Kanada Bakal Beli Drone Bersenjata Amerika Serikat Senilai Rp29 Triliun

Pemerintah Kanada, pada Selasa (19/12), mengatakan bahwa pihaknya akan membeli 11 drone bersenjata dari produsen senjata Amerika Serikat, General Atomics

oleh Tim Global diperbarui 21 Des 2023, 07:02 WIB
Diterbitkan 21 Des 2023, 07:02 WIB
Ilustrasi bendera Kanada (AFP/Geoff Robins)
Ilustrasi bendera Kanada (AFP/Geoff Robins)

Liputan6.com, Jakarta - Pemerintah Kanada, pada Selasa (19/12), mengatakan bahwa pihaknya akan membeli 11 drone bersenjata dari produsen senjata Amerika Serikat, General Atomics. Senjata-senjata itu diperuntukkan untuk penempatan militer di luar negeri serta pemantauan pantai dan bantuan bencana.

Dengan harga US$ 1,87 miliar atau hampir 2,5 miliar dolar Kanada, pembelian itu mencakup stasiun kendali darat, hanggar dan batch awal rudal Hellfire, serta pelatihan. Drone MQ-9B itu diperkirakan akan dikirim pada 2028.

Menteri Pertahanan Kanada Bill Blair mengatakan sejumlah drone tersebut akan memastikan bahwa Kanada “memiliki senjata militer modern dan mudah beradaptasi serta siap merespons tantangan keamanan yang terus berkembang.”

Menurut sebuah pernyataan, drone-drone itu akan ditempatkan di pangkalan pantai Pasifik dan Atlantik Kanada, serta Arktik, dikutip dari VOA Indonesia, Rabu (20/12/2023).

Mampu terbang sejauh 7.200 kilometer dan bertahan di udara lebih dari 28 jam, drone-drone itu akan digunakan dalam misi luar negeri bersama sekutu, dan juga memantau wilayah Kanada yang luas dan garis pantai yang panjang. Drone itu juga dapat mendukung respons darurat sipil atas kebakaran hutan dan banjir, kata militer.

Pembelian drone tersebut dilakukan di saat angkatan udara Kanada telah meningkatkan armada pesawatnya yang sudah tua dengan jet-jet tempur F-35 baru, pesawat tanker, pesawat mata-mata dan helikopter penyelamat.

Serangan Drone AS di Suriah Tewaskan Pemimpin ISIS Usamah al-Muhajir

Ilustrasi militan ISIS (AFP)
Ilustrasi militan ISIS (AFP)

Militer Amerika Serikat (AS) pada Minggu (9/7/2023), mengatakan bahwa pihaknya melancarkan serangan drone yang menewaskan Usamah al-Muhajir, pemimpin ISIS di Suriah timur.

"Serangan pada Jumat (7/7) dilakukan oleh MQ-9 Reaper yang sama, yang pada hari sebelumnya, diganggu oleh pesawat Rusia dalam pertemuan yang berlangsung hampir dua jam," ungkap pernyataan dari Komando Pusat AS seperti dilansir The Guardian.

Dalam pernyataannya, militer AS menuturkan bahwa tidak ada indikasi warga sipil tewas dalam serangan itu. Militer AS tengah mengkaji laporan korban luka.

"Kami telah memperjelas bahwa kami tetap berkomitmen mengalahkan ISIS di seluruh wilayah," ujar Komandan Komando Pusat AS Jenderal Erik Kurilla dalam pernyataan tersebut.

Washington telah meningkatkan serangan dan operasi terhadap ISIS di Suriah, membunuh dan menangkap para pemimpin kelompok teroris itu yang berlindung di daerah-daerah yang berada dikendalikan pemberontak. ISIS kehilangan wilayah terakhirnya di Suriah pada tahun 2019.

Banyak pemimpin ISIS yang masih hidup diperkirakan telah merencanakan serangan di luar negeri.

Komandan militer AS mengungkapkan bahwa ISIS tetap menjadi ancaman signifikan di kawasan, meski kapalitasnya telah menurun dan kemampuannya untuk membangun kembali jaringannya melemah.

Pada puncaknya tahun 2014, ISIS menguasai sepertiga wilayah Irak dan Suriah. Meskipun dipukul mundur di kedua negara, militannya terus berontak.

Rusia Sebut AS Lakukan Pelanggaran Sistematis

Drone atau pesawat tanpa awak Amerika Serikat MQ-9 Reaper. (Dok. William Rosado/US Air Force/AFP)
Drone atau pesawat tanpa awak Amerika Serikat MQ-9 Reaper. (Dok. William Rosado/US Air Force/AFP)

Angkatan udara AS sebelumnya merilis rekaman video yang diklaimnya menunjukkan pertemuan antara drone-nya dengan jet tempur Rusia pada Rabu (5/7), yang memaksa MQ-9 Reaper mengambil tindakan mengelak.

Terkait peristiwa tersebut, Pusat Angkatan Udara AS mengatakan, "Peristiwa ini mewakili tingkat baru tindakan tidak profesional dan tidak aman oleh Angkatan Udara Rusia yang beroperasi di Suriah."

Komandan Angkatan Udara ke-9 di Timur Tengah Letnan Jenderal Alex Grynkewich mengungkapkan bahwa salah satu pilot Rusia memindahkan jet mereka di depan drone, mengurangi kemampuan operator drone untuk mengoperasikan pesawat dengan aman.

Sementara itu, Kepala Pusat Rekonsiliasi Rusia untuk Suriah Laksamana Muda Oleg Gurinov menuturkan militer Rusia dan Suriah telah memulai pelatihan bersama selama enam hari yang akan berakhir pada Senin.

Dalam komentar yang disampaikan media pemerintah Suriah, Gurinov menyebutkan bahwa Rusia prihatin dengan penerbangan drone oleh koalisi pimpinan AS di Suriah utara. Menurutnya, AS melakukan pelanggaran sistematis atas protokol yang dirancang untuk menghindari bentrokan antara kedua militer.

Infografis Jaringan isis di Belgia dan Prancis
Infografis Jaringan isis di Belgia dan Prancis (Liputan6.com/Abdillah)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya