Liputan6.com, Tel Aviv - Media Israel melaporkan bahwa anggota parlemen Israel (Knesset) bertemu pada 4 Januari 2024 untuk membahas seperti apa masa depan Jalur Gaza pasca perang Hamas Vs Israel dan menyerukan perekrutan pemukim yang bersedia pindah ke sana.
Ketua dewan, rabi, dan tokoh masyarakat juga menghadiri pertemuan tersebut.
Baca Juga
Menurut Israel News12, gerakan Nachala, yang bertanggung jawab mengorganisir pemukim untuk membentuk permukiman di wilayah baru, akan bertemu pada 28 Januari di markas besar mereka di Yerusalem untuk membahas masalah ini lebih lanjut.
Advertisement
Pertemuan tersebut diselenggarakan di tengah tanda-tanda mengkhawatirkan mengenai fase perang selanjutnya dan seruan untuk permukiman di Jalur Gaza.
Nachala menyatakan bahwa ada peningkatan permintaan untuk permukiman baru di Jalur Gaza dan ribuan orang telah meminta untuk menjadi bagian dari itu. Dalam pertemuan pada 28 Januari, peta dan tahapan permukiman yang diusulkan untuk dibangun di Gaza diduga kuat akan dipresentasikan.
Gerakan Nachala juga menambahkan bahwa pada konferensi-konferensi sebelumnya juga telah hadir anggota Knesset yang mendukung proses tersebut, termasuk Tali Gottlieb, Ariel Kellner, dan Limor Son Har Melech.
Ketua Gerakan Nachala Daniela Weiss seperti dilansir Middle East Eye, Selasa (9/1) mengatakan, "Setelah pembantaian mengerikan pada 7 Oktober (serangan Hamas), setiap hari kita mendengar lebih banyak menteri dan anggota Knesset yang memahami bahwa hanya ada satu pilihan untuk mengakhiri pertempuran dengan musuh di Gaza – yaitu mengembalikan tanah itu kepada rakyat Israel dan menempatkan orang-orang Yahudi di Gaza."
Weiss juga menuturkan kepada media Israel bahwa mereka harus memiliki tujuan selain perang, menghancurkan Hamas, dan memulangkan para sandera, yaitu menjadikan seluruh Jalur Gaza sebagai tempat bagi komunitas baru Israel.
"Sekitar dua juta orang Arab masih tersisa di Gaza dan mereka tidak akan tinggal di sana. Mereka akan pindah ke negara lain. Mereka kehilangan alasan untuk tinggal di sana," tambahnya.
Weiss mengaku dia telah merencanakan dua pertemuan dengan para pemimpin dari 15 organisasi berbeda untuk merencanakan permukiman kembali di Jalur Gaza.
"Israel harus menciptakan masalah bagi negara-negara Arab, sampai pada titik di mana Mesir, Yordania, dan Turki terpaksa menerima mereka sebagai pengungsi seperti yang mereka lakukan dari Suriah. Kita tidak boleh menawarkan apa pun kepada mereka untuk pergi. Saya tidak fokus pada apa yang terbaik bagi mereka, tapi tentang apa yang terbaik bagi Israel," ujarnya.
2 Menteri Israel Dukung Pembangunan Permukiman Yahudi di Gaza
Pekan lalu, para menteri sayap kanan Israel terang-terangan menyerukan "permukiman kembali di Gaza".
Menteri Keamanan Nasional Itamar Ben Gvir dan Menteri Keuangan Bezalel Smotrich mengatakan mereka "mendorong" migrasi warga Palestina dari Gaza, memandangnya sebagai solusi perang.
Ben Gvir menambahkan bahwa dia percaya itu adalah solusi yang benar, adil, bermoral, dan manusiawi.
"Saya tidak mengesampingkan pemukiman Yahudi di sana, saya yakin ini juga merupakan hal yang penting," ujarnya.
Dia menambahkan, "Israel akan secara permanen menguasai wilayah Jalur Gaza, termasuk melalui pembangunan permukiman."
Advertisement
AS Menentang Gagasan Menteri Israel untuk Kuasai Gaza
Sehari setelah komentar menteri Israel tersebut dilontarkan, Kementerian Luar Negeri Amerika Serikat (Kemlu AS) menyebut retorika itu menghasut dan tidak bertanggung jawab.
Kemlu AS menegaskan, "Pernyataan seperti itu (harus) segera dihentikan dan bahwa kami sudah jelas, konsisten, dan tegas bahwa Gaza adalah tanah Palestina dan akan tetap menjadi tanah Palestina, dengan Hamas tidak lagi mengendalikan masa depannya dan tidak ada teror kelompok yang mampu mengancam Israel."
Perang di Jalur Gaza dimulai setelah serangan Hamas terhadap Israel yang menewaskan sekitar 1.140 orang pada 7 Oktober. Israel sejak itu melancarkan serangan brutal ke Jalur Gaza yang telah membunuh sedikitnya 22.000 orang dan melukai lebih dari 50.000 lainnya.
Sejak perang meletus, Jalur Gaza telah terjerumus ke dalam krisis kemanusiaan yang parah gara-gara Israel memutus akses bahan bakar, makanan, air, listrik dan bantuan pada 9 Oktober.