Indonesia bergabung sebagai negara pelopor inisiatif global untuk mengakhiri kekerasan seksual terhadap perempuan dan anak-anak perempuan, dalam situasi konflik internasional. Langkah Indonesia ini turut memajukan isu Hak Asasi Manusia.
"Inisiatif Global telah menyepakati seperangkat komitmen dalam bentuk Deklarasi untuk mengakhiri Kekerasan Seksual dalam Situasi Konflik, yang diluncurkan secara resmi pada tanggal 24 September 2013 di sela-sela Sidang Majelis Umum PBB ke-68 di New York," ungkap Menteri Luar Negeri (Menlu) RI Marty Natalegawa, di Markas Besar PBB, New York pada acara Treaty Event, Preventing Sexual Violence in Conflict Initiative (PSVI) di sela-sela Sidang Majelis Umum PBB ke-68, 24 September, yang diterima Liputan6.com, Rabu (25/9/2013).
Â
Selain menekankan upaya penguatan mekanisme hukum bagi kasus penanganan kekerasan seksual dalam konflik, sambung Marty, deklarasi juga mengangkat pentingnya penanganan kekerasan seksual oleh badan-badan kemanusiaan, organisasi masyarakat sipil dan komunitas lokal.
Selain itu juga, deklarasi ini juga memberi peningkatan akuntabilitas pengumpulan data kolektif yang aman dan efektif di daerah konflik internasional, pengembangan kapasitas di negara-negara konflik dan penolakan "safe heaven", bagi pelaku kekerasan seksual di seluruh dunia.
Â
Inisiatif Global tersebut, jelasnya, dilaksanakan di bawah co-sponsorship Inggris dan Kantor Perutusan Khusus Sekjen PBB untuk Kekerasan Seksual dalam Konflik.
"Inisiatif telah mendapatkan dukungan dari negara di berbagai kawasan antara lain Liberia, Malawi, Senegal, Australia, Kanada, Kroasia, Denmark, Perancis, Jerman, Indonesia, Italia, Jepang, Rusia, Amerika Serikat, Guatemala, Yordania, Meksiko, UEA, maupun pemangku kepentingan lainnya," beber Marty.
Â
Adapun tujuan dari inisiatif global tersebut, untuk memerangi kekerasan seksual dalam konflik melalui upaya menghapuskan impunitas dan memberikan keadilan pada korban dan survivor kekerasan seksual dalam konflik.
Dalam hal ini, setiap Champion diharapkan dapat melakukan advokasi dan mendorong inisiatif lainnya di berbagai forum internasional dan kawasan masing-masing, melakukan kegiatan untuk meningkatkan kesadaran publik terhadap pentingnya isu tersebut serta berbagi pengalaman nasional.
Â
"Partisipasi Indonesia merupakan bagian dari kontribusi Indonesia, bagi upaya pemajuan dan perlindungan hak perempuan di segala bidang pada tingkatan global," tambahnya.
Menlu Marty juga menekankan harapan Indonesia, agar inisiatif dibangun menjadi bagian upaya untuk menciptakan perdamaian yang berkelanjutan di paska konflik. Untuk itu, inisiatif harus mengatasi akar kekerasan dengan juga membangun aksi berikut:
1. Pemberdayaan perempuan dan kesetaraan gender di segala bidang
2. Mendorong rekonsiliasi nasional diantara para mantan kombatan dan korban konflik agar tercipta rehabilitasi sosial dan collective healing process.
3. Menjamin adanya perhatian pada anak-anak korban konflik untuk mengatasi trauma dan mencegah mereka menjadi pelaku kekerasan di masa mendatang. Dengan berbagai aksi dimaksud Indonesia mengharapkan inisiatif dapat menyumbang upaya untuk memutus lingkaran kekerasan yang saat ini masih terus terjadi di wilayah konflik. (Tnt/Ism)
"Inisiatif Global telah menyepakati seperangkat komitmen dalam bentuk Deklarasi untuk mengakhiri Kekerasan Seksual dalam Situasi Konflik, yang diluncurkan secara resmi pada tanggal 24 September 2013 di sela-sela Sidang Majelis Umum PBB ke-68 di New York," ungkap Menteri Luar Negeri (Menlu) RI Marty Natalegawa, di Markas Besar PBB, New York pada acara Treaty Event, Preventing Sexual Violence in Conflict Initiative (PSVI) di sela-sela Sidang Majelis Umum PBB ke-68, 24 September, yang diterima Liputan6.com, Rabu (25/9/2013).
Â
Selain menekankan upaya penguatan mekanisme hukum bagi kasus penanganan kekerasan seksual dalam konflik, sambung Marty, deklarasi juga mengangkat pentingnya penanganan kekerasan seksual oleh badan-badan kemanusiaan, organisasi masyarakat sipil dan komunitas lokal.
Selain itu juga, deklarasi ini juga memberi peningkatan akuntabilitas pengumpulan data kolektif yang aman dan efektif di daerah konflik internasional, pengembangan kapasitas di negara-negara konflik dan penolakan "safe heaven", bagi pelaku kekerasan seksual di seluruh dunia.
Â
Inisiatif Global tersebut, jelasnya, dilaksanakan di bawah co-sponsorship Inggris dan Kantor Perutusan Khusus Sekjen PBB untuk Kekerasan Seksual dalam Konflik.
"Inisiatif telah mendapatkan dukungan dari negara di berbagai kawasan antara lain Liberia, Malawi, Senegal, Australia, Kanada, Kroasia, Denmark, Perancis, Jerman, Indonesia, Italia, Jepang, Rusia, Amerika Serikat, Guatemala, Yordania, Meksiko, UEA, maupun pemangku kepentingan lainnya," beber Marty.
Â
Adapun tujuan dari inisiatif global tersebut, untuk memerangi kekerasan seksual dalam konflik melalui upaya menghapuskan impunitas dan memberikan keadilan pada korban dan survivor kekerasan seksual dalam konflik.
Dalam hal ini, setiap Champion diharapkan dapat melakukan advokasi dan mendorong inisiatif lainnya di berbagai forum internasional dan kawasan masing-masing, melakukan kegiatan untuk meningkatkan kesadaran publik terhadap pentingnya isu tersebut serta berbagi pengalaman nasional.
Â
"Partisipasi Indonesia merupakan bagian dari kontribusi Indonesia, bagi upaya pemajuan dan perlindungan hak perempuan di segala bidang pada tingkatan global," tambahnya.
Menlu Marty juga menekankan harapan Indonesia, agar inisiatif dibangun menjadi bagian upaya untuk menciptakan perdamaian yang berkelanjutan di paska konflik. Untuk itu, inisiatif harus mengatasi akar kekerasan dengan juga membangun aksi berikut:
1. Pemberdayaan perempuan dan kesetaraan gender di segala bidang
2. Mendorong rekonsiliasi nasional diantara para mantan kombatan dan korban konflik agar tercipta rehabilitasi sosial dan collective healing process.
3. Menjamin adanya perhatian pada anak-anak korban konflik untuk mengatasi trauma dan mencegah mereka menjadi pelaku kekerasan di masa mendatang. Dengan berbagai aksi dimaksud Indonesia mengharapkan inisiatif dapat menyumbang upaya untuk memutus lingkaran kekerasan yang saat ini masih terus terjadi di wilayah konflik. (Tnt/Ism)