Trombosis, si Pembunuh Senyap Mengintai

Penyakit trombosis atau penggumpalan darah yang menyebabkan sumbatan di dalam jaringan arteri atau vena masih kurang disadari

oleh Fitri Syarifah diperbarui 08 Okt 2013, 22:24 WIB
Diterbitkan 08 Okt 2013, 22:24 WIB
trombosis-131007b.jpg
Penyakit trombosis atau penggumpalan darah yang menyebabkan sumbatan di dalam jaringan arteri atau vena masih kurang disadari dan diketahui sebagai salah satu "silent killer" yang dapat menyebabkan kematian.

"Sumbatan karena trombosis dapat secara total atau partial, kalau sumbatan total pada arteri koroner atau jantung dapat menyebabkan kematian secara mendadak," ujar Pakar Trombosis dari Departemen Hematologi dan Onkologi Medik, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia /Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (FKUI/RSCM) Dr Karmel Lidow Tambunan di Jakarta, seperti ditulis, Selasa (8/10/2013).

Sementara, lanjutnya, jika sumbatan total pada arteri serebral atau otak maka terjadi kematian karena stroke, karena itu trombosis disebut sebagai 'silent killer', pembunuh senyap.

"Di Indonesia, dari 10 penyebab kematian utama yang menduduki peringkat pertama adalah stroke dan urutan ke-13 adalah jantung," ujar dia.

Karena itu, sebanyak 80 persen hingga 85 persen stroke adalah stroke iskemik atau trombosis dan lebih dari 70 persen kematian jantung juga karena trombosis, kalau dijumlahkan maka trombosis juga merupakan penyebab kematian utama di Indonesia.

Berdasarkan data Departemen Kesehatan Amerika Serikat, sedikit dari 300.000 hingga 600.000 orang terkena trombosis dan 100.000 di antaranya mengalami kematian. Di negara barat dan Amerika Serikat trombosis merupakan penyebab kematian utama lebih banyak dibanding kanker.

Arteri, vena dan ruangan jantung
Karmel mengatakan trombosis dapat terjadi di dalam jaringan sistem kardiovaskular pada arteri, vena, ruangan jantung dan mikrosirkulasi.

"Trombosis vena atau DVT (Deep Vein Thrombosis) pada umumnya terjadi pada kaki, tetapi dapat juga pada vena lain," ucapnya.

Gejala DVT pada kaki, lanjut dia, dapat berupa kaki bengkak perubahan warna, sakit atau nyeri sampai fungsinya berkurang.

"Sumbatan pada kaki dapat fatal jika bekuan darah lepas dan terbawa aliran darah serta menyangkut di arteri pulmonalis (paru) atau disebut PE (Pulmonary Embolism) hal ini berbahaya dan dapat mengakibatkan kematian," ujarnya.

Menurut dia, pada dasarnya setiap orang memiliiki risiko mengalami DVT, bahkan dengan faktor risiko tertentu memiliki potensi lebih besar mengalaminya.

Ia mengatakan faktor risikonya dapat berbeda dan multifaktorial, ada faktor genetik karena di dalam keluarga ada riwayat dan bisa karena didapat akibat gaya hidup kurang sehat, sehingga obesitas, diabetes, hipertensi, hiperkolesterolemia, stasis, sindrome antiphospholipid, trombophilla, hiperhomosistinemia, keterbatasan gerak termasuk naik pesawat dalam waktu lama yang dikenal dengan economy class syndrome, kebiasaan merokok dan juga pasca operasi besar.

Karmel mengatakan, trombosis merupakan penyakit yang bisa dicegah dan pencegahan selalu lebih baik daripada mengobati.

Misalnya, insiden trombosis pasca operasi seperti operasi ortopedi yang insidennya sangat tinggi dapat dicegah atau dikurangi dengan memberikan antikoagulan bisa lewat injeksi atau dengan cara oral.

"Operasi ortopedi besar seperti penggantian sendi lutut total disebut Total Knee Replacement (TKR) atau penggantian sendi panggul total atau Total Hip Replacement (THR) menjadi penting seiring dengan peningkatan jumlah penduduk usia tua," ujarnya.

Menghindari morbiditas
Sementara itu, pakar Trombosis dari Departemem Orthopaedi dan Traumatologi FKUI/RSCM, Andri Lubis mengatakan, operasi penggantian sendi panggul dan lutut dilakukan untuk peningkatan kualitas hidup dan paling sering dilakukan pada pasien berusia di atas 60 tahun hingga 65 tahun.

"Operasi penggantian sendi dan lututnya menunjukkan keberhasilan yang cukup tinggi antara 80-90 persen. Faktor penyebab diperlukannya operasi adalah masalah berat badan atau obesitas selain akibat kemunduran dari fungsi sel di tubuh atau yang disebut degeneratif," katanya.

Menurut dia, pembedahan itu memiliki risiko terjadinya DVT yang tinggi jika tanpa pencegahan seperti pembedahan panggul dapat mencapai risiko 50 persen, sementara pembedahan umum hanya 20 persen. DVT atau tromboembeli dapat dicegah dengan pemberian tromboprofilaksis atau antikoagulan yaitu obat antipenggumpalan darah, tanpa risiko pendarahan.

"Pemberian tromboprofilaksis sangat penting untuk menghindari terjadinya morbiditas dan juga harus memperhatikan pilihan pengobatan yang tersedia yang disesuaikan dengan pasien agar mendapatkan manfaat yang optimal," katanya.

Marketing Director PT Pfizer Indonesia, Matthew Golden, mengatakan, kondisi ini mendorong Pfizer memperkenalkan tromboprofilaksis golongan Apixaban (Fxa inhibitor) di dalam negeri. Apixaban memiliki efektivitas yang lebih baik dalam pencegahan VTE setelah operasi panggul dan lutut.

"Apixaban merupakan salah satu antikoagulan oral sehingga pasien dapat beristirahat dengan tenang dibanding antikoagulan sistem injeksi," ucapnya.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya