Ahli Kesehatan Masyarakat: Butuh Pertimbangan Terapkan Sanksi Penolak Vaksinasi COVID-19

Ahli kesehatan menyebut butuh pertimbangan untuk menerapkan sanksi bagi penolak vaksinasi COVID-19.

oleh Fitri Haryanti Harsono diperbarui 15 Feb 2021, 19:53 WIB
Diterbitkan 15 Feb 2021, 19:53 WIB
FOTO: Tenaga Kesehatan Jalani Vaksinasi COVID-19 Tahap Kedua di Puskesmas Palmerah
Petugas medis bersiap menyuntikkan vaksin COVID-19 Sinovac kepada tenaga kesehatan di Puskesmas Palmerah, Jakarta, Kamis (28/1/2021). Pemberian vaksin COVID-19 tahap kedua dilaksanakan terhadap tenaga kesehatan mulai hari ini. (Liputan6.com/Johan Tallo)

Liputan6.com, Jakarta - Ketua Umum Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia (IAKMI) Ede Surya Darmawan menyebut, butuh pertimbangan untuk menerapkan sanksi bagi penolak vaksinasi COVID-19. Sanksi penolak vaksinasi COVID-19 ini dimuat dalam Pasal 13A Peraturan Presiden Nomor 14 Tahun 2021.

Isinya menyebut, jika menolak vaksinasi COVID-19 yang diteken Presiden Joko Widodo (Jokowi), ada sanksi berupa penundaan atau penghentian pemberian jaminan sosial atau bantuan sosial, layanan administrasi pemerintahan dan/atau denda.

"Pertanyaannya, apakah sanksi menjadi layak diterapkan? Ada pertimbangan yang dipikirkan sebelum menerapkan sanksi. Kita harus mencari tahu dulu, kenapa orang enggak mau divaksin. Pasti ada alasannya kan," terang Ede kepada Health Liputan6.com melalui sambungan telepon, Senin (15/2/2021).

"Alasannya ini (enggak mau divaksin) mesti dijawab dengan benar dan ditunjukkan bukti secara jelas. Jangan sampai muter-muter juga penjelasannya. Misal, vaksinasi tidak berhasil, lalu kenapa masyarakat tidak mau divaksin. Karena pemerintah tidak menjelaskan keamanan, manfaat, dan kemanjuran."

Kunci memecahkan persoalan keraguan vaksinasi COVID-19 harus melibatkan pemerintah dan masyarakat. Ada penjelasan yang baik dari pemerintah agar masyarakat menyadari pentingnya vaksinasi COVID-19.

"Jadi, masyarakat harus mencari informasi yang benar dan pemerintah menyampaikan informasi dengan benar. Keduanya, ini harus lengkap," terang Ede.

"Ketika orang enggak mau divaksin, ya kita harus mencari tahu, ada apa dengan dia. Orang yang tidak mau divaksin perlu diberikan penjelasan dan ditunjukkan dengan bukti."

 

 

 

** #IngatPesanIbu

Pakai Masker, Cuci Tangan Pakai Sabun, Jaga Jarak dan Hindari Kerumunan.

Selalu Jaga Kesehatan, Jangan Sampai Tertular dan Jaga Keluarga Kita.

Saksikan Video Menarik Berikut Ini:

Sanksi Vaksinasi COVID-19 dan Sumber Penularan Virus

[Fimela] penularan virus Corona
ilustrasi penularan virus Corona | pexels.com/@cottonbro

Ede menambahkan, pemahaman mengenai vaksinasi COVID-19 juga perlu dibangun dengan informasi uji vaksin COVID-19.

"Contohnya, ada komentar, 'Maaf bukan enggak mau divaksin, tapi bagaimana jaminan ke masyarakat yang apabila divaksin tidak cocok atau menimbulkan dampak buruk penyakit lain, kelumpuhan. Jangan hanya mau vaksinasi, tapi enggak ada jaminan.' Sebenarnya ini pemahaman yang salah," tambahnya.

"Yang namanya vaksin ada penelitian, pengembangan juga eksplorasi. Kalau sudah ketemu formula vaksin akan masuk ke pengembangan, vaccine development. Ini yang tak dipahami masyarakat umum. Pengembangan vaksin ada fase 1, 2, dan 3, sebelumnya fase clinical trial."

Terkait sanksi bagi penolak vaksinasi COVID-19, kata Ede, keputusan aturan dikeluarkan mungkin melihat sisi penularan virus Corona.

"Situasi pandemi ini kan setiap orang diharapkan berkontribusi untuk bersama-sama melindungi dirinya dan orang lain. Barangkali hal ini menjadi latar belakang dikeluarkan keputusan sanksi vaksinasi COVID-19," ujarnya.

"Karena kalau satu orang tidak divaksin, kemudian dia ternyata tertular virus Corona. Berarti dia juga menjadi sumber penularan kepada orang lain. Dasar logikanya seperti ini."

Infografis Geger Crazy Rich Ikut Antrean Vaksinasi Covid-19

Infografis Geger Crazy Rich Ikut Antrean Vaksinasi Covid-19. (Liputan6.com/Trieyasni)
Infografis Geger Crazy Rich Ikut Antrean Vaksinasi Covid-19. (Liputan6.com/Trieyasni)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya