Masalah penyakit kanker di Indonesia masih menjadi persoalan serius. Pasalnya berdasarkan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2013, kanker di Indonesia sudah menelan korban sekitar 1,4 per 1000 penduduk.
Berdasarkan Sistem Informasi Rumah Sakit (SIRS) pada tahun 2010, di Indonesia kanker menjadi penyebab kematian nomor tiga dengan kejadian 7,7 persen dari seluruh penyebab kematian setelah stroke dan jantung.
Penanganan penyakit kanker di Indonesia masih menhgadapi berbagai kendala yang menyebabkan hampir 70 persen penderita dalam keadaan stadium yang sudah lanjut.
"Hambatannya itu salah satunya karena wanita masih malu dan takut untuk Intip Vagina Aku (IVA). Istilah itu yang kami pakai agar mudah diingat masyarakat. Metode itu merupakan deteksi dini kanker serviks, kalau kita sebut Inspeksi Visual Asam Asetat (IVA) kan ngejelimet, makanya pakai istilah yang lebih ringan," kata Direktur Pengendalian Penyakit Tidak Menular Kemenkes Republik Indonesia, dr. Ekowati Rahajeng, SKM, M.Kes, ditulis Sabtu (8/2/2014).
Tes ini menggunakan asam asetat pada vagina untuk melihat jika ada tanda-tanda visual dari kanker serviks atau gejala prakanker. "Tes IVA perlu dilakukan oleh tenaga medis terlatih. Saat ini, trainer untuk pelatihan deteksi dini IVA sudah 405 orang. Pemeriksaannya sendiri sudah dilaksanakan oleh 644.951 dengan IVA positif 28.850," kata dr. Ekowati.
Namun menurut dr. Ekowati jumlah tersebut masih dalam jumlah kecil, karena masih banyak wanita yang malu atau takut untuk melakukan pemeriksaan kesehatan vaginanya. Di stadium yang masih dini, kanker relatif masih bisa disembuhkan dan dikontrol.
"Mereka masih malu dan takut, biasanya juga bisa takut sama suami atau malu untuk bilangnya. Padahal pendeteksian dini itu perlu, tahun ini target kami semua perempuan sudah berani melakukan tes seperti pap smear atau IVA ini," katanya.
Kendala lainya karena masih rendahnya kesadaran, pengertian dan pengetahuan mengenai penyakit kanker, keterbatasan masyarakat untuk memperoleh pengobatan yang berkualitas karena masalah ekonomi, transportasi dan lainnya.
(Mia/Abd)
Berdasarkan Sistem Informasi Rumah Sakit (SIRS) pada tahun 2010, di Indonesia kanker menjadi penyebab kematian nomor tiga dengan kejadian 7,7 persen dari seluruh penyebab kematian setelah stroke dan jantung.
Penanganan penyakit kanker di Indonesia masih menhgadapi berbagai kendala yang menyebabkan hampir 70 persen penderita dalam keadaan stadium yang sudah lanjut.
"Hambatannya itu salah satunya karena wanita masih malu dan takut untuk Intip Vagina Aku (IVA). Istilah itu yang kami pakai agar mudah diingat masyarakat. Metode itu merupakan deteksi dini kanker serviks, kalau kita sebut Inspeksi Visual Asam Asetat (IVA) kan ngejelimet, makanya pakai istilah yang lebih ringan," kata Direktur Pengendalian Penyakit Tidak Menular Kemenkes Republik Indonesia, dr. Ekowati Rahajeng, SKM, M.Kes, ditulis Sabtu (8/2/2014).
Tes ini menggunakan asam asetat pada vagina untuk melihat jika ada tanda-tanda visual dari kanker serviks atau gejala prakanker. "Tes IVA perlu dilakukan oleh tenaga medis terlatih. Saat ini, trainer untuk pelatihan deteksi dini IVA sudah 405 orang. Pemeriksaannya sendiri sudah dilaksanakan oleh 644.951 dengan IVA positif 28.850," kata dr. Ekowati.
Namun menurut dr. Ekowati jumlah tersebut masih dalam jumlah kecil, karena masih banyak wanita yang malu atau takut untuk melakukan pemeriksaan kesehatan vaginanya. Di stadium yang masih dini, kanker relatif masih bisa disembuhkan dan dikontrol.
"Mereka masih malu dan takut, biasanya juga bisa takut sama suami atau malu untuk bilangnya. Padahal pendeteksian dini itu perlu, tahun ini target kami semua perempuan sudah berani melakukan tes seperti pap smear atau IVA ini," katanya.
Kendala lainya karena masih rendahnya kesadaran, pengertian dan pengetahuan mengenai penyakit kanker, keterbatasan masyarakat untuk memperoleh pengobatan yang berkualitas karena masalah ekonomi, transportasi dan lainnya.
(Mia/Abd)