Berapa Banyak Lubang Hitam di Alam Semesta? Ini Jawabannya

Lubang hitam tak terlihat ternyata semakin membuat keberadaannya menjadi berbahaya. Keberadaan lubang hitam sebetulnya tidak bisa terlihat secara langsung atau bahkan dengan jelas karena lubang hitam memiliki gravitasi yang sangat tinggi.

oleh Switzy Sabandar diperbarui 19 Des 2024, 05:00 WIB
Diterbitkan 19 Des 2024, 05:00 WIB
Gambar pertama black hole atau lubang hitam supermasif, yang dikenal sebagai Sagittarius A*, di pusat galaksi Bima Sakti. (Xinhua/National Science Foundation AS)
Gambar pertama black hole atau lubang hitam supermasif, yang dikenal sebagai Sagittarius A*, di pusat galaksi Bima Sakti. (Xinhua/National Science Foundation AS)

Liputan6.com, Jakarta - Lubang hitam atau black hole merupakan objek luar angkasa yang mampu menarik cahaya dengan gaya gravitasi yang sangat kuat. Namun meski telah menjadi objek penelitian selama puluhan tahun, lubang hitam masih menjadi misteri.

Lubang hitam tak terlihat ternyata semakin membuat keberadaannya menjadi berbahaya. Keberadaan lubang hitam sebetulnya tidak bisa terlihat secara langsung atau bahkan dengan jelas karena lubang hitam memiliki gravitasi yang sangat tinggi.

Lubang hitam dapat menghisap cahaya sekali pun yang ada di dekatnya, sehingga membuat keberadaannya tak terlihat. Para astronom hanya dapat menemukan lubang hitam pada situasi tertentu, seperti saat lubang hitam tengah menarik gas dari bintang sekitarnya maupun melebur bersama.

Kemudian, lubang hitam melepaskan gelombang gravitasi atau riak dalam struktur ruang dan waktu. Lalu, ada berapa lubang hitam di alam semesta ini?

Melansir laman Live Science pada Rabu (18/12/2024), para peneliti memperkirakan terdapat jutaan lubang hitam kecil yang belum terdeteksi. Studi ini dipublikasikan di The Astrophysical Journal dan menunjukkan bahwa setidaknya 1 persen dari total objek di alam semesta terkait dengan keberadaan lubang hitam.

Lubang hitam terbentuk dari bintang-bintang yang mengalami kehancuran pada akhir siklus hidupnya. Bintang dengan massa besar akan meledak dalam supernova dan kemudian runtuh menjadi lubang hitam.

Para peneliti harus mengambil beberapa pemodelan evolusi galaksi selama miliaran tahun dari sejarah terbentuknya kosmik untuk mengetahui berapa banyak lubang hitam di alam semesta. Sementara, galaksi adalah sistem masif yang terikat dengan gaya gravitasi, dan terdiri atas bintang, gas, debu medium antarbintang, serta materi gelap.

Jumlahnya tak hanya satu, beberapa galaksi yang telah diteketahui antara lain Galaksi Bima Sakti, Tadpole, Black Eye, Sombrero, dan Galaksi Whirpool. Galaksi merupakan rumah bagi bintang-bintang, dan evolusi yang terjadi sangat memengaruhi seberapa banyak jumlah setiap jenis bintang yang muncul di dalamnya.

Beberapa galaksi dapat terus membentuk bintang baru per tahunnya. Sedangkan pada galaksi lainnya yang mungkin telah bergabung, memicu putaran formasi bintang yang sangat tinggi untuk membakar habis mereka.

Kemudian untuk menghitung jumlah lubang hitam, para astronom melakukan pengamatan statistik galaksi yang diketahui melalui waktu kosmik. Saat itu, alam semesta akan terlihat sama dari setiap tempat pada waktu kosmik yang sama.

Para peneliti harus mencatat tren secara total dari tingkat penggabungan galaksi dan demografi. Selain itu, menurut astronom 'metalik' galaksi atau logam yang merupakan ukuran elemen selain hidrogen dan helium di dalam galaksi menjadi faktor lain agar penghitungan lubang hitam dapat dilakukan.

 

Gas Lebih Banyak

Sederhananya, galaksi yang lebih besar mempunyai gas yang lebih banyak untuk membentuk lebih banyak bintang. Banyaknya kandungan logam akan meningkatkan pendinginan gas, yang akhirnya mengefisiensikan galaksi dalam menghasilkan bintang baru.

Dengan model penelitian yang dimiliki, para astronom akan mudah mengetahui berapa banyak jumlah bintang kecil, bintang sedang, dan bintang besar yang tersebar di alam semesta. Tak berhenti sampai di situ, peneliti harus melacak evolusi dari kematian bintang-bintang.

Dalam studi ini, para peneliti menggunakan simulasi komputer untuk memahami bagaimana bintang tertentu, berdasarkan massanya dan kandungan logam, berevolusi menjadi lubang hitam. Hasil simulasi menunjukkan bahwa hanya sebagian kecil dari bintang-bintang terbesar yang akhirnya membentuk lubang hitam.

Langkah berikutnya adalah melacak evolusi sistem bintang biner. Dalam sistem ini, satu bintang bisa menyuplai materi gas ke bintang kembar atau ke lubang hitam yang berdekatan.

Hal ini memperpanjang umur sistem dan memungkinkan lubang hitam untuk terus berkembang. Para astronom juga memperkirakan bahwa seiring bertambahnya usia, lubang hitam akan terus "memakan" gas dan debu di sekitarnya.

Proses ini disebut sebagai akresi, di mana materi yang jatuh ke dalam lubang hitam akan memancarkan energi dalam bentuk gelombang elektromagnetik. Kasus penggabungan lubang hitam (merger) memerlukan perhitungan yang lebih kompleks.

Para peneliti memanfaatkan data dari observatorium gelombang gravitasi seperti LIGO dan Virgo untuk mendeteksi riak dalam ruang-waktu yang dihasilkan dari penggabungan lubang hitam. Dalam waktu kosmik, alam semesta terlihat seragam dari semua tempat pada periode tertentu.

Dengan mencatat tren penggabungan galaksi dan evolusi bintang, para peneliti dapat memperkirakan jumlah total lubang hitam di alam semesta.

(Tifani)

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya