Tren Urbanisasi, Apa Motivasi Orang Bertahan Hidup di Kota?

Dalam tren arus urbanisasi, apa yang memotivasi orang bertahan hidup di kota meskipun dirinya tidak bekerja di sektor formal.

oleh Fitri Haryanti Harsono diperbarui 17 Nov 2018, 08:00 WIB
Diterbitkan 17 Nov 2018, 08:00 WIB
20160608-Wajah Kepadatan Penduduk Ibu Kota yang Carut Marut-Jakarta
Kepadatan gedung bertingkat dan pemukiman penduduk dilihat dari kawasan Jembatan Besi, Jakarta, 5 Juni 2016. Tingkat kepadatan penduduk yang tinggi memicu berbagai permasalahan, dari tata ruang, kemiskinan hingga kriminalitas. (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Liputan6.com, Malang, Jawa Timur Daya tarik kota menjadi penyebab timbulnya arus urbanisasi di negara-negara berkembang, khususnya Indonesia. Di Indonesia, tren urbanisasi akan terus terjadi seiring dengan bertambahnya penduduk.

Berdasarkan laporan Badan Pusat Statistik, pada tahun 2025, 68 persen orang di Indonesia diprediksi akan tinggal di daerah perkotaan. Tingginya angka urbanisasi ini menurut Teguh Widodo dari BKKBN Provinsi Sumatra Barat kemungkinan karena pekerja muda ingin mencari pekerjaan dan penghidupan layak di kota.

Orang-orang yang berpindah dari desa ke kota ingin mengubah hidup menjadi lebih baik. Impian pergi ke kota untuk mendapatkan pekerjaan dan penghidupan yang lebih layak dibanding di desa tempat tinggalnya.

"Mereka punya mimpi ke kota. Motivasi mereka ya harus sukses di kota. Bekerja pada sektor formal. Meskipun mereka misalnya tidak sukses di sektor formal, mereka tetap bertahan. Yang penting mereka bisa juga bekerja pada sektor informal," papar Teguh saat mempresentasikan jurnal berjudul "Re-Understanding Urbanization and its Implication toward Population Policy in Reducing Urban Poverty" di Konferensi Internasional Dua Tahunan Asia Tenggara mengenai Kependudukan dan Kesehatan 2018 di Shinghasari Resort, Kota Batu, Malang, Jawa Timur pada Kamis, 8 November 2018.

Kota yang dinilai lebih bergengsi dan modern menjadikan arus urbanisasi meningkat dan orang tetap bertahan tinggal di kota.

"Yang pasti mereka mimpi pergi ke kota untuk melakukan apa saja. Sebenarnya, makna dari urbanisasi ingin mengubah orang menjadi sukses dan terlepas dari kemiskinan," lanjut Teguh.

 

 

Saksikan video menarik berikut ini:


Ingin punya properti

20160908-Properti-Jakarta-AY
Sebuah maket perumahan di tampilkan di pameran properti di Jakarta, Kamis (8/9). Sepanjang semester I-2016, pertumbuhan KPR mencapai 8,0%, sehingga diperkirakan pertumbuhan KPR hingga semester I-2017 menjadi 11,7%. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Motivasi orang untuk bertahan di kota adalah properti (lahan, bangunan, rumah). Ketika sukses, mereka akan membeli tanah dan segala properti di kota. Kendala yang terjadi biasanya harga tanah di pusat kota terbilang mahal. 

"Jika tanah ternyata sangat mahal di kota, mereka akan membeli tanah dan pindah ke daerah peri-peri atau suburban seperti Bekasi,” Teguh menambahkan.

Di sisi lain, dampak adanya urbanisasi juga terlihat dari fenomena kemiskinan di kota. Tak semua orang yang melakukan urbanisasi sukses mendapatkan pekerjaan formal. Mereka kemudian beralih pada sektor informal.

"Meski bekerja di sektor informal. Mereka nekat bertahan (di kota)," ujar Teguh.  

Urbanisasi pada dasarnya punya dua makna. Pertama, perpindahan  penduduk dari desa ke kota. Kedua, mengubah pedesaan menjadi daerah perkotaan.

Dari jurnal Tren Urbanisasi di Indonesia yang ditulis Felecia P Adam dari Universitas Pattimura, tren perkembangan penduduk daerah perkotaan di Indonesia menurut provinsi telah diproyeksikan Badan Pusat Statistik yang diasumikan dari tiga faktor, yaitu faktor pertumbuhan alami penduduk daerah perkotaan, migrasi dari daerah perdesaan ke daerah perkotaan, dan reklasifikasi desa pedesaan menjadi desa perkotaan, tetapi berdasarkan perbedaan laju pertumbuhan penduduk daerah perkotaan dan daerah perdesaan (Urban Rural Growth Difference/URGD).

Jurnal yang dipublikasikan di ReasearchGate pada 2010 mencatat, tingkat urbanisasi menurut provinsi dari tahun 2000 hingga 2025 mengalami peningkatan. Sesuai perhitungan BPS, tingkat urbanisasi mencapai 68 persen pada tahun 2025 pada beberapa provinsi, terutama di Jawa dan Bali.


Mimpi anak muda mengadu nasib

strategi penawaran properti
Teknik konvensional lainnya yang masih diklaim ampuh dalam pemasaran properti, imbuh Simon, adalah networking.

Dalam laporan jurnal Tren Urbanisasi di Indonesia, kota besar dan pusat-pusat industri menjadi daya tarik kaum muda. Hal itu menandakan pertumbuhan ekonomi pesat dan tujuan untuk mencari pekerjaan. Mimpi untuk mencari pekerjaan di kota didukung dengan terbukanya lapangan pekerjaan. Berbagai lowongan pekerjaan di bidang industri dan jasa di perkotaan dibuka.

“Daya tarik kota lainnya terkait sarana pendidikan yang lebih tinggi. Kehidupan modern yang menyenangkan dan beragamnya fasilitas hiburan. Kehidupan kota menimbulkan mimpi tentang kemajuan dan kesejahteraan bagi kalangan muda untuk mengadu nasib,” tulis Felecia dalam jurnalnya.

Di sisi lain, ada faktor negatif dari dampak urbanisasi. Teguh mengungkapkan, kemiskinan di kota menjadi fenomena yang tak dapat dihindari. Mereka lebih banyak bekerja di sektor informal (buruh kasar, pedagang kaki lima).

Dampak yang terjadi di desa di antaranya lapangan kerja di pedesaan mulai menyempit. Felecia menulis, desa akan mengalami pengurasan sumber daya.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya