, Kabul - Setidaknya 315 orang tewas usai banjir bandang melanda wilayah utara Afghanistan pada awal Mei 2024. Pencarian terhadap orang hilang masih berlangsung.
Menurut Taliban, lebih dari 1.600 orang mengalami luka-luka. Ribuan rumah dikabarkan rusak dan banjir yang melanda diikuti oleh suhu panas. Dikutip dari DW Indonesia, Rabu (22/5/2024).
Baca Juga
"Temperatur meningkat hingga lebih dari 30 derajat di beberapa daerah. Akibatnya, banyak kawasan tertutup lumpur yang mengering dan menjadi padat. Beberapa daerah sulit dijangkau karena jalan rusak," lapor Thomas ten Boer melalui telepon percakapan dengan DW dari ibu kota Afghanistan, Kabul.
Advertisement
Dia adalah direktur lembaga bantuan kemanusiaan Jerman Welthungerhilfe di Afghanistan.
"Kami berusaha menyediakan makanan dan air minum bagi para penyintas," katanya.
Banjir menghancurkan penghidupan banyak keluarga yang bergantung hidup pada pertanian. Mereka kini membutuhkan bantuan jangka panjang, kata ten Boer.
"Menurut perkiraan awal kami, lebih dari 10.000 hektar lahan pertanian hancur akibat banjir," kata Latif Nazari, wakil menteri perekonomian di pemerintahan Taliban, dalam wawancara dengan DW Indonesia.
"Bantuan kemanusiaan tidak boleh dikaitkan dengan tuntutan politik," tuntutnya, seraya menambahkan bahwa pemerintah di Kabul telah menghubungi PBB dan LSM internasional serta meminta dukungan finansial dan teknis dari semua donor internasional.
Krisis Iklim Lazimkan Bencana Cuaca Ekstrem
Bencana alam terbaru ini semakin memperburuk darurat kemanusiaan di Afganistan yang telah berlangsung sejak sebelum kekuasaan Taliban.
Gempa bumi dan banjir melanda bertubi-tubi sejak awal tahun. Afganistan tidak siap menghadapi peristiwa cuaca ekstrem seperti kekeringan atau hujan lebat yang datang tiba-tiba.
Menurut para ahli, hingga 80 persen penduduk Afganistan bergantung pada pertanian.
Kedaruratan diperparah dengan pemulangan paksa lebih dari setengah juta warga Afghanistan dari Pakistan dan Iran, serta lenyapnya bantuan keuangan menyusul penarikan organisasi internasional sejak Taliban berkuasa.
Menurut PBB, 97 persen penduduk Afghanistan hidup di bawah garis kemiskinan. Sekitar 23,7 juta dari 40 juta penduduk bergantung pada bantuan kemanusiaan untuk bertahan hidup.
Sebanyak enam juta orang berada di ambang bencana kelaparan. Tahun ini saja, dibutuhkan dana sebesar USD 3,06 miliar hanya untuk mendukung kebutuhan dasar, terutama bagi kelompok masyarakat rentan seperti anak-anak dan perempuan.
Advertisement
Memperkuat Ketahanan Masyarakat
"Sampai April 2024, hanya kurang dari delapan persen dari perkiraan kebutuhan darurat kemanusiaan dan bantuan bencana di Afghanistan pada tahun 2024 yang telah terpenuhi," tulis Katja Mielke, pakar Afghanistan dari Pusat Studi Konflik Internasional Bonn, BICC, kepada DW.
Namun begitu, negara-negara donor menyadari perlunya berinvestasi dalam ketahanan masyarakat Afghanistan.
Saat ini, sudah ada program ketahanan pangan, air dan kesehatan yang diterapkan secara lokal melalui organisasi internasional dan nasional.
"Karena kekurangan dana, hanya sedikit dari penerima bantuan yang dapat dijangkau," tutur Mielke.
"Pada tingkat strategis, sanksi terhadap Afganistan harus segera dicabut dan devisa negara yang dibekukan harus segera dikucurkan untuk merangsang perekonomian. Hal ini dapat memberikan insentif sehingga pengusaha Afganistan dapat membangun struktur dan berinvestasi dalam jangka panjang."
Pada tingkat operasional, prinsip dukungan yang jauh dari negara namun dekat dengan masyarakat, yang diinginkan oleh banyak negara donor, termasuk Jerman, dapat dilaksanakan dengan baik melalui kerja sama langsung dengan masyarakat.
"Perwakilan masyarakat lokal paling mengetahui kebutuhan mereka dan idealnya dapat memastikan bahwa distribusi didasarkan pada kebutuhan dan bahwa perempuan tidak dikucilkan," kata pakar BICC tersebut.