Perpanjangan PPKM Ancam Pelaku UMKM, Ini Kata Ahli

PPKM memberi dampak langsung pada UMKM.

oleh Anugerah Ayu Sendari diperbarui 04 Agu 2021, 09:30 WIB
Diterbitkan 04 Agu 2021, 09:30 WIB
Dampak PPKM, Omzet UMKM Menurun
Perajin menyelesaikan pembuatan pot tanaman hias di Pondok Aren, Tangerang, Banten, Minggu (1/8/2021). Akumindo menilai perpanjangan PPKM akan membuat pelaku UMKM semakin tertekan dan diperkirakan mengalami penurunan omzet sebesar 70 hingga 80 persen. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Liputan6.com, Jakarta Pemerintah resmi memperpanjang kembali PPKM selama sepekan, mulai 3 sampai 9 Agustus 2021. PPKM akan diterapkan di Jawa dan Bali serta 21 provinsi lainnya. Meski diharapkan menekan laju kasus positif Covid-19, PPKM dinilai akan memberi dampak ekonomi bagi usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM).

Hal ini disampaikan oleh Peneliti Pusat Studi Ekonomi Kerakyatan (Pustek) UGM, Dr. Hempri Suyatna dalam keterangan tertulisnya. Menurutnya, selama penerapan PPKM darurat hingga level 4 sampai pada 2 Agustus saja membuat banyak UMKM yang bangkrut hingga gulung tikar. PPKM dinilai menjadi ancaman serius terjadinya deindustrialisasi sektor UMKM.

“Perpanjangan PPKM level 4 ini berpotensi menambah beban berat pelaku UMKM. Banyak sektor UMKM yang gulung tikar atau alih profesi,” kata Hempri, Senin (2/8).

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.


UMKM tak cuma butuh modal

FOTO: Perjuangan Industri Sepatu Rumahan di Tengah Pandemi COVID-19
Pekerja menyelesaikan pembuatan sepatu di industri rumahan daerah Kuningan, Jakarta Selatan, Jumat (22/1/2020). Pemerintah terus berupaya mendorong pemulihan UMKM melalui Program Banpres Produktif Usaha Mikro atau BLT UMKM. (Liputan6.com/Johan Tallo)

Menurut Hempri, dalam kondisi pandemi sekarang ini para pelaku sektor UMKM memerlukan tidak hanya modal kerja, namun juga jejaring pemasaran serta fasilitas pengembangan bagi UMKM yang alih profesi.

“Sayangnya ini kurang mampu dilakukan oleh pemerintah,” ujarnya.

Hempri menilai UMKM sebenarnya punya kapasitas dan pengalaman untuk bertahan di tengah pandemi, namun apabila tidak ada kepekaan pemerintah untuk membantu dan memfasilitasi UMKM di tengah krisis maka mereka pun akan susah untuk berdaya.

“Saya kira bansos dan digitalisasi UMKM selama ini tidak cukup efektif untuk membantu UMKM. Ke depan sebenarnya juga perlu dipikirkan desain jaminan sosial bagi pelaku UMKM sehingga mereka bisa tetap terus bertahan ketika terjadi bencana seperti ini. Gagasan ini sudah lama dimunculkan tapi hingga saat ini belum terealisasi,” katanya.


Butuh inovasi

Perajin paralon bekas
Perajin menyelesaikan pembuatan kerajinan air mancur dari paralon bekas di Abah Matul, Tapos, Depok, Kamis (1/4/2021). Tahun ini, Bantuan Produktif Usaha Mikro (BPUM) atau BLT UMKM kembali disalurkan pada 9,8 juta pelaku usaha dengan besaran RP 1,2 juta per penerima. (Liputan6.com/Herman Zakharia)

Hempri menilai pemerintah dan swasta bisa membantu UMKM melalui inovasi-inovasi penerapan protokol kesehatan untuk pelaku UMKM seperti sistem giliran pedagang sehingga tidak terjadi kerumunan. Selain itu, secara perlahan perlu ada sedikit pelonggaran di beberapa destinasi wisata dengan melakukan pembatasan jumlah pengunjung atau jam buka wisata untuk menghindari kerumunan.

Namun, yang tidak kalah penting menurutnya perlu ada gerakan bela dan beli produk lokal untuk terus digaungkan agar pelaku UMKM tetap bisa bertahan. Menurutnya ada beberapa pemda yang sudah melakukan dimana ASN diminta membeli produk UMKM daerahnya.

“Saya kira ini sangat membantu di tengah menurunnya daya beli masyarakat,” paparnya.

 

Lanjutkan Membaca ↓

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya