Liputan6.com, Jakarta Jam kerja berlebihan dapat meningkatkan risiko penyakit jantung dan stroke yang dapat berujung kematian. Antara tahun 2000 dan 2016, jumlah kematian akibat penyakit jantung akibat jam kerja yang panjang meningkat sebesar 42%, dan akibat stroke sebesar 19%.
Dalam sebuah studi yang diterbitkan dalam Environment International pada Selasa (18/5/2021), Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) dan Organisasi Buruh Internasional (ILO) menyimpulkan bahwa bekerja 55 jam atau lebih per minggu berisiko meningkatkan kemungkinan stroke 35% lebih tinggi dan risiko kematian akibat penyakit jantung iskemik 17% lebih tinggi dibandingkan bekerja 35-40 jam seminggu.
Baca Juga
WHO dan ILO memperkirakan ada 745.000 kematian pada 2016 akibat stroke dan penyakit jantung akibat bekerja setidaknya 55 jam per minggu. Sekitar 72 persen kematian terjadi pada pria.Â
Advertisement
Sebagian besar kasus kematian juga terjadi pada orang yang meninggal pada usia 60 hingga 79 tahun yang telah bekerja selama 55 jam atau lebih per minggu antara usia 45 sampai 74 tahun.
Simak Juga Video Berikut
Batasan untuk Melindungi Kesehatan Pekerja
Direktur Jenderal WHO Tedros Adhanom Ghebreyesus menyebut pandemi COVID-19 telah membuat perubahan cara kerja yang signifikan termasuk jam kerja yang bertambah. Ia pun menyebut perlu adanya kesepakatan batasan untuk melindungi kesehatan pekerja.Â
“Tidak ada pekerjaan yang sebanding dengan risiko stroke atau penyakit jantung. Pemerintah, pemberi kerja, dan pekerja perlu bekerja sama untuk menyetujui batasan untuk melindungi kesehatan pekerja," ujarnya dalam sebuah rilis.
Direktur Departemen Lingkungan, Perubahan Iklim dan Kesehatan WHO Maria Neira juga memiliki pandangan serupa. Menurutnya, bekerja 55 jam atau lebih per minggu merupakan bahaya kesehatan yang serius. Oleh karena itu, sudah saatnya semua pihak, mulai dari pemerintah, pengusaha, dan karyawan menyadari fakta bahwa jam kerja berlebihan dapat menyebabkan kematian dini.
Â
Penulis: Abel Pramudya Nugrahadi
Advertisement