Mengenal Faktor Risiko Stroke

Menurut dokter bagian ilmu penyakit saraf Rumah Sakit Hasan Sadikin (RSHS) Bandung Ahmad Rizal, terdapat dua macam faktor risiko stroke.

oleh Arie Nugraha diperbarui 11 Mei 2020, 11:00 WIB
Diterbitkan 11 Mei 2020, 11:00 WIB
Ilustrasi stroke (iStockphoto)
Ilustrasi stroke (iStockphoto)

 

Liputan6.com, Bandung - Stroke adalah gangguan saraf yang terjadi secara tiba-tiba dan berlangsung lebih dari 24 jam. Kondisi yang menyerang pembuluh darah otak ini juga bisa berakibat fatal, menyebabkan kematian dalam waktu kurang dari 24 jam.

Menurut dokter bagian ilmu penyakit saraf Rumah Sakit Hasan Sadikin (RSHS) Bandung Ahmad Rizal, terdapat dua macam faktor risiko stroke. Diantaranya yaitu bisa dimodifikasi dan yang tidak bisa dimodifikasi.

"Fakor risiko yang tidak dapat dimodifikasi adalah faktor usia, jenis kelamin, keturunan dan ras atau etnik. Sedangkan faktor resiko yang dapat dimodifikasi adalah hipertensi sebagai faktor risiko yang paling penting, penyakit jantung, diabetes mellitus, hiperkolesterol, kegemukan, merokok serta narkoba dan alkohol," kata Rizal dalam keterangan resminya, ditulis Sabtu, 9 Mei 2020.

Faktor risiko yang dapat dimodifikasi ini jelas Rizal, merupakan lahan pencegahan yang bisa menjadi garapan bersama bagi masyarakat umum, praktisi kesehatan dan pemerintah. Pencegahan yang paling penting adalah mengendalikan faktor risiko.

Apabila terdapat anggota masyarakat yang sudah diketahui menderita hipertensi, Rizal menekankan harus terus didorong untuk menjalani hidup yang lebih sehat. Pola makan yang sehat, berhenti merokok, berhenti minum alkohol, olahraga teratur dapat dijadikan perhatian bersama baik di keluarga maupun di masyarakat umum.

"Pencegahan tahap kedua adalah dengan memberikan obat-obatan sesuai dengan penyakit yang ditemukan. Meminum obat hipertensi secara teratur dapat menurunkan risiko kejadian stroke di masa yang akan datang," ucap Rizal.

 

Rehabilitasi

Namun apabila stroke sudah terjadi, maka langkah melakukan rehabilitasi adalah tindakan yang dilakukan setelah seseorang menderita suatu penyakit. Rehabilitasi penderita stroke sebaiknya dilakukan sedini mungkin, dan melibatkan penderita sendiri, keluarga dan masyarakat atau lingkungan.

Rehabilitasi yang dimaksud yaitu dalam melakukan aktivitas harian, minimal ketika melakukan kebersihan pribadi seperti mandi, buang air besar dan buang air kecil serta makan-minum. Selain itu terdapat pula rehabilitasi psikologis untuk menghindari atau mengurangi depresi, rendah diri, perasaan bergantung pada orang lain.

"Rehabilitasi sosial berkaitan dengan pekerjaannya dan hubungan pasien dengan masyarakat. Tujuan tindakan rehabilitasi ini adalah kemandirian," ungkap Rizal.

Seluruh rehabilitasi itu, harus ditunjang dengan rehabilitasi keluarga yang meliputi kegiatan yang mendukung pasien dalam melaksanakan aktivitas harian. Anggota keluarga juga harus mengamati kepatuhan berobat pasien.

Seluruh jadwal kegiatan keluarga, semaksimal mungkin harus menyesuaikan aktivitas dengan penderita stoke. Karena hidup bersama pasien stroke, otomatis harus melakukan rehabilitasi lingkungan juga.

"Rehabilitasi lingkungan ini meliputi penyesuaian tempat tinggal, sarana prasarana lingkungan, lapangan kerja dan penyuluhan ke kelompok pasien, keluarga, masyarakat stroke," jelas Rizal. (Arie Nugraha)

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya