Ilmuwan Kembangkan Teori Hindari Tabrakan Asteroid di Masa Depan

Einstein menunjukkan bahwa medan gravitasi yang kuat dapat membengkokkan lintasan cahaya, sebuah fenomena yang kemudian dikenal sebagai "lensa gravitasi."

oleh Switzy Sabandar diperbarui 29 Jan 2025, 05:00 WIB
Diterbitkan 29 Jan 2025, 05:00 WIB
Ilustrasi asteroid
Ilustrasi asteroid. (Gambar oleh MasterTux dari Pixabay)... Selengkapnya

Liputan6.com, Jakarta - Para ilmuwan terus mengembangkan teknologi dan metode untuk mencegah potensi tabrakan asteroid dengan Bumi di masa depan. Salah satu pendekatan inovatif adalah dengan menghitung pembengkokan gravitasi cahaya untuk menentukan posisi pasti asteroid dan memperkirakan potensi ancamannya.

Melansir laman Phys pada Selasa (28/01/2025). teori pembengkokan gravitasi cahaya atau gravitational bending of light pertama kali dikenalkan oleh Isaac Newton pada abad ke-17 sebagai bagian dari teorinya tentang gravitasi. Namun, teori ini baru benar-benar dibuktikan secara ilmiah oleh Albert Einstein pada tahun 1915 melalui teori relativitas umum.

Einstein menunjukkan bahwa medan gravitasi yang kuat dapat membengkokkan lintasan cahaya, sebuah fenomena yang kemudian dikenal sebagai "lensa gravitasi." Konsep ini menjelaskan bagaimana cahaya dari objek yang sangat jauh, seperti bintang atau galaksi, dapat melengkung ketika melewati medan gravitasi besar, misalnya gravitasi yang dihasilkan oleh matahari atau planet-planet besar di tata surya.

Meskipun sumber cahaya dari sebagian besar objek memiliki lintasan lurus sehingga dapat terlihat langsung. Hal ini menjadi lebih rumit untuk objek yang lebih jauh atau lebih kecil, seperti asteroid, karena efek gravitasi.

Dalam sebuah penelitian terbaru yang diterbitkan di jurnal Monthly Notices of the Royal Astronomical Society, para ilmuwan Spanyol berhasil menguraikan formula baru untuk menghitung sudut pembengkokan gravitasi cahaya (gravitational bending of light angle atau GBL). Persamaan ini disebut sebagai "perhitungan paling akurat hingga saat ini mengenai sudut GBL oleh objek masif statis."

Penemuan ini penting karena memungkinkan para ilmuwan untuk melacak lintasan berbagai objek kosmik, termasuk asteroid, dengan akurasi yang lebih tinggi. Dengan menggunakan rumus ini, mereka dapat memprediksi orbit objek-objek minor di Tata Surya yang berpotensi menimbulkan ancaman bagi Bumi.

Mengingat sekitar 2.000 asteroid dekat Bumi ditemukan setiap tahun oleh observatorium seperti Catalina Sky Survey, kemampuan untuk menghitung lintasan asteroid secara akurat menjadi semakin penting. Meski menemukan target relatif mudah, langkah untuk mengubah arah atau menghentikan ancaman antarplanet tersebut jauh lebih kompleks.

Menurut data dari NASA, asteroid yang memiliki ukuran lebih dari 140 meter berpotensi menyebabkan kerusakan besar jika menabrak Bumi. Oleh karena itu, berbagai sistem pertahanan antarplanet telah dirancang untuk mencegah skenario bencana seperti ini.

Salah satu langkah konkret yang telah dilakukan adalah misi Double Asteroid Redirection Test (DART) yang diluncurkan oleh NASA pada tahun 2022. Dalam proyek tersebut, sebuah satelit seukuran lemari es berhasil diarahkan untuk menabrak asteroid kecil bernama Dimorphos, yang berjarak lebih dari 11 juta kilometer dari Bumi.

Proyek ini menunjukkan bahwa mengubah lintasan asteroid menggunakan teknologi manusia adalah sesuatu yang mungkin dilakukan. Selain itu, ilmuwan terus mengembangkan teknologi berbasis energi, seperti penggunaan laser bertenaga tinggi untuk menguapkan permukaan asteroid, sehingga menghasilkan dorongan kecil yang mampu mengubah lintasannya secara perlahan.

Ada pula konsep penggunaan pesawat ruang angkasa berbobot besar yang bertindak sebagai "traktor gravitasi," menarik asteroid keluar dari jalurnya dengan memanfaatkan gravitasi pesawat itu sendiri. Persamaan yang dikembangkan oleh para ilmuwan Spanyol ini memiliki aplikasi yang jauh melampaui deteksi asteroid.

Teknologi ini dapat digunakan untuk memetakan jangkauan terjauh di luar angkasa, membantu memahami struktur alam semesta. Bahkan mengidentifikasi planet ekstrasurya yang mungkin layak huni.

Dalam astrofisika, fenomena lensa gravitasi juga telah digunakan untuk menemukan galaksi jauh, memahami distribusi materi gelap, serta menguji validitas teori relativitas Einstein di alam semesta.

(Tifani)

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya