Turun Tangan dalam Kasus Bullying Calon Dokter Spesialis, Kemenkes Beberkan Alasannya

Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI turun tangan dalam kasus perundungan yang terjadi pada para calon dokter spesialis atau peserta Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS).

oleh Diviya Agatha diperbarui 18 Agu 2023, 15:00 WIB
Diterbitkan 18 Agu 2023, 15:00 WIB
Ilustrasi perundungan foto: Rodnae production dari Pexels .
Kemenkes RI buka kanal pengaduan terkait perundungan untuk para calon dokter spesialis. Belum sebulan dibuka, sudah ada hampir 100 laporan perundungan yang masuk ke pihak Kemenkes RI. (Foto: Rodnae production dari Pexels)

Liputan6.com, Jakarta Dalam sektor mana pun, perundungan atau yang sering disebut dengan bullying merupakan hal tidak dapat dibenarkan. Sayangnya, perundungan turut terjadi dalam dunia pendidikan kedokteran.

Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI membongkar adanya laporan terkait perundungan yang terjadi pada para calon dokter spesialis atau peserta Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) di rumah sakit tempat mereka bekerja.

Direktur Jenderal Pelayanan Kesehatan Kemenkes RI, dr Azhar Jaya, SKM, MARS pun mengungkapkan apa alasan pihaknya sampai perlu turun tangan dalam kasus perundungan yang terjadi pada para calon dokter spesialis.

"Saya banyak mendapat pertanyaan dari para sejawat teman direktur utama semua, 'Kenapa sih Kementerian Kesehatan ikut campur dalam urusan perundungan?'," kata Azhar melalui konferensi pers secara daring bersama Kemenkes RI ditulis Jumat, (18/7/2023).

Kemenkes Turun Tangan terkait Perundungan

Menurut Azhar, Kemenkes RI turun tangan pada kasus perundungan yang terjadi pada puluhan calon dokter lantaran ingin memberikan pelayanan yang terbaik.

Seperti diketahui, pihak Kemenkes RI tengah mengupayakan adanya transformasi layanan kesehatan. Transformasi itu dipercayai bukan hanya berlaku untuk masyarakat, melainkan pula untuk para tenaga kesehatan dan peserta didiknya.

"Ini semata-mata kami lakukan karena kami ingin memberikan pelayanan yang terbaik kepada masyarakat. Kita sedang melaksanakan transformasi kesehatan. Jadi pelayanan ini bukan hanya buat pasien. Tapi seluruhnya, baik karyawan, termasuk peserta didik," ujar Azhar.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.


Kemenkes Tak Ingin Peserta Didik Kedokteran Alami Perundungan

Ilustrasi dokter. Photo by Karolina Grabowska/ Pexels
Kemenkes RI buka kanal pengaduan terkait perundungan untuk para calon dokter spesialis. Belum sebulan dibuka, sudah ada hampir 100 laporan perundungan yang masuk ke pihak Kemenkes RI. (Photo by Karolina Grabowska/ Pexels)

Lebih lanjut, Azhar mengungkapkan bahwa pihak Kemenkes RI hanya tidak ingin ada peserta didik dokter spesialis yang mengalami kejadian di luar kepentingan terkait pendidikan.

"Kami tidak ingin ada peserta didik yang mohon maaf sekali, mereka sudah tidak bisa praktik, tidak bisa kumpul dengan keluarga karena sedang melakukan proses pendidikan, kemudian masih harus mengeluarkan biaya-biaya yang tidak terkait dengan pendidikan," ujar Azhar.

Menurut Azhar, masalah perundungan yang terjadi di dunia kedokteran seperti ini menjadi perhatian bagi Kemenkes RI.

"Tentu saja ini menjadi concern kita bersama supaya nanti proses pendidikannya bisa berjalan dengan baik, dan menghasilkan dokter yang bermutu, profesional, dan tentu saja bermartabat," kata Azhar.


Awal Mula Kasus Perundungan Calon Dokter Spesialis

Ilustrasi dokter
Kemenkes RI buka kanal pengaduan terkait perundungan untuk para calon dokter spesialis. Belum sebulan dibuka, sudah ada hampir 100 laporan perundungan yang masuk ke pihak Kemenkes RI. | Via: istimewa

Dalam kesempatan yang sama, Menteri Kesehatan RI Budi Gunadi Sadikin menceritakan bagaimana awal mula laporan perundungan pada puluhan calon dokter spesialis bisa terbongkar.

Puluhan dokter tersebut diketahui tengah mengikuti PPDS. Pria yang akrab disapa BGS ini menyebut perundungan mulai terkuak usai muncul video di media sosial yang membahas pelayanan sangat buruk di RSUP H Adam Malik.

Setelah diselidiki, dokter yang memberikan layanan buruk itu mengaku stres karena mendapat perlakuan yang buruk di tempatnya bekerja.

"Ada dokter yang memberikan layanan sangat buruk dan kasar kepada pasien. Sesudah kita cek, ternyata yang bersangkutan adalah peserta didik dokter spesialis yang kemudian stres karena memang mendapatkan perlakuan dan juga jam kerja yang sangat jauh di luar norma," ujar Budi Gunadi Sadikin.


Masuk Laporan Perundungan, Kemenkes Buka Kanal Aduan

Ilustrasi melaporkan online bullies (unsplash)
Kemenkes RI buka kanal pengaduan terkait perundungan untuk para calon dokter spesialis. Belum sebulan dibuka, sudah ada hampir 100 laporan perundungan yang masuk ke pihak Kemenkes RI. (unsplash)

Budi mengungkapkan bahwa setelah kejadian itu, Kemenkes RI mengeluarkan Instruksi Menteri khusus untuk melaporkan soal perundungan yang terjadi.

"Kita lakukan diskusi dengan banyak peserta pendidikan spesialis di banyak rumah sakit, dan kesimpulannya mendekati 100 persen menyampaikan hal yang sama (ada perundungan). Itu yang menyebabkan kita mengeluarkan Instruksi Menteri," kata Budi.

Budi Gunadi menjelaskan, pihak Kemenkes RI akhirnya menemukan fakta yang selaras dengan hasil diskusi itu. Ada banyak laporan yang masuk setelah kanal pengaduan dibuka.

"Kata-kata yang sangat kasar, ngomong mengenai binatang ke anak-anak. Ada kata-kata yang sangat rasialis. Malah juga ada buku panduan yang harus diikuti, apa yang di situ menurut kami tidak pantas dan tidak ada hubungannya sama sekali dengan pendidikan," ujar Budi.

Infografis Dokter Berguguran di Medan Tempur Covid-19
Infografis Dokter Berguguran di Medan Tempur Covid-19 (Liputan6.com/Triyasni)
Lanjutkan Membaca ↓

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya