Liputan6.com, Jakarta - Korea Selatan baru saja menyelesaikan pemilihan presiden terbarunya. Dari total perolehan suara, Yoon Suk-yeol terpilih menjadi pemenangnya dan mulai menjabat pada Mei 2022 mendatang.
Pemilihan presiden Korea Selatan pada periode inipun dianggap sebagai salah satu yang paling kontroversial lantaran Yoon terkenal dengan gagasan dan rencananya yang anti-feminis.
Baca Juga
Oposisi Korea Selatan Ancam Makzulkan Presiden Sementara Han Duck-soo Terkait Penyelidikan Darurat Militer
Detail Hyundai Palisade 2025 Mulai Diungkap, Ada Versi ICE dan Hybrid
Kaleidoskop 2024: Deretan Berita Menggemparkan Dunia, Pernikahan Sesama Jenis Menlu Australia hingga Darurat Militer Korsel
Yoon menjanjikan untuk menghapus Kementerian Kesetaraan Gender dan Keluarga di sana. Mengutip laman Times, Yoon menganggap bahwa feminisme menjadi latar belakang dibalik rendahnya angka kelahiran di sana.
Advertisement
"Sentimen anti-feminis ini secara luas telah digunakan untuk mendapatkan pemilih dalam pemilu kali ini. Itu bahkan jadi strategi utamanya," kata salah satu anggota kelompok feminis Haeil, Lee Ye-eun.
Berbeda dengan lawannya, Lee Jae-myung yang mengakui bahwa isu kesetaraan gender di Korea Selatan memang nyata adanya. Pernyataan tersebut juga sempat disampaikan oleh Lee pada Selasa, 1 Maret 2022.
"Saya pikir sangat penting untuk mengakui ketidaksetaraan dan masalah ketidaksetaraan gender yang diderita perempuan secara struktural dalam masyarakat kita,” kata Lee.
Meski mengakui adanya isu kesetaraan gender di sana, bukan berarti Lee membela hanya satu pihak. Lee mengaku bahwa dirinya juga menentang diskriminasi terhadap pria.
Perolehan terbesar dari pria
Menurut Vice World News, kemenangan Yoon Suk-yeol juga begitu tipis dari lawannya Lee Jae-myung dengan selisih hanya 0,73 persen.
Dalam pemilihan kali ini Yoon juga mendapatkan perolehan suara terbesar dari laki-laki. Sekitar 59 persen pria berusia dua puluhan dan 53 persen pria berusia tiga puluhan.
"Jenis pesan kampanye mereka seperti berbicara kepada populasi pria muda yang tidak puas karena mereka merasa tertinggal," ujar asisten profesor di Universitas Notre Dame, Sharoon Yoon.
Hal tersebut juga dikaitkan dengan peraturan untuk melakukan wajib militer bagi pria di Korea Selatan. Mengingat hal tersebut dianggap dapat menghambat karir para pria.
"Kementerian Kesetaraan Gender dan Keluarga harus dihapuskan sesegera mungkin karena itu adalah lembaga yang paling tidak berguna di pemerintahan kita sejauh ini," kata pria berusia 23 tahun yang menjadi pendukung Yoon, Yu Jun-beom.
Advertisement