Liputan6.com, Jakarta Daya atau virulensi penularan COVID-19 masih jauh lebih tinggi dibanding Mycoplasma pneumonia yang sedang melonjak di China dan beberapa negara Eropa seperti Belanda dan Denmark. Hal ini dilihat dari perbedaan patogen, Mycoplasma termasuk bakteri, sedangkan COVID-19 dari virus SARS-CoV-2.
Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI Imran Pambudi menilai fatalitas atau kematian infeksi pneumonia akibat bakteri Mycoplasma pada anak ini terbilang sedikit.
Baca Juga
Pernyataan Imran di atas menjawab, seberapa bahaya Mycoplasma pneumonia?
Advertisement
"Virulensi COVID-19 jauh tinggi dibandingkan Mycoplasma. Selama ini, bakteri Mycoplasma menjadi penyebab pneumonia yang sering terjadi sebelum COVID," kata Imran saat konferensi pers 'Kewaspadaan Terhadap Kejadian Mycoplasma Pneumonia di Indonesia' pada Rabu, 29 November 2023.
"Dan kalau melihat data, dulu tidak sampai tinggi kematian cuma memang morbiditas (angka kesakitan) ya ada. Mortalitas (kematian) sedikit ya."
Virulensi secara definisi merupakan daya atau kemampuan patogen, baik virus dan bakteri untuk menyebabkan kerusakan pada inang.
Penyakit yang Biasa Menyebar di China
Menurut Imran, infeksi Mycoplasma pneumonia termasuk salah satu penyebab penyakit pneumonia pada masyarakat, yang paling banyak dampaknya terhadap anak-anak. Penyakit ini muncul pada situasi musim panas untuk negara-negara yang memiliki empat musim.
"Mycoplasma ini memang penyakit biasa diderita di China, fatalitasnya tidak terlalu tinggi," terangnya.
Saluran Pernapasan Anak Pendek
Pada kasus Mycoplasma pneumonia di China lebih banyak menyerang anak-anak. Hal ini karena saluran pernapasan anak-anak pendek sehingga bakteri dan virus lebih mudah masuk ke jaringan paru-paru.
"Kenapa banyak anak yang kena? Anak-anak ini kan saluran pernapasannya pendek sehingga infeksi saluran pernapasan atas itu lebih mudah masuk ke jaringan paru. Karena dia (saluran pernapasannya) pendek,"Â Imran Pambudi.
Dari data Kemenkes RI, kejadian kasus pneumonia paling banyak di Jawa Barat. Tren pneumonia tampak tinggi di awal tahun kemudian berangsur menurun sampai September-Oktober 2023.
"Kondisinya paling rendah dibandingkan bulan sebelumnya. Kalau insidensinya per 100.00 penduduk, paling tinggi DKI dari kasus Infeksi Saluran Pernapasan Atas (ISPA) dan pneumonia, terutama peningkatan DKI Jakarta," papar Imran.
"Itu (kejadian di DKI) saat polusi udara cukup tinggi, sekitar September-Oktober 2023 sehingga memang insidensinya yang paling tinggi."
Advertisement
Rawat Inap dan Jalan karena Mycoplasma Pneumonia
Rumah sakit di seluruh China sedang bergulat dengan lonjakan kasus penyakit pernapasan pada anak-anak, terutama lonjakan Mycoplasma pneumoniae.
Dari beberapa rumah sakit dan klinik di Beijing, Shanghai dan Provinsi Henan, China Tengah, meskipun menghadapi peningkatan pneumonia dalam kunjungan rawat jalan dan rawat inap pada musim dingin ini, sistem kesehatan tidak kewalahan seperti yang terjadi selama awal melawan COVID-19.
Capital Institute of Pediatrics, sebuah rumah sakit terkenal yang berkantor pusat di Beijing menjadi salah satu pilihan utama bagi orangtua di Beijing saat anak-anak sakit. Mereka telah melakukan beberapa perbaikan untuk meningkatkan kemampuan perawatan medisnya.
Banyak Pasien Anak Terinfeksi Mycoplasma
Untuk menangani kunjungan pasien yang tinggi di rumah sakit, telah terjadi peningkatan 86,36 persen dalam jumlah dokter yang tersedia untuk kunjungan.
Selain itu, sistem jalur cepat khusus telah diterapkan untuk anak-anak yang sakit kritis, yang memungkinkan mereka untuk menerima laporan diagnostik dengan segera, menurut laporan Beijing Youth Daily.
"Departemen pediatri kami menerima lebih dari 2.000 kunjungan per hari, sekitar 70 persen di antaranya adalah pasien infeksi saluran pernapasan. Sulit untuk menemukan bangsal sejak bulan Oktober 2023," kata Deputy Director of The Hospital's Pediatrics First Affiliated Hospital of Henan University of Chinese Medicine, Zhou Rongyi.
"Banyak anak yang terinfeksi Mycoplasma saat ini. Salah satu penyebab utamanya adalah infeksi kombinasi influenza dan Mycoplasma."
Adanya Kesenjangan Imunisasi
Head of the Third People's Hospital of Shenzhen, Lu Hongzhou percaya bahwa wabah pneumonia Mycoplasma di China baru-baru ini karena adanya kesenjangan imunisasi, yang mengakibatkan anak-anak tidak memiliki kesempatan untuk mengembangkan resistensi terhadap virus umum seperti influenza.
Akibatnya, ketika pembatasan COVID-19 dicabut, mereka menjadi rentan terhadap patogen ini, demikian kata Lu, dikutip dari Global Times.
Lu menyarankan para orangtua untuk mempertimbangkan prevalensi penyakit di lingkungan anak dan mencari diagnosis dan pengobatan yang tepat waktu. Ia meyakinkan para orangtua bahwa mereka tidak perlu khawatir, karena pengobatan yang tepat waktu dapat secara efektif menangani infeksi seperti Mycoplasma pneumonia.
Advertisement