CDC Peringatkan Varian COVID-19 Delta Seperti Cacar Air dan Picu Penyakit Lebih Parah

Centers for Disease Control and Prevention (CDC) dalam dokumen internal mereka memperingatkan varian Delta COVID-19 kemungkinan menular seperti cacar air dan menyebabkan penyakit yang lebih parah daripada jenis virus lainnya.

oleh Fitri Syarifah diperbarui 01 Agu 2021, 09:00 WIB
Diterbitkan 01 Agu 2021, 09:00 WIB
AS Minta Warganya Pakai Masker Lagi
Orang-orang dengan masker berjalan di Grand Central Terminal, New York City, Selasa (27/7/2021). Warga Amerika yang divaksinasi penuh harus kembali memakai masker di dalam ruangan di daerah-daerah di mana virus corona dan terutama varian Delta menyebar dengan cepat. (Spencer Platt/Getty Images/AFP)

Liputan6.com, Jakarta Centers for Disease Control and Prevention (CDC) dalam dokumen internal mereka memperingatkan varian Delta COVID-19 kemungkinan menular seperti cacar air dan menyebabkan penyakit yang lebih parah daripada jenis virus lainnya.

Dilansir dari Washington Post, pejabat kesehatan di CDC menyatakan dalam dokumen bahwa sudah saatnya mengakui perubahan arah "perang" dalam berjuang menangani varian Delta dengan hanya kurang dari setengah warga lagi yang tidak divaksinasi COVID-19.

Temuan ini mendukung keputusan Direktur CDC Dr. Rochelle Walensky minggu ini untuk merekomendasikan agar orang yang divaksinasi penuh kembali mengenakan masker di dalam ruangan di daerah dengan tingkat COVID-19 yang tinggi, katanya setelah memverifikasi keabsahan dokumen tersebut, dikutip dari CNN.

CDC juga mengumumkan minggu ini orang yang divaksinasi penuh juga dapat menyebarkan COVID-19 semudah orang yang tidak divaksinasi.

 

Simak Video Berikut Ini:

Lebih menular

Dilansir dari Livescience, saat ini risiko penyakit bergejala berkurang delapan kali lipat dan risiko rawat inap dan kematian berkurang 25 kali lipat di antara mereka yang divaksinasi penuh dibandingkan mereka yang tidak divaksinasi. Namun, risiko infeksi dengan varian Delta kemungkinan hanya berkurang tiga kali lipat pada mereka yang divaksinasi.

Varian Delta lebih menular daripada virus yang menyebabkan sindrom pernapasan Timur Tengah (MERS) dan sindrom pernapasan akut parah (SARS), Ebola, flu biasa, flu musiman, flu 1918 dan cacar, dan sama menularnya seperti cacar air.

Terlebih lagi, orang yang terinfeksi varian delta dapat membawa viral load yang lebih tinggi daripada orang yang terinfeksi varian lain (bahkan dalam kasus terobosan) dan melepaskan virus, sehingga dapat menyebarkannya lebih lama.

Sebuah studi pendahuluan kecil menemukan bahwa orang yang terinfeksi delta mungkin membawa lebih dari 1.000 kali lebih banyak partikel virus dan dites positif dua hari lebih awal daripada mereka yang terinfeksi virus asli.

Aturan masker

Kasus COVID-19 baru telah melonjak 151% dalam 14 hari terakhir per 30 Juli dan kini di AS memiliki rata-rata sekitar 71.600 infeksi baru sehari.

"Jumlah kasus yang kami miliki sekarang lebih tinggi daripada jumlah yang kami miliki pada hari tertentu musim panas lalu," kata Direktur CDC Dr. Rochelle Walensky, dikutip dari Health.

Kemudian, bersamaan dengan aturan keharusan penggunaan masker di dalam ruangan untuk orang yang divaksinasi dan tidak divaksinasi, CDC juga mengimbau agar siapaun di sekolah, baik siswa, staf, dan pengunjung, harus mengenakan masker, terlepas dari status vaksinasi mereka. Dalam dokumen tersebut, CDC juga mengakui bahwa mereka perlu mengubah rekomendasi mereka untuk mendapatkan lebih banyak orang Amerika yang divaksinasi.

Memang ini merupakan langkah pengendalian yang ekstrem, namun virus itu sendiri juga ekstrem, kata Walensky.

Di AS, kasus COVID-19 sempat menurun saat warga AS divaksinasi, turunnya sampai sekitar 11000 perhari pada awal Juni. Tetapi karena varian delta menjadi jenis yang dominan di AS kasus kembali melonjak ke tingkat yang tidak terlihat sejak Februari, ketika vaksin tidak tersedia untuk semua orang Amerika. Peningkatan kasus terbesar terjadi di negara bagian selatan seperti Louisiana, Missouri, Arkansas, dan Florida, yang semuanya memiliki tingkat vaksinasi terendah di negara tersebut.

Sementara itu, pada hari Kamis, Presiden AS Joe Biden mengumumkan bahwa semua pegawai federal akan diminta untuk divaksinasi atau menjalani tes COVID-19 mingguan. Ia mengimbau semua orang untuk mendapatkan vaksinasi sesegera mungkin.

"Anda akan melihat cerita tentang pasien yang tidak divaksinasi di rumah sakit, ketika mereka terbaring di tempat tidur sekarat karena COVID-19, mereka bertanya, 'Dok, bisakah saya mendapatkan vaksinnya?' Para dokter harus berkata, 'Maaf, sudah terlambat.'," ungkap Biden dikutip dari Health.

Yang jelas, varian Delta ini dapat menyebabkan penyakit yang lebih parah daripada strain alfa atau pendahulunya, dikutip dari data yang diterbitkan dari Kanada, Singapura dan Skotlandia.

Adapun data dari Inggris, Skotlandia, Kanada, dan Israel menunjukkan bahwa vaksin Pfizer-BioNTech antara 93% dan 100% efektif dalam mencegah rawat inap atau kematian tetapi 64% hingga 88% efektif dalam mencegah penyakit simtomatik dari varian delta.

Terlebih lagi, kasus terobosan akan lebih sering terjadi di tempat berkumpul dan dalam kelompok di mana vaksin bekerja kurang kuat, termasuk orang-orang yang mengalami gangguan kekebalan atau lanjut usia. Risiko rawat inap dan kematian lebih tinggi di antara orang dewasa yang lebih tua dibandingkan dengan populasi yang lebih muda, terlepas dari status vaksinasi, jelas isi dari laporan dalam dokumen tersebut.

Infografis Covid-19 Delta Plus Terdeteksi di Indonesia

Infografis Covid-19 Delta Plus Terdeteksi di Indonesia
Infografis Covid-19 Delta Plus Terdeteksi di Indonesia (Liputan6.com/Abdillah)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya