Sebaiknya Asuh Anak dengan Cara Demokratis

Pola asuh yang baik untuk perkembangan anak adalah autoritatif atau demokratis yaitu orang tua bersikap tegas tetapi non-kekerasan

oleh Abd diperbarui 09 Mei 2014, 16:00 WIB
Diterbitkan 09 Mei 2014, 16:00 WIB
Ibu Pekerja Tak Lagi Merasa Bersalah Jauh dari Anak
(Foto: Istimewa)

Liputan6.com, Jakarta Psikolog anak Wanda Anastasia mengatakan pola asuh yang baik untuk perkembangan anak adalah autoritatif atau demokratis yaitu orang tua bersikap tegas tetapi tidak menggunakan kekerasan atau hukuman fisik.

"Orang tua perlu memberikan kebebasan yang memadai pada anak tetapi tetap memberikan batasan atau standar perilaku yang jelas," kata Wanda Anastasia di Jakarta, seperti dikutip dari Antara, Jumat (9/5/2014). 

Psikolog dari Klinik Pela 9 itu mengatakan orang tua harus memberikan alasan yang jelas mengenai aturan yang ditetapkan dan mau mendengarkan argumentasi anak, tetapi harus tetap tegas dalam menentukan batasan.

Dengan pola asuh tersebut, hubungan antara orang tua dan anak akan hangat karena orang tua sensitif terhadap kebutuhan dan pandangan anak.

"Hendaknya orang tua juga menyediakan waktu dengan anak. Komunikasi yang baik dan efektif memerlukan waktu yang berkualitas. Jangan tunggu anak bermasalah baru berkomunikasi," tuturnya.

Menurut Wanda, orang tua harus memanfaatkan setiap kesempatan untuk mengajak anak berbicara yang tidak sekadar berbasa-basi, tetapi juga menyelami perasaan senang, sedih, marah maupun keluh kesah anak.

"Dengan demikian, anak akan merasa dihargai. Selain itu, hindarkan anak dari tayangan kekerasan dan dampingi anak saat menonton televisi," ujarnya.

Wanda mengatakan orang tua perlu menjadikan komunikasi sebagai alat untuk berdiskusi dengan menyampaikan pesan moral dari tayangan yang sedang ditonton, terutama ketika ada tayangan tentang kasus "bullying", tawuran dan lain-lain.

"Dengan begitu anak memiliki kesadaran dan kemampuan untuk mengantisipasi perilaku negatif yang mungkin terjadi," katanya.

Publik dikejutkan dengan kasus kekerasan yang dilakukan seorang siswa SD di kawasan Jakarta Timur sehingga menyebabkan adik kelasnya, Renggo Kadapi (11), meninggal dunia.

Penyebab penganiayaan itu sebenarnya cukup sepele. Bermula dari Renggo yang bersenggolan dengan seorang kakak kelasnya, sehingga makanan yang ada di tangan kakak kelasnya itu terjatuh.

Renggo disebutkan sudah meminta maaf dan mengganti makanan yang jatuh itu dengan uang. Namun, diduga masih belum terima atas permintaan maaf dan uang yang diberikan, kakak kelas Renggo kemudian menganiaya dia di dalam kelasnya.

Penganiayaan itu terjadi pada Senin (28/4), saat jam istirahat sekitar pukul 09.00 WIB. Setelah sempat menjalani perawatan oleh dokter dan dibawa ke rumah sakit, Renggo kemudian meninggal pada Minggu (4/5).

 

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya