Tanggapan Epidemiolog terkait PPKM Darurat, Bagus di Kertas Buruk di Implementasi

Pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat atau PPKM Darurat diwacanakan akan diperpanjang hingga 6 minggu mengingat kasus COVID-19 yang masih mengalami lonjakan.

oleh Ade Nasihudin Al Ansori diperbarui 13 Jul 2021, 16:30 WIB
Diterbitkan 13 Jul 2021, 16:30 WIB
Penambahan Penyekatan Ruas Jalan saat PPKM Darurat
Petugas Polisi dan Dishub menyekat ruas Jalan Simatupang mengarah ke Fatmawati, Jakarta, Sabtu (10/7/2021). Penambahan titik penyekatan jalan seperti ruas Jalan Simatupang, Jalan Antasari, dan Jalan Raya Cijantung untuk mempertegas bahwa Jakarta masih masa PPKM Darurat. (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Liputan6.com, Jakarta Pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat atau PPKM Darurat diwacanakan akan diperpanjang hingga 6 minggu mengingat kasus COVID-19 yang masih mengalami lonjakan.

Ketika ditanya tentang hal tersebut, ahli epidemiologi dari Griffith University Australia Dicky Budiman lebih menyoroti pada implementasi PPKM Darurat yang terbilang masih buruk.

“Penerapan PPKM ini konteks sih sudah, tapi masalahnya adalah di implementasinya, konsistensinya, di komitmennya dan kualitas dari penerapannya,” kata Dicky kepada Health Liputan6.com melalui pesan suara, Selasa (13/7/2021).

Ia memberi contoh, pengetesan (testing) belum naik dan belum mengarah pada target yang ditetapkan. Ini menjadi salah satu kelemahan penerapan PPKM Darurat selama ini, katanya.

“Kita bagus di kertas, buruk di implementasi. Ini berbahaya dan bicara testing serta tracing itu strategi yang sangat fundamental, itulah yang menyebabkan kita sekarang ini memburuk baik di kasus positif maupun kasus kematiannya.”

Simak Video Berikut Ini

Perbaiki yang Bolong

Melihat keadaan tersebut, Dicky mengimbau agar Indonesia segera memperbaiki yang “bolong” terutama dari sisi 3T (testingtracing, dan treatment).

“Jadi yang bolong ini terutama perbaiki 3T-nya, setidaknya 500 ribu (tes) dilakukan secara merata dan itu standar, belum ideal, di situasi kita sekarang ini harusnya sampai 1 juta.”

Menurut data yang didapat Dicky dari laman resmi Pemda, angka kematian akibat COVID-19 mencapai 1.086. Hal ini mengartikan bahwa tiga minggu lalu ada kurang lebih 130 ribu kasus infeksi.

“Artinya, kalau bicara 130 ribu kasus infeksi, kalau di-tracing 10 orang saja dari satu kasus infeksi maka harus ada tesnya 10 kali 130 ribu. Berarti tesnya perlu 1,3 juta.”

Banyaknya jumlah tes juga harus dibarengi strategi tes yang murah dan akurat dan pilihannya antara PCR atau rapid test antigen sesuai rekomendasi organisasi kesehatan dunia (WHO).

“Inilah yang akan memutus mata rantai penularan, jangan dianggap COVID-19 dapat dibiarkan sembuh sendiri karena long covid dan dampak jangka panjang ini serius sehingga perlu dicegah.”

PPKM Darurat Seminggu Terakhir

Dicky juga melihat bahwa PPKM Darurat seminggu terakhir belum efektif menurunkan kasus secara signifikan. Baik kasus infeksi, kematian, maupun angka reproduksi dan pertumbuhannya.

 “Ya menurut saya setidaknya ini (PPKM Darurat) kita lakukan sampai akhir Agustus lah atau kita lihat sampai pertengahan Agustus nanti lah, tapi prediksi saya sampai akhir Agustus kita masih memerlukan PPKM Darurat ini.

Bicara tentang PPKM Darurat, ini tidak sama dengan lockdown, lanjutnya.

“Lockdown kan biasanya dua kali masa inkubasi atau satu bulan paling cepat, rata-rata ya 6 minggu juga,” pungkasnya.

 

Infografis Aturan Pembatasan PPKM Darurat Jawa Bali

Infografis Aturan Pembatasan PPKM Darurat Jawa Bali. (Liputan6.com/Abdillah)
Infografis Aturan Pembatasan PPKM Darurat Jawa Bali. (Liputan6.com/Abdillah)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya