Coba Mengatasi Kerja Berlebih, Dokter di Malaysia Kecanduan Narkoba

Karena kelelahan kerja, seorang dokter di Malaysia mengungkapkan bahwa dirinya harus menggunakan narkoba dan malah mengalami kecanduan akan itu

oleh Giovani Dio Prasasti diperbarui 12 Jun 2019, 16:00 WIB
Diterbitkan 12 Jun 2019, 16:00 WIB
Polisi Ungkap Peredaran Narkotika untuk Malam Tahun Baru
Sejumlah paket shabu siap edar ditunjukkan petugas polisi di Polda Metro Jaya, Jakarta, Rabu (27/12). Petugas juga berhasil mengungkap peredaran Narkotika jenis metamfetamin (shabu) jaringan rutan sebanyak 200 gram. (Liputan6.com/Immanuel Antonius)

Liputan6.com, Jakarta Seorang dokter di Johor Baru, Malaysia mengalami kecanduan narkoba setelah stres karena pekerjaan yang dinilainya terlalu berlebihan.

Dr. Sasitharan Ayanai (39) mengalami kecanduan narkoba pada sembilan tahun yang lalu. Saat itu, dia sedang melakukan latihan di rumah sakit pemerintah di Johor Baru setelah lulus dari sekolah kedokteran di Rusia.

Mengutip Bernama pada Rabu (12/6/2019), Ayanai mengungkapkan bahwa terkadang waktu kerjanya sangat lama. Seringkali, dia bekerja selama 48 jam tanpa istirahat.

Kondisi kerja itulah yang membuatnya mencoba metamfetamin yang bisa membuatnya lebih berenergi selama berjam-jam.

"Pada waktu itu, saya merasa stres dan setelah beberapa waktu, saya diperkenalkan dengan metamfetamin. Itu adalah pendorong yang dibutuhkan untuk jam kerja yang panjang. Saya hanya ingin energi itu saja," kata dokter kelahiran Seremban, Malaysia ini.

Saksikan Video Menarik Berikut Ini

Mengalami Depresi

Depresi (iStock)
Ilustrasi depresi. (iStockphoto)

Ayanai awalnya tidak berpikir akan kecanduan. Apalagi, dia adalah seorang dokter.

"Tetapi saya salah ketika obat-obatan menguasai saya dan membuat saya menjadi seorang pecandu kelas berat," ujarnya saat ditemui oleh media nasional Malaysia, Bernama.

Dia menyadari bahwa dirinya kecanduan dan menginginkan awal yang baru dalam kehidupan. Ayanai akhirnya secara sukarela mendaftar ke Rumah Pengasih, sebuah pusat rehabilitasi dari kecanduan pada enam tahun yang lalu.

Namun, dia keluar pada 2017 karena sang ayah sakit. Kondisi itu adalah masa-masa sulit baginya.

"Ketika saya keluar, sulit bagi saya untuk menyesuaikan diri, dan suatu saat, setelah perlawanan enam bulan, ditambah dengan depresi dari penghinaan keluarga, saya kambuh," ungkapnya.

Masih Membutuhkan Bantuan

20170529-Petugas Gabungan Sita 600 Kilogram Narkotika di Filipina-AP
Petugas memeriksa bungkusan berisi metamfetamin yang diselundupkan dari China, di Kantor Biro Investigasi Nasional Filipina, Senin (29/5). Menurut pejabat setempat, ini adalah penyergapan kasus narkoba terbesar oleh Filipina. (AP Photo/Aaron Favila)

Hingga di April 2019, Ayanai memutuskan kembali ke pusat rehabilitas tempatnya dulu. Dia sadar dirinya masih membutuhkan bantuan dan sistem pendukung.

"Saya masih menjalani perawatan dan obsercasi di sini untuk memastikan saya tidak kambuh lagi."

Ayanai menambahkan, metamfetamin tetap memiliki efek buruk. Benda itu sering membuatnya marah dan merubah suasana hatinya secara tiba-tiba. Bahkan, dia harus membatalkan pernikahannya 20 hari sebelum dilangsungkan.

Presiden dari Rumah Pengasih, Ramli Abd Samad mengatakan bahwa bukan hanya orang-orang dengan golongan sosial rendah yang menjadi pecandu narkoba. Pekerja profesional pun sangatlah rentan.

"Sekarang banyak orang juga menggunakannya untuk tujuan kerja, seperti meningkatkan kepercayaan diri saat memberikan presentasi dan sebagainya. Ini karena obat modern memiliki kemampuan untuk meningkatkan konsentrasi dan energi," kata Ramli.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya