Liputan6.com, Kab. Sumbawa Barat Hellen Keller pernah mengatakan, "Alone we can do a little, together we can do so much." Lantas, apa kaitan dari pernyataan penulis Amerika itu dengan gambar di atas?
Mungkin sudah puluhan tahun kita mengenal beragam profesi kesehatan, dengan bidang keilmuan, ranah kerja dan gengsi profesi yang berbeda-beda. Lama pendidikan, kompetensi, waktu dan shift kerja juga sangat bervariasi di setiap profesi tersebut.
Baca Juga
Namun, tidak dapat dipungkiri bahwa seringkali ditemukan "grey area" atau irisan kompetensi antar profesi yang jadi polemik menarik untuk membumbui dinamika pelayanan kesehatan di Indonesia. Tidak jarang pula dinamika tersebut berujung pada konflik interprofesi.
Advertisement
Fenomena lainnya yaitu efektivitas kehadiran tiap profesi dalam pelayanan berbasis tim. Selama ini, setiap profesi sudah berpartisipasi dalam tim. Akan tetapi, kecenderungan untuk bertindak seorang diri, buruknya komunikasi serta pemahaman dalam tim dapat berakibat pelayanan kurang optimal.
Â
Sebuah Kolaborasi
Hari itu adalah hari Kamis pekan ketiga November di Poli Umum UPTD Puskesmas Poto Tano, pada waktu istirahat pelayanan. Saat itu, Pencerah Nusantara (PN) akan melakukan kunjungan ke rumah dua balita gizi kurang di Desa Tuananga.
Berbekal buku asuhan gizi di puskesmas, dokter dan perawat PN serta ahli gizi Puskesmas mendiskusikan intervensi yang akan diberikan pada dua kasus ini. Nuansa kolaborasi sangat terasa saat itu.
Kami mendiskusikan jenis, jumlah, cara pemberian PMT Pemulihan yang tepat untuk kedua balita tersebut, khususnya bagi salah satu balita yang mengalami Labio Palato Skizis. Dimulai dari mencari referensi yang tepat, menghitung jumlah dan kandungan gizi serta strategi agar sang ibu balita bersedia untuk melanjutkan pemberian makanan bergizi.
Keesokan harinya, kami datang ke rumah sasaran balita tersebut. Dimulai dengan dokter melakukan pemeriksaan fisik dan menegakkan diagnosis medis yang dilanjutkan dengan Ners dan nutrisionis melakukan kajian riwayat pemberian makan serta pengukuran antropometri. Secara bergantian, dr.dewi menjelaskan kondisi dan rencana tindakan pada sang ibu, pengaruhnya terhadap status gizi hingga pentingnya pemberian vitamin tambahan.
Dilanjutkan oleh Ners Tania yang menunjukan cara memberikan minum untuk mengurangi risiko aspirasi dengan memperhatikan refleks menelan bayi tersebut. Setelah itu, Mbak Laili sang nutrisionis melakukan konseling gizi dan menjelaskan pentingnya pemantauan status gizi dengan menimbang bayi ke posyandu setiap bulan.
Kunjungan ini diterima dengan sangat baik oleh ibu balita yang menyatakan bahwa beliau merasa sangat senang bisa dikunjungi oleh petugas kesehatan dan bisa melakukan praktik terkait pemberian MPASI.
Â
Kemampuan bekerja sama dan saling menghargai menjadi modal dalam proses pembelajaran kolaborasi interprofesi tim Pencerah Nusantara. Sebuah pembagian peran dapat terwujud dengan mengurangi nilai otonomi pribadi dan meningkatkan pemahaman dan keahlian bersama (shared expertise).
Dengan menjadikan pasien sebagai fokus pemberian pelayanan (patient-centered care), hal ini dapat meningkatkan kualitas dan keamanan pelayanan (alberto & herth, 2009). Berbekal pemahaman ini, Pencerah Nusantara ingin menularkan ideologi positif ini kepada staf puskesmas, kader kesehatan bahkan pemerintah desa hingga pemerintah kabupaten.
Helen Keller benar. Jika kita hanya bertindak sendiri-sendiri, mungkin tidak banyak yang bisa kita capai. Namun jika kita bertindak bersama-sama, kita bisa menciptakan dampak yang lebih baik bagi Ibu pertiwi.
Penulis : Tania Khaerunnisa, Perawat Pencerah Nusantara V Sumbawa Barat
Â
Advertisement