Peringatan Konten!!

Artikel ini tidak disarankan untuk Anda yang masih berusia di bawah

18 Tahun

LanjutkanStop di Sini

Psikolog: Jangan Terburu-buru Memberi Label Fetish

Harus ada pemeriksaan terlebih dahulu sebelum memberikan label seseorang itu fetish atau tidak.

oleh Liputan6.com diperbarui 31 Jul 2020, 20:00 WIB
Diterbitkan 31 Jul 2020, 20:00 WIB
5 Fakta Kasus G dan Fetish Kain Jarik Berkedok Riset yang Viral di Media Sosial
Deretan fakta kasus fetish kain jarik berkedok riset. (Sumber: Merdeka)

Liputan6.com, Jakarta Tanda pagar (tagar) Gilang Bungkus beberapa hari lalu sempat trending di Twitter. Perilaku sosok yang disebut bernama Gilang ramai diperbincangkan warganet karena disebut-sebut ia meminta orang lain membungkus diri menggunakan kain jarik.

Lalu, muncul sebutan fetish ke sosok Gilang yang disebut-sebut mahasiswa di sebuah perguruan tinggi negeri di Surabaya itu.

Sebenarnya, untuk memastikan seseorang dengan fetish atau tidak perlu pemeriksaan khusus dari tenaga kesehatan seperti psikolog atau psikiater.

"Harus ada pemeriksaan lebih lanjut untuk memastikan Gilang itu fetish atau bukan," kata psikolog klinis dewasa, Nirmala Ika seperti mengutip Antara.

Fetish pada dasarnya merupakan ketertarikan atau rangsangan secara seksual tapi pada organ-organ atau bagian tubuh yang non-seksual atau pada benda-benda yang non-seksual.

Nirmala mencontohkan, seseorang dengan fetish bisa terangsang ketika melihat ibu jari seseorang, rambut atau hidung seseorang. Dia juga bisa mendapatkan rangsangan ketika melihat benda-benda seperti sepatu, pakaian, sarung tangan dan lainnya.

"Yang untuk orang lain pada umumnya mungkin hal-hal itu ya akan dilihat biasa saja," kata Nirmala.

 

Saksikan Juga Video Menarik Berikut

Fetish Penyimpangan Seksual atau Bukan?

Menurut Nirmala, perilaku disebut penyimpangan seksual jika minimal selama enam bulan terus terfokus pada fantasi dan membuat dia tidak bisa berfungsi secara baik dalam kehidupan sehari-harinya.

"Karena pikirannya fokus di situ, dan mulai melakukan tindakan-tindakan yang menganggu misalnya sampai mencuri, atau bahkan hingga melakukan tindakan kriminal yang lebih berat lagi demi mendapatkan obyek yang dia inginkan," jelas dia.

Bisa saja seseorang memiliki dorongan seksual pada benda-benda non seksual tetapi dia masih bisa menjaganya dalam ranah pribadi dia.

Dia juga bisa saja tidak menyakiti atau merugikan orang lain, sehingga orang lain tidak bisa serta merta menyebut fetish perilaku negatif.

"Apalagi lalu kita bandingkan dengan orang yang 'normal' tidak punya masalah penyimpangan seksual tapi melakukan pelecehan seksual atau bahkan pemerkosaan ke orang lain tanpa rasa bersalah," kata Nirmala.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya