Yoon Suk Yeol Salahkan Oposisi Jahat atas Deklarasi Darurat Militer Korea Selatan

Yoon saat ini dihadapkan pada dua persoalan utama, yakni pemakzulan dan tuduhan melakukan pemberontakan menyusul deklarasi darurat militer.

oleh Khairisa Ferida diperbarui 12 Feb 2025, 11:02 WIB
Diterbitkan 12 Feb 2025, 11:02 WIB
Dengan Kawalan Ketat, Presiden Yoon Suk Yeol Dibawa ke Kantor KPK Korea Selatan
Yoon Suk Yeol ditangkap terkait upayanya memberlakukan darurat militer meski hanya berlaku singkat yang menjerumuskan Korea Selatan ke krisis politik. (Korea Pool/AFP/South Korea Out)... Selengkapnya

Liputan6.com, Seoul - Presiden yang dimakzulkan, Yoon Suk Yeol, pada Selasa (11/2/2025) menyalahkan oposisi "jahat" atas keputusannya untuk mendeklarasikan darurat militer. Menurutnya penolakan mereka untuk bekerja sama dengan dirinya mengungkap rencana untuk "menghancurkan" pemerintahannya.

Pada 3 Desember 2024, Yoon yang sebelumnya seorang jaksa, mengumumkan darurat militer yang menangguhkan pemerintahan sipil dan mengirim pasukan ke parlemen, menyebabkan gejolak politik di Korea Selatan. Namun, keputusan itu hanya bertahan enam jam karena parlemen yang dikuasai oposisi menentangnya, membatalkan deklarasi tersebut dengan suara mayoritas, dan akhirnya memakzulkannya.

Yoon kemudian ditangkap pada pertengahan Januari atas tuduhan pemberontakan lantaran mendeklarasikan darurat militer, menjadikannya kepala negara Korea Selatan pertama yang ditangkap saat menjabat.

Saat ini, Yoon secara teratur dibawa dari penjara ke sidang di Mahkamah Konstitusi, yang akan memutuskan apakah pemecatannya terhadap dirinya akan dilakukan.

Pada sidang hari Selasa, Yoon mengeluhkan bahwa oposisi di Korea Selatan gagal memberikan rasa hormat kepadanya selama menjabat.

"Seberapa pun mereka membenci saya, prinsip dasar dari dialog dan kompromi adalah mendengarkan saya dan memberikan tepuk tangan untuk pidato anggaran saya di parlemen," kata Yoon yang berusia 64 tahun itu di hadapan pengadilan, seperti dikutip dari CNA, Rabu (12/2).

Dia menyebut bahwa anggota parlemen oposisi justru tidak masuk ke ruang utama, "Saya terpaksa memberikan pidato di parlemen yang setengah kosong."

Yoon menganggap sikap tersebut sebagai "jahat" dan mengungkapkan niat oposisi untuk menghancurkan pemerintahannya.

Selain itu, dia juga mengeluhkan anggota parlemen oposisi yang hadir pada pidato lainnya "menoleh" dan "menolak berjabat tangan" dengannya.

Dalam deklarasi darurat militer, Yoon menyebut oposisi sebagai "elemen anti-negara" yang berniat memberontak, mengatakan bahwa perintah darurat tersebut diperlukan untuk menjaga tatanan konstitusional.

Sidang pada Kamis (13/2) diperkirakan akan menjadi yang terakhir sebelum pengadilan memutuskan apakah pemakzulannya akan disahkan. Jika itu yang terjadi maka akan ada pemilihan presiden baru dalam waktu 60 hari.

Sebagian besar sidang pemakzulan Yoon berfokus pada apakah dia melanggar konstitusi dengan menyatakan darurat militer, yang hanya boleh dilakukan dalam keadaan darurat nasional atau masa perang.

Yoon menyatakan pekan lalu bahwa meskipun ia memerintahkan penangkapan anggota parlemen untuk mencegah mereka memveto perintah darurat militer, tindakan tersebut tidak melanggar hukum karena perintah tersebut tidak pernah dilaksanakan.

Di lain sisi, tuduhan pemberontakan yang membuatnya dibui mengancam Yoon dengan hukuman penjara atau hukuman mati.

Video Pilihan Hari Ini

Live dan Produksi VOD

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya