Dikira Bantu Remaja Akhiri Hidup, Klinik Eutanasia di Belanda Banjir Permintaan

Karena sebuah cerita yang viral, klinik eutanasia di Den Haag, Belanda banjir permintaan mengakhiri hidup dari warga negara asing

oleh Giovani Dio Prasasti diperbarui 10 Jun 2019, 13:00 WIB
Diterbitkan 10 Jun 2019, 13:00 WIB
20151111-Ilustrasi-Meninggal-Misterius-iStockphoto
Ilustrasi eutanasia (iStockphoto)

Liputan6.com, Jakarta Sebuah klinik eutanasia di Den Haag, Belanda melaporkan adanya permintaan dari orang-orang yang ingin mengakhiri hidupnya.

Ini terjadi setelah Levenseindekliniek (End of Life Clinic), disebut-sebut membantu seorang remaja 17 tahun bernama Noa Pothoven. Mengutip The Business Times pada Senin (10/6/2019), setidaknya, mereka mendapat sedikitnya 25 permintaan dari luar negeri.

Padahal, kejadian sesungguhnya adalah, Pothoven tidak meninggal karena eutanasia. Dia meninggal di hari Minggu setelah menolak untuk makan dan minum. Keluarga dan pemerintah setempat telah mengonfirmasi hal ini.

Mengutip The Sun, Pothoven diketahui mengalami pemerkosaan di masa kanak-kanaknya. Cerita itu dia terbitkan dalam sebuah buku. Kasus tersebut membuatnya mengalami stres pasca trauma, depresi, dan anoreksia.

Dalam sebuah wawancara Desember tahun lalu. Noa mengatakan bahwa dia mengontak Levenseindekliniek untuk membicarakan tentang niatan mengakhiri hidupnya.

"Setelah bertahun-tahun berjuang dan bertempur, saya kehabisan tenaga," tulis Noa dalam unggahan Instagramnya, sehari jelang kematiannya.

"Saya sudah berhenti makan dan minum untuk sementara waktu sekarang dan setelah banyak diskusi dan evaluasi, saya putuskan untuk membiarkan diri saya pergi karena penderitaan yang tidak tertahankan."

 

Simak juga video menarik berikut ini

Klinik Nyatakan Tidak Terlibat

Meninggal Dunia atau Berduka Cita
Ilustrasi meninggal karena eutanasia (iStockphoto)

Steven Pleiter, Managing Director Levenseindekliniek mengatakan bahwa pihaknya tidak terlibat dalam kematian Pothoven. Namun, dia menolak berkomentar klaim remaja itu yang mengatakan bahwa klinik tidak mau melakukan eutanasia atau membantunya mengakhiri hidup, karena terlalu muda.

"Noa memutuskan untuk mengakhiri hidupnya dengan berhenti makan dan minum. Levenseindekliniek tidak terlibat dalam menyediakan eutanasia untuk Noa," kata Pleiter.

"Tapi itulah yang mendorong kami untuk membantu orang sebanyak mungkin. Kami berusaha membantu orang mengakhiri hidup dengan cara yang baik," tambahnya.

 

Tidak untuk Menaikkan Angka Eutanasia

Meninggal Dunia Berduka Cita
Ilustrasi meninggal karena eutanasia (iStockphoto)

Menanggapi banyaknya permintaan mengakhiri hidup, Pleiter mengatakan bahwa klinik tersebut bukanlah untuk menaikkan angka eutanasia orang-orang luar negeri di Belanda.

"Itu sama sekali bukan tujuan dan mengapa kami didirikan," katanya pada AFP.

Pleiter berujar bahwa seseorang tidak bisa begitu saja datang ke Belanda hanya untuk eutanasia.

"Bukan seperti Anda tiba di hari Senin dan melakukan eutanasia di hari Jumat."

Undang-Undang Belanda di tahun 2002 sendiri telah melegalkan eutanasia. Namun, anak-anak dan remaja hingga 16 tahun, memerlukan izin dari orangtua atau wali yang terkait. Sementara, orangtua harus terlibat dalam proses pada remaja berusia 16 dan 17 tahun.

Regulasi Belanda juga menyatakan bahwa, pasien haruslah memiliki penderitaan yang tidak tertahankan dan tidak berkesudahan, serta mematahui serangkaian kondisi ketat seperti yang ditetapkan hukum negara.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya