Liputan6.com, Jakarta Mengenal kepribadian seseorang bukanlah suatu hal yang mudah. Mungkin diperlukan waktu bertahun-tahun untuk kita betul-betul mengetahui kepribadian seseorang, bahkan yang sudah ada di sekeliling kita selama ini.
Kita tentunya selalu dianjurkan untuk tidak menilai seseorang dari cara berpakaiannya lantaran faktor ini dianggap tidak sepenuhnya akurat. Namun tidak bisa dipungkiri, cara berpakaian seseorang bisa menceritakan sedikit soal kepribadiannya.
Jadi, cara berpakaian seseorang bukanlah tolak ukur soal baik atau buruknya kepribadian seseorang, melainkan cara mereka menanggapi masalah psikologis, sosial, keuangan dan lainnya yang ada dalam hidupnya.
Apa yang mereka kenakan, khususnya di depan orang lain, merupakan sebuah pesan tentang kepribadiannya atau bagaimana karakternya, bukan soal baik atau buruknya kepribadian orang tersebut.
Melansir dari tiga sumber, Psychology Today, Forbes dan Style Flair, Kamis (23/3/2017), berikut beberapa cara berpakaian seseorang dan interpretasi kepribadiannya.
The Conventional Dresser
Cara berpakaian ‘conventional dresser’ umumnya terlihat sangat sederhana, berwarna abu-abu, hitam, pastel atau warna pucat lainnya. Di sekolah, kampus atau kantor, orang yang cara berpakaiannya ‘conventional dresser’ akan lebih mengutamakan penggunaan seragam tanpa membuat pakaiannya lebih ketat, pendek atau pun tampak keren.
Mereka yang tergolong sebagai ‘conventional dresser’ memiliki kepribadian yang tertutup, introvert dan konservatif. Mereka umumnya pemalu, kurang percaya diri, membosankan, enggan mengambil risiko dan lebih memilih untuk memakai pakaian yang membuatnya mudah diterima oleh masyarakat bukan sesuai keinginan pribadi. Mereka akan memastikan perhatian tidak terpusat pada diri mereka dan cara berpakaian adalah salah satu cara efektif untuk pemastiannya.
Baca Juga
The Sloppy Dresser
Cara berpakaian ‘sloppy dresser’ tergolong santai. Bahkan, dinilai terlalu santai. Ukuran baju dua atau tiga kali lebih besar dari tubuh, terkadang dalam kondisi lecek, kotor atau robek-robek. Ini tentunya tidak cocok untuk dikenakan ke kantor atau tempat resmi lainnya.
Orang yang cara berpakaiannya seperti ini memiliki pemikiran yang cukup radikal dan bertolak belakang dengan segala hal yang bersifat konvensional. Kepribadiannya cukup keras, acuh tak acuh, melambangkan ketidakdewasaan, minimnya motivasi dan juga kurang pedulian.
Namun di lain sisi, cara berpakaian ini juga bisa diartikan sebagai kenyamanan dan kepercayaan diri akan suatu hal. Mereka enggan mengikuti arus dan didikte oleh masyarakat.
Advertisement
The Casual Chic Dresser
Cara berpakaian 'casual chic dresser’ hampir sama dengan ‘conventional dresser’, namun yang membedakan adalah kemauan ‘casual chic dresser’ untuk menambahkan sedikit sentuhan pada pakaiannya agar tidak terlihat membosankan. Wanita akan menambahkan perhiasan dan pria akan menggunakan dasi yang lebih berwarna ketika mereka ke kantor.
Mereka yang cara berpakaiannya seperti ini umumnya lebih percaya diri, lebih sukses, lebih dipandang menarik di kalangan masyarakat, tidak berlebihan namun tidak tertutup akan masukan atau hal baru.
The Designer Dresser
Ini merupakan mereka yang suka mengenakan pakaian mahal atau bermerek. Meski terlihat nyaman memiliki segalanya, namun mereka yang berpakaian seperti ini sebetulnya krisis identitas, tidak nyaman dengan dirinya sendiri, terlalu mengandalkan materi untuk menutupi kepercayaan dirinya yang sangat minim dan cara berpikirnya cukup dangkal.
The Goth Dresser
‘Goth Dresser’ tidak selalu berarti mereka yang berpakain gotik, namun menggambarkan seseorang yang suka berpakaian warna hitam, menggunakan perias wajah tebal berwarna gelap, dan umumnya memiliki tato atau tindikan di beberapa bagian tubuh.
Ini merupakan gaya yang umumnya dianut remaja usia 17 hingga 25 tahun. Mereka tergolong dalam kategori orang yang sensitif, menyukai seni, memiliki amarah atau kekesalan yang terpendam, suka mencari perhatian, kurang dewasa, suka merasa tertekan dan depresi.