Suhu Panas Mulai Turun, Bangladesh Kembali Buka Sekolah

Gelombang panas yang terjadi di Bangladesh dinyatakan sebagai yang terburuk dalam 70 tahun terakhir. Pasalnya, suhu rata-rata mencapai 43,8 Celsius.

oleh Tim Global diperbarui 07 Mei 2024, 07:03 WIB
Diterbitkan 07 Mei 2024, 07:03 WIB
Ilustrasi suhu udara panas (Istimewa)
Ilustrasi suhu udara panas (Istimewa)

Liputan6.com, Dhaka - Sekolah-sekolah di Bangladesh, pada Minggu (5/5/2024), dibuka kembali setelah gelombang panas terjadi. Bangladesh mengalami suhu panas hingga lebih dari 40 derajat Celcius.

Negara itu sempat ragu untuk membuka kembali sekolah bagi sekitar 33 juta siswa di tengah tekanan untuk mempersiapkan siswa menghadapi ujian.

Sementara gelombang panas yang dicatat sebagai yang terburuk dalam 70 tahun terakhir itu telah menyebabkan suhu melonjak mencapai 43,8 Celsius pada minggu lalu.

Banyak orang meninggal dunia akibat suhu panas. Para pakar memperingatkan, suhu panas bisa semakin buruk dan memperlebar kesenjangan terkait pembelajaran, dikutip dari laman VOA Indonesia, Selasa (7/5).

Para orang tua menyambut baik keputusan tersebut.

Para ilmuwan mengatakan, perubahan iklim menyebabkan gelombang panas lebih sering, parah, dan berkepanjangan selama musim panas.

Badan PBB untuk Urusan Anak-anak memperkirakan satu dari tiga anak, atau hampir 20 juta anak, di dataran rendah Bangladesh menanggung beban paling berat akibat perubahan iklim setiap hari.

Secara terpisah, kebakaran yang terjadi di tengah gelombang panas pada Sabtu (4/5) dan menyebar ke Sundarbans, hutan bakau terbesar di dunia yang menjadi rumah bagi harimau Royal Bengal dapat dikendalikan, kata para pejabat.

Gelombang panas yang hebat juga menyebabkan kekurangan air dan seringnya pemadaman listrik. Sehingga masyarakat mengalami kesulitan.

Indonesia Tidak Diterjang Gelombang Panas, Ini Penjelasan BMKG

Suhu Panas Tak Biasa Landa Indonesia Beberapa Hari Terakhir
Warga menggunakan payung saat berjalan di tengah cuaca terik di kawasan Bundaran HI, Jakarta, Senin (24/4/2023). Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) menyampaikan dinamika atmosfer yang tidak biasa menjadi salah satu penyebab Indonesia mengalami suhu panas dalam bebrapa hari terakhir. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Sementara itu, Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Dwikorita Karnawati menegaskan bahwa cuaca panas yang terjadi di Indonesia akhir-akhir ini bukanlah akibat gelombang panas atau heatwave. Berdasarkan karakteristik dan indikator statistik pengamatan suhu yang dilakukan BMKG, fenomena cuaca panas tersebut tidak dapat dikategorikan sebagai gelombang panas.

"Memang betul, saat ini gelombang panas sedang melanda berbagai negara Asia, seperti Thailand dengan suhu maksimum mencapai 52 derajat Celcius. Kamboja, dengan suhu udara mencapai level tertinggi dalam 170 tahun terakhir, yaitu 43 derajat Celcius pada minggu ini. Namun, khusus di Indonesia yang terjadi bukanlah gelombang panas, melainkan suhu panas seperti pada umumnya," ungkap Dwikorita kepada wartawan, Senin (6/5/2024).

Dwikorita menerangkan, kondisi maritim di sekitar Indonesia dengan laut yang hangat dan topografi pegunungan mengakibatkan naiknya gerakan udara. Sehingga dimungkinkan terjadinya penyanggaan atau buffer kenaikan temperatur secara ekstrem dengan terjadi banyak hujan yang mendinginkan permukaan secara periodik. Hal inilah yang menyebabkan tidak terjadinya gelombang panas di wilayah Kepulauan Indonesia.

Suhu panas yang terjadi, kata Dwikorita, adalah akibat dari pemanasan permukaan sebagai dampak dari mulai berkurangnya pembentukan awan dan berkurangnya curah hujan. Sama halnya dengan kondisi “gerah” yang dirasakan masyarakat Indonesia akhir-akhir ini.

Hal tersebut, kata dia, juga merupakan sesuatu yang umum terjadi pada periode peralihan musim hujan ke musim kemarau, sebagai kombinasi dampak pemanasan permukaan dan kelembaban yang masih relatif tinggi pada periode peralihan ini.

"Periode peralihan ini umumnya dicirikan dengan kondisi pagi hari yang cerah, siang hari yang terik dengan pertumbuhan awan yang pesat diiringi peningkatan suhu udara, kemudian terjadi hujan pada siang menjelang sore hari atau sore menjelang malam hari," paparnya.

Malam Hari Suhu Udara Terasa Gerah

Waspada, Cuaca Jakarta Memanas
Warga beraktivitas menggunakan payung saat suhu udara mencapai 35 derajat Celcius di Kawasan Jalan MH Thamrin, Jakarta, Selasa (22/10/2019). (Liputan6.com/Helmi Fithriansyah) Event

Sedangkan pada malam hari, kondisi gerah serupa juga dapat terasa jika langit masih tertutup awan dengan suhu udara serta kelembaban udara yang relatif tinggi. Selanjutnya, udara berangsur-angsur dirasakan mendingin kembali jika hujan sudah mulai turun.

Sementara itu, Deputi Bidang Klimatologi, Ardhasena Sopaheluwakan menyampaikan, suhu udara maksimum tertinggi di Indonesia selama sepekan terakhir tercatat terjadi di Palu 37,8 derajat Celcius pada 23 April lalu. Suhu udara maksimum di atas 36,5 derajat Celcius juga tercatat di beberapa wilayah lain, yaitu pada tanggal 21 April di Medan, Sumatera utara yang mencapai 37,0 cerajat Celcius, dan di Saumlaki, Maluku mencapai suhu maksimum sebesar 37.8 derajat Celcius, serta pada tanggal 23 April di Palu, Sulawesi Tengah mencapai 36,8 derajat Celcius.

Berdasarkan hasil pantauan jaringan pengamatan BMKG, kata Ardhasena, hingga awal Mei 2024 menunjukkan bahwa baru sebanyak delapan persen wilayah Indonesia (56 Zona Musim atau ZOM) telah memasuki musim kemarau.

Infografis Petaka El Nino di Planet Bumi Picu Gelombang Panas Ekstrem
Infografis Petaka El Nino di Planet Bumi Picu Gelombang Panas Ekstrem (Liputan6.com/Gotri/Abdillah)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya