Liputan6.com, Jakarta - Debat ketiga pemilu 2024 akan meliputi tema-tema kebijakan luar negeri, termasuk geopolitik dan pertahanan. Ada beberapa aspek yang membuat tema kebijakan luar negeriini sangat krusial bagi politik Indonesia.
Pertama, Indonesia sebagai negara besar di Asia Tenggara memiliki Konstitusi yang menugaskan untuk berperan aktif dalam perdamaian dunia, sehingga isu kebijakan luar negeri memiliki posisi penting bagi Indonesia secara konstitusional.
Baca Juga
Kedua, Indonesia merupakan aktor regional yang signifikan di Asia Tenggara, Asia Pasifik, ataupun Indo Pasifik, baik itu secara geografis dan ekonomi. Indonesia juga merupakan salah satu negara pendiri ASEAN.
Advertisement
Ketiga, Indonesia merupakan salah satu negara "emerging middle power" di tengah politik dunia yang semakin multipolar. Mengingat situasi tersebut, presiden Indonesia harus bisa cerdas dalam memperhatikan isu dan mendesain kebijakan luar negeri agar Indonesia tidak rugi di kancah internasional.
Yang tak kalah penting adalah potensi ekonomi Indonesia. Investasi dan perdagangan internasional harus memiliki aturan yang jelas agar tidak menguntungkan segelintir pihak, tetapi merugikan lingkungan, bisnis kecil, hingga pekerja dalam negeri.
Dan berikut kompilasi 5 isu geopolitik yang wajib dibahas dalam debat pilpres ketiga pada Minggu, 7 Januari 2024.
1. Pengungi Rohingya
Sejak November 2023, pengungsi Rohingya menghadapi gelombang penolakan di Aceh, bahkan ditolak mahasiswa. Penolakan ini berbeda dari sebelum-sebelumnya ketika Rohingya ditampung warga setempat.
Para etnis Rohingya itu datang ke Indonesia dari Bangladesh. Mereka pindah ke Bangladesh akibat aksi persekusi oleh pemerintah Myanmar. Tapi Malaysia juga sudah menolak pengungsi Myanmar. Thailand pun ogah menampung para pengungsi.
Masalah kemanusiaan Rohingya pun kini telah menjadi isu geopolitik di Asia Tenggara yang disorot dunia, dan perlu jalan keluar secara geopolitik.
Sebelumnya, capres Prabowo Subianto juga berkata tidak adil jika Indonesia harus menampung seluruh warga Rohingnya.
"Jadi masalah Rohingya ini adalah masalah dunia ya kan, menyangkut beberapa negara, tentu Indonesia kita harus mendekatinya dengan suatu sikap dan pendekatan yang integralistik," ujar Prabowo saat berkunjung ke Aceh pada Desember lalu.
Namun, pemerintah Myanmar yang melakukan perseksusi kepada Rohingya kini sedang sibuk sendiri karena gejolak dalam negeri akibat kudeta junta militer. Presiden Indonesia selanjutnya lantas perlu memikirkan solusi bersama agar isu Rohingya bisa selesai dengan baik.
Advertisement
2. Agresi Israel
Sejak Oktober 2023, perang di Jalur Gaza masih terus berlanjut dan lebih dari 20 ribu orang tewas, termasuk ribuan anak-anak. Israel masih terus menyerang Gaza dengan sokongan pemerintahan Presiden AS Joe Biden.
Meski perang berada di Jalur Gaza, Amerika Serikat sebenarnya khawatir jika konflik ini semakin meluas dan menganggu stabilitas di kawasan.
Simpati untuk Palestina di Indonesia juga sangat tinggi, sehingga para Capres RI perlu menjabarkan strategi apa yang mereka susun untuk mendorong perdamaian di Gaza, serta mencegah konflik kawasan yang lebih luas.
Pemerintah Indonesia sering memberikan ucapan mengecam, namun Afrika Selatan yang mengambil langkah tegas untuk melaporkan Israel ke Mahkamah Internasional.
Pemerintah Israel tidak gentar dan mengaku siap berargumen di Peace Palace melawan tuduhan Afrika Selatan pada 11-12 Januari 2024. Bagaimana pun hasil sidang tahap awal ini, pemerintah Indonesia semestinya bisa terus mengawal kasus terkait Israel.
3. Berbagai Masalah ASEAN
Saat menjadi tuan rumah ASEAN 2023, Indonesia sukses menggelar acara yang megah dan meriah. Di balik segala kemeriahan ASEAN, ada banyak masalah penting yang harus diperhatikan.
Dari segi demokrasi, Myanmar masih dikuasai oleh junta militer. Persekusi Rohingya juga awalnya terjadi di Myanmar sehingga mereka harus terusir ke negara lain. ASEAN pun tidak bisa berbuat banyak selain merilis ucapan-ucapan.
Di Kamboja, pemimpin negara saat ini adalah Hun Manet yang merupakan anak dari Hun Sen yang berkuasa selama nyaris 40 tahun. Lama kekuasaan Hun Sen lebih lama dari Presiden Soeharto yang mencapai 32 tahun.
Organisasi HAM dunia Amnesty melaporkan bahwa Hun Sen bersikap represif ke lawan politik dan media massa. Salah satu politisi eksil Kamboja, Sam Rainsy, sempat ke Indonesia pada awal 2023 dan bercerita kondisi negaranya sudah mirip Korea Utara.
ASEAN tampaknya tidak pusing dengan hal itu. Terbukti, Hun Sen tetap disambut di ASEAN Summit 2023 dan ia asyik bercengkerama dengan para pemimpin ASEAN di atas kapal pinisi.
Belum lagi masalah Laut China Selatan yang mana Filipina kerap berjuang sendiri melawan China. Alhasil, Amerika Serikat ikut masuk ke isu ini untuk membantu Filipina, sehingga membuat China makin kesal.
Hal inilah yang juga mesti disorot ketiga Capres RI 2024 mengenai masa depan ASEAN: Apakah ingin terus seperti ini atau apa akan ada perubahan baru.
Advertisement
4. Investasi China dan Strategi AS
Berdasarkan ukuran GDP, Republik Rakyat China (RRC) merupakan yang paling kuat di Asia. Negara-negara kawasan Asia Timur dan Asia Tenggara tentunya merasakan langsung efek dari ekonomi China.
Presiden RRC Xi Jinping meluncurkan program One Belt, One Road (OBOR) pada 2013 dan dampaknya terasa di seluruh dunia. Indonesia pun turut merasakan aliran investasi dari OBOR, seperti kereta cepat Jakarta-Bandung.
Investasi dari OBOR tentunya tidak gratis dan kini Indonesia utang puluhan triliun rupiah ke China demi Whoosh.
Isu OBOR ini turut mendapat perhatian dari Amerika Serikat. Council on Foreign Relations (CFR) menulis pada 2021 lalu bahwa OBOR memberikan tantangan kepada AS di berbagai lini, mulai dari ekonomi, politik, lingkungan, hingga keamanan
Amerika Serikat kini juga punya strategi sendiri, yakni "Indo-Pacific Strategy of the United States". Dokumen itu meliputi berbagai macam isu kerja sama dengan kawasan Indo-Pasifik, termasuk soal ekonomi, teknologi, dan keamanan.
Pada dokumen Indo-Pasifik yang Gedung Putih rilis pada 2022, nama Indonesia turut disebut sebagai "leading regional partners".
Mengingat posisi Indonesia yang penting di antara AS dan China, akan sangat aneh jika isu OBOR dan Indo-Pacific Strategy dilewatkan di debat para capres.
5. BRICS
Selain China, AS, dan ASEAN, para capres juga perlu membahas isu BRICS yang tampil sebagai "kompetitor" dari negara-negara Barat. Indonesia sebetulnya juga dipertimbangkan menjadi anggota BRICS, meski saat ini belum bergabung.
Sejauh ini, baru capres Prabowo Subianto yang membahas BRICS dan bahwaia siap mempertimbangkan Indonesia masuk BRICS jika ia terpilih menjadi presiden.
BRICS mungkin diidentikan dengan Rusia, akan tetapi harus diingat bahwa negara yang paling kuat di organisasi itu adalah China dan kemudian India. Ekonomi Rusia masih jauh di bawah dua negara tersebut.
Baru-baru ini, BRICS telah menyambut dua anggota baru, yakni Uni Emirat Arab, Mesir, dan Arab Saudi.
Menarik apabila Anies Baswedan, Prabowo Subianto, dan Ganjar Pranowo dapat membahas pro-kontra keanggotaan BRICS pada debat hari Minggu nanti.
Advertisement