap bahwa langit saat ini dipenuhi dengan polusi logam dari pecahan sampah ruang angkasa yang terbakar saat memasuki kembali atmosfer.
Para peneliti memperingatkan bahwa tingkat kontaminasi yang tidak terduga ini diperkirakan akan naik secara besar-besaran dalam beberapa puluh tahun ke depan. Ini bisa mengakibatkan perubahan pada komposisi atmosfer Bumi dengan cara yang masih belum sepenuhnya kita pahami.
Baca Juga
Melansir dari Live Science, Minggu (29/10/2023), penelitian yang diterbitkan pada tanggal 16 Oktober di jurnal PNAS ini merupakan bagian dari misi Stratospheric Aerosol Processes, Budget and Radiative Effects (SABRE) yang dimiliki oleh National Oceanic and Atmospheric Administration's (NOAA), yang bertujuan memantau tingkat aerosol, yaitu partikel-partikel kecil yang mengambang di atmosfer.
Advertisement
Tim peneliti menggunakan pesawat khusus yang dilengkapi dengan alat untuk menangkap dan menganalisis partikel aerosol di stratosfer, yaitu lapisan kedua dari atmosfer yang terletak antara 7,5 hingga 31 mil (12 hingga 50 kilometer) di atas permukaan Bumi.
Tujuan dari penelitian tersebut adalah untuk mendeteksi partikel aerosol yang terbungkus dalam 'debu meteor' yang dihasilkan oleh batuan ruang angkasa yang terbakar saat memasuki atmosfer. Namun, yang terdeteksi oleh pesawat tersebut adalah tingkat tinggi dari unsur logam yang mencemari molekul yang mengambang, yang tidak dapat dijelaskan oleh meteor atau proses alamiah lainnya.
Aluminium, Tembaga, dan Litium Mengejutkan Para Peneliti
Dua hal yang paling mengejutkan adalah penemuan unsur niobium dan hafnium, keduanya adalah jenis logam langka yang digunakan dalam pembuatan komponen teknologi seperti baterai. Para peneliti juga heran dengan tingginya konsentrasi aluminium, tembaga, dan litium.
Menurut Daniel Murphy, penulis utama dari studi ini dan seorang ahli kimia atmosfer di Laboratorium Ilmu Kimia NOAA di Boulder, Colorado, pada awalnya para peneliti tidak mengira bahwa unsur-unsur tersebut akan ditemukan di stratosfer, dan mereka sempat bingung mengenai asal-usulnya.
Dalam pernyataannya, ia mengatakan, "Namun, kombinasi aluminium dan tembaga, ditambah niobium dan hafnium yang digunakan dalam paduan logam yang memiliki kinerja tinggi dan daya tahan panas, mengarahkan kita kepada industri penerbangan."
Para peneliti menyatakan bahwa ini adalah pertama kalinya polusi di stratosfer dikaitkan dengan masuknya kembali puing-puing luar angkasa.
Advertisement
Logam Terlepas saat Satelit Terbakar Kembali ke Bumi
Dalam keseluruhan, penelitian tersebut menemukan ada 20 unsur logam yang tidak ada secara alami di atmosfer bumi, seperti perak, besi, timbal, magnesium, titanium, berilium, kromium, nikel, dan seng. Tim peneliti menduga bahwa pendorong roket adalah sumber utama polusi.
Pendorong tersebut dilepaskan oleh roket setelah mereka melewati bagian atas atmosfer, kemudian jatuh kembali ke Bumi.
Tiongkok, yang sebelumnya dikritik karena serangkaian roket yang kembali tanpa terkendali, memiliki tanggung jawab besar terkait masuknya kembali pendorong roket tersebut. Namun, masalah serupa juga terjadi di Rusia dan NASA.
Satelit-satelit yang terjatuh dan tidak terawat, atau dilempar dari orbitnya karena pengaruh badai matahari, atau sengaja diarahkan untuk kembali ke Bumi, diperkirakan akan menghasilkan polusi logam yang substansial saat terbakar.
Diperkirakan bahwa polusi dari satelit akan semakin meningkat seiring dengan bertambahnya jumlah satelit komersial yang diluncurkan ke luar angkasa.
Memahami Implikasi Logam dalam Atmosfer
Hal yang patut diperhatikan adalah hampir 9.000 satelit yang saat ini berada di orbit rendah Bumi. Menurut Orbit Now, semuanya akhirnya akan jatuh kembali ke Bumi.
Dari seluruh aerosol yang dianalisis dalam penelitian baru ini, sekitar 10 persen mengandung logam dari sampah luar angkasa. Namun, para peneliti memperkirakan bahwa angka ini mungkin akan meningkat hingga sekitar 50 persen dalam beberapa dekade mendatang.
Saat ini, masih terlalu dini untuk memperkirakan dampak jangka panjang dari polusi ini terhadap planet kita. Namun, polusi atmosfer di masa lalu, seperti klorofluorokarbon (CFC), telah berperan dalam pembentukan lubang di lapisan ozon.
Aerosol juga memegang peran penting dalam memantulkan kembali sinar matahari ke luar angkasa, hal ini penting untuk mengatasi dampak dari perubahan iklim.
Daniel Murphy, penulis utama studi ini, menegaskan bahwa diperlukan banyak penelitian lebih lanjut untuk memahami implikasi dari logam-logam ini dalam atmosfer.
Advertisement