Tentara Israel Serang Kamp-Kamp Pengungsi Palestina, Korban Anak Meninggal Dunia di Gaza Capai 4.000

Setidaknya ada 4.008 anak tewas akibat pengeboman yang dilakukan Israel di Gaza selama hampir sebulan terakhir.

oleh Dyah Puspita Wisnuwardani diperbarui 06 Nov 2023, 14:30 WIB
Diterbitkan 06 Nov 2023, 14:30 WIB
Penghormatan untuk anak-anak Gaza di pantai Brasil
Masing-masing bertuliskan nama korban anak-anak di Gaza serta bendera Palestina. (AP Photo/Bruna Prado)

Liputan6.com, Jakarta - Kementerian Kesehatan Palestina menyebut setidaknya ada 4.008 anak-anak tewas akibat pengeboman yang dilakukan Israel di Gaza selama hampir sebulan terakhir.

Al Jazeera melaporkan, sebuah serangan udara Israel menghancurkan sejumlah rumah yang terletak dekat sebah sekolah di kamp pengungsian Bureji di pusat Gaza pada Minggu siang. Serangan tersebut menyebabkan 13 orang meninggal dunia, menurut laporan pihak Rumah Sakit Al-Aqsa.

Sebuah footage atau rekaman yang telah diverifikasi Al Jazeera pada Minggu (5/11) menampilkan warga tengah mencari korban di bawah retuntuhan rumah untuk dievakuasi.

Ini adalah kamp pengungsi ketiga yang jadi sasaran serangan udara Israel dalam 24 jam terakhir. Diwartakan, lebih dari 50 warga Palestina tewas dalam serangan di kamp pengungsi Al-Maghazi dan Jabalia di Gaza.

Salah seorang warga kamp al-Maghazi, Arafat Abu Mashaia mengatakan, serangan udara Israel meratakan beberapa rumah bertingkat yang telah menjadi tempat berlindung bagi warga yang terpaksa keluar dari wilayah lain Gaza.

"Itu benar-benar sebuah pembantaian," ujarnya, Minggu (5/11) pagi, berdiri di antara reruntuhan rumah yang hancur.

"Semua yang ada di sini adalah orang-orang yang damai. Saya menantang siapa pun yang mengatakan ada (pejuang) perlawanan di sini," lanjutnya.

Kamp tersebut yang merupakan kawasan perumahan buatan, terletak di zona evakuasi, lokasi yang dituju ketika militer Israel mendesak warga sipil Palestina untuk mencari perlindungan dan memfokuskan serangan ke utara.

Warga lainnya, Saeed al-Nejma mengatakan tengah tidur bersama keluarganya ketika ledakan terjadi lingkungan tersebut.

"Sepanjang malam, saya dan teman-teman lainnya berusaha mengangkat korban tewas dari reruntuhan. Kami punya punya anak yang tubuhnya tercabik-cabik," ucapnya. 

 

1,5 Juta Orang Jadi Pengungsi Internal di Gaza

Pada Minggu, 5 November 2023, pesawat-pesawat Israel kembali menjatuhkan selebaran, mendesak masyarakat bergerak menuju selatan Gaza. Mereka diberi waktu selama empat jam.

Kerumunan orang pun terlihat berjalan kaki menyusuri jalan-jalan utama utara-selatan dengan hanya membawa apa yang mampu mereka bawa. Ya lainnya menggiring kereta keledai.

Seorang pria menuturkan, dia harus berjalan sejauh 500 meter dengan tangan terangkat ketika melewati pasukan Israel. Sedang yang lain menggambarkan, melihat jenazah di dalam mobil yang rusak di sepanjang jalan.

"Anak-anak pertama kali melihat tank. Ya ampun, kasihanilah kami," ucap seorang warga Palestina yang enggan menyebutkan nama.

Menurut jurnalis Al Jazeera Hani Mahmoud, serangan udara yang berulang pada kamp-kamp pengungsi di Gaza jadi membuat masyarakat tak lagi menganggap serius jaminan koridor aman untuk warga melakukan perjalanan ke selatan.

Menurut PBB, sebanyak 1,5 juta dari total populasi 2,3 juta jiwa kini jadi pengungsi internal di Gaza.

 

 

Ribuan Anak Meninggal Dunia

Sebelumnya pada pekan lalu, PBB sempat mengatakan bahwa Jalur Gaza kini tak ubahnya taman pemakaman bagi ribuan anak seiring tentara Israel melebarkan serangan udara dan daratnya pada perumahan dan rumah sakit.

"Kekhawatiran terbesar kami mengenai laporan jumlah anak-anak yang terbunuh menjadi puluhan, kemudian ratusan, dan akhirnya ribuan terwujud hanya dalam waktu dua pekan," ucap juru bicara Children's Fund UNICEF James Elder, Selasa pekan lalu.

"Jumlahnya sangat mengerikan, dilaporkan lebih dari 3.450 anak terbunuh. Secara mengejutkan angka ini meningkat signifikan setiap hari," tambahnya.

"Gaza telah menjadi kuburan bagi ribuan anak. Ini adalah neraka bagi semua orang," ujar James Elder, dilansri Al Jazeera.

PM Israel Tolak Gencatan Senjata

Serangan dan aktivitas pengungsian berlangsung ketika Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken bertemu Presiden Palestina Mahmoud Abbas di Tepi Barat yang telah diduduki pada Minggu (5/11).

Dalam pertemuan itu, Blinken kembali menegaskan posisi Washington atau pemerintah AS yang menyerukan "jeda kemanusiaan" di Gaza demi melindungi warga sipil dan warga negara asing untuk keluar dari wilayah tersebut, sambil "masih memungkinkan Israel mencapai tujuan" mengalahkan Hamas.

Baik Mesir maupun Yordania secara terbuka mengecam sikap tersebut pada konferensi pers Sabtu dan menyerukan gencatan senjata segera. Hal ini sejalan dengan sikap para pemimpin lain di wilayah tersebut.

Sementara itu, Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu kembali menolak gagasan untuk menghentikan serangan terhadap Palestina, mengabaikan seruan dan protes dari seluruh dunia. Dia bahkan menegaskan, tidak akan ada gencatan senjata sebelum warga Israel yang disandera dibebaskan.

"Tidak akan ada gencatan senjata tanpa kembalinya sandera kami, kami mengatakan hal ini kepada musuh dan teman kami. Kami akan terus melanjutkan sampai kami mengalahkan mereka," ucapnya pada awak udara dan darat di Pangkalan Angkatan Udara Ramon di Israel selatan pada Minggu (5/11).

Israel mengatakan pihaknya menargetkan pejuang dan aset Hamas serta menuduh kelompok tersebut menggunakan warga sipil sebagai tameng manusia.

Kritikus mengatakan, serangan Israel tidak proporsiaonal mengingat banyaknya warga sipil yang jadi korban tewas.

 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya