Liputan6.com, Brussels - NATO meluncurkan misi baru untuk melindungi kabel bawah laut di wilayah Laut Baltik setelah beberapa insiden yang meningkatkan kekhawatiran akan sabotase dan spionase Rusia di kawasan strategis tersebut. Hal tersebut disampaikan Sekretaris Jenderal NATO Mark Rutte pada Selasa (14/1/2025).
Rutte mengatakan misi ini akan melibatkan fregat, pesawat patroli maritim, dan armada drone laut untuk meningkatkan pengawasan dan pencegahan.
Advertisement
Baca Juga
"Di seluruh aliansi, kami telah melihat upaya untuk merusak masyarakat kami melalui serangan siber, percobaan pembunuhan, dan sabotase, termasuk kemungkinan sabotase kabel bawah laut di Laut Baltik," kata Rutte setelah bertemu dengan pemimpin negara-negara Baltik di Helsinki seperti dikutip dari AP, Kamis (16/1).
Advertisement
Rutte menambahkan bahwa lebih dari 95 persen lalu lintas internet melewati kabel bawah laut dan 1,3 juta kilometer kabel menjamin transaksi keuangan senilai sekitar USD 10 triliun setiap hari.
Sementara Rutte berada di Helsinki, ada laporan dari stasiun TVP World Polandia yang menyebutkan bahwa kapal milik "armada bayangan" Rusia terlihat berputar di sekitar pipa gas alam yang mengalir dari Norwegia ke Polandia. Namun, militer Polandia kemudian membantah laporan tersebut dan mengatakan bahwa insiden itu tidak terjadi.
Armada bayangan terdiri dari ratusan kapal tanker tua yang tidak diketahui pemiliknya dan sering menghindari sanksi, namun mengirimkan pendapatan minyak ke Moskow, sehingga menjadi perhatian bagi negara-negara Eropa.
Rutte menegaskan lawan harus tahu bahwa NATO tidak akan membiarkan serangan terhadap infrastruktur kritisnya.
"Kami akan melakukan apa saja untuk melawan, melihat apa yang terjadi, dan mengambil langkah-langkah selanjutnya agar itu tidak terulang lagi," tegas Rutte.
Pertemuan itu dihadiri oleh para pemimpin dari Finlandia, Jerman, Polandia, Denmark, Swedia, Latvia, Lithuania, dan Estonia.
Peringatan
Dalam sebuah pernyataan, negara-negara Laut Baltik memperingatkan bahwa mereka berhak, sesuai hukum internasional, untuk bertindak terhadap kapal yang diduga menghindari sanksi dan mengancam keamanan, infrastruktur, dan lingkungan.
Mereka juga mengatakan bahwa penggunaan armada bayangan oleh Rusia adalah ancaman serius terhadap keamanan maritim dan lingkungan. Mereka menambahkan bahwa selain mengancam infrastruktur bawah laut, praktik ini juga membantu mendanai perang ilegal Rusia melawan Ukraina.
Sebagai tanggapan, para pemimpin berjanji untuk mulai menggunakan solusi inovatif dan mengembangkan teknologi baru untuk memantau dan melacak kapal yang mencurigakan serta memantau bawah laut.
Mereka juga berencana mencari cara hukum baru untuk menangani masalah ini, meningkatkan berbagi informasi, dan memperkuat kemitraan dengan sektor swasta, terutama operator infrastruktur dan perusahaan teknologi.
Beberapa insiden telah menambah kekhawatiran keamanan. Pada 26 Desember, polisi dan penjaga perbatasan Finlandia menggeledah kapal Eagle S yang terkait dengan Rusia untuk menyelidiki apakah kapal tersebut merusak kabel daya Laut Baltik dan kabel data.
Kanselir Olaf Scholz mengatakan bahwa Jerman akan ikut dalam misi Baltic Sentry. Ketika ditanya apakah itu berarti Jerman akan mengirimkan kapal atau pesawat patroli, dia menjawab, "Kami akan berpartisipasi dengan segala kemampuan kapal angkatan laut yang kami miliki. Itu akan bervariasi tergantung pada kebutuhan penempatan."
Swedia juga mengumumkan bahwa mereka akan mengirimkan hingga tiga kapal perang untuk memperkuat kehadiran NATO di Laut Baltik dan melindungi infrastruktur bawah laut dari sabotase.
Ketika ditanya lebih lanjut tentang rincian operasi ini, Rutte menghindari memberikan jumlah kapal yang akan terlibat, karena angka tersebut bisa berubah setiap minggu. "Kami tidak ingin memberi musuh kami lebih banyak informasi dari yang sudah mereka ketahui," katanya.
Rutte juga menambahkan, "Kami akan memanfaatkan semua kemampuan yang kami miliki sebagai aliansi untuk menjalankan misi ini."
Advertisement