Atasi Kekurangan Ahli Jantung di Indonesia, Kemenkes Kirim 27 Dokter Spesialis untuk Belajar ke China dan Jepang

Para dokter spesialis ini akan memperdalam ilmu tentang penanganan penyakit jantung. Sehingga sekembalinya belajar bisa membantu dalam menangani penyakit jantung pada masyarakat.

oleh Benedikta Desideria diperbarui 07 Jan 2025, 17:00 WIB
Diterbitkan 07 Jan 2025, 17:00 WIB
Menkes Budi sebut dengan mengirimkan 27 dokter spesialis untuk memperdalam tentang jantung maka bisa sekembalinya dari belajar di China dan Jepang bisa membantu menyelamatkan nyawa masyarakat. (Dok Kemenkes)
Menkes Budi sebut dengan mengirimkan 27 dokter spesialis untuk memperdalam tentang jantung maka bisa sekembalinya dari belajar di China dan Jepang bisa membantu menyelamatkan nyawa masyarakat. (Dok Kemenkes)

Liputan6.com, Jakarta Menteri Kesehatan RI Budi Gunadi Sadikin melepas 27 peserta fellowship yang mengikuti program pendidikan dan penelitian di China dan Jepang. Lewat program ini, Budi berharap nantinya bisa membantu mengatasi kekurangan dokter spesialis jantung di Indonesia.

Pada batch kali ini, Kemenkes memberangkatkan 27 dokter spesialis, yang terdiri dari 22 dokter spesialis kardiologi intervensi dan 5 dokter spesialis neurologi intervensi.

Pengiriman para dokter spesialis untuk belajar lebih dalam soal penanganan jantung lantaran Indonesia masih kekurangan sumber daya manusia yang bisa mengatasi penyakit jantung.

Data Kemenkes menunjukkan bahwa dari 514 kabupaten/kota, sebanyak 372 di antaranya belum memiliki alat atau tenaga medis untuk layanan seperti kateterisasi jantung atau trombektomi. Angka ini mencerminkan tingginya kebutuhan dokter spesialis untuk meningkatkan akses kesehatan yang merata.

“Ini adalah tantangan serius bagi sektor kesehatan kita. Program fellowship ini merupakan langkah strategis untuk mengatasi kekurangan dokter spesialis jantung yang sangat dibutuhkan, sekaligus meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan jantung di Indonesia,” ujar Budi.

Untuk diketahui, paling tidak sekitar 550 ribu orang meninggal dunia di Indonesia akibat penyakit jantung. Penanganan penyakit jantung idealnya harus dilakukan dalam waktu kurang dari dua jam. Dengan waktu yang sangat singkat tersebut, pasien tidak memungkinkan untuk dirujuk ke tingkat provinsi.

Oleh karena itu, rumah sakit di kabupaten/kota harus dilengkapi dengan alat dan SDM kesehatan yang memadai.

"Jadi, kita ingin secepatnya mempersiapkan layanan untuk bisa menyelamatkan ratusan ribu masyarakat kita yang meninggal setiap tahun. Kita mesti mempersiapkan alatnya, SDM kesehatan, dan pembiayaannya. Ini kita lakukan di level puskesmas, rumah sakit, dan level promotif preventif,” ujar Budi pada Senin, 6 Januari 2024 di Jakarta Selatan.

 

Pembiayaan Program Fellowship Lewat LPDP

Program fellowship kali ini yang memberangkatkan para dokter spesialis untuk belajar tentang jantung ke China dan Jepang menggunakan skema pembiayaan dari Lembaga Pengelola Dana Pendidikan (LPDP).

Para peserta fellowship akan menjalani pendidikan intensif selama satu tahun di beberapa rumah sakit di China dan Jepang, seperti Fudan University Zhongshan Hospital, Zhongda Hospital, dan Sapporo Cardiovascular Center.

Diharapkan para dokter yang dikirim bisa untuk memperdalam keahlian peserta dalam bidang kardiologi, khususnya diagnosis, pengobatan, dan teknologi terkini dalam penanganan penyakit jantung.

Peluang Belajar

Salah satu peserta fellowship yakni dokter spesialis jantung dan pembuluh darah Bayushi Eka Putra mengatakan lewat program ini jadi kesempatan bagi dia untuk perdalam keahlian.

“Ini adalah kesempatan untuk memperdalam keahlian sekaligus berkontribusi lebih besar kepada masyarakat,” kata Bayushi.

Dokter yang praktik di RSUD Berkah Pandeglang yang akan menjalani fellowship di Sapporo Cardiovascular Center, Jepang.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya