Liputan6.com, Jakarta - Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN) membantah adanya hubungan erat antara fenomena gerhana bulan dengan kondisi ibu hamil. Hal yang sama ditegaskan oleh Kementerian Komunikasi dan Informatika Republik Indonesia (Kominfo RI).
Advertisement Baca Juga
Bahwa ibu hamil dilarang melihat gerhana karena bisa berdampak buruk bagi ibu dan bayi adalah tidak benar. Ini termasuk, adanya kabar bahwa ibu hamil juga tidak boleh keluar rumah karena berbahaya terkena pancaran gerhana, hanya mitos belaka.
Advertisement
Mitos gerhana bulan untuk ibu hamil, tidak hanya dipengaruhi oleh tradisi masyarakat setempat. Liputan6.com lansir dari berbagai sumber, meski tidak ada penelitian ilmiah yang membuktikan dampak larangan dan anjuran bagi ibu hamil saat gerhana bulan, ini masih dipercaya.
Tidak hanya dipercaya masyarakat Indonesia tetapi masyarakat mancanegara pun meyakini beberapa mitos gerhana bulan yang akan diulas kali ini. Berikut Liputan6.com ulas lebih mendalam tentang mitos gerhana bulan untuk ibu hamil yang dimaksudkan, Minggu (29/10/2023).
1. Larangan Menggunakan Pisau Selama Gerhana Bulan
Dalam sebagian keyakinan masyarakat, terdapat larangan bagi ibu hamil untuk menggunakan pisau saat terjadi gerhana bulan. Dalam astrologi India, dipercayai bahwa penggunaan pisau oleh ibu hamil untuk memotong buah atau sayuran selama periode gerhana bulan dapat menimbulkan risiko kelahiran bayi dengan bibir sumbing.
Kepercayaan ini menjadi bagian dari tradisi yang menghindari penggunaan pisau oleh ibu hamil, mengisyaratkan adanya hubungan antara peristiwa gerhana bulan dengan kelahiran anak yang mengalami kelainan. Meskipun secara ilmiah tidak ada bukti yang mendukung hubungan tersebut, tradisi ini dipegang teguh sebagai bentuk kehati-hatian dan upaya perlindungan bagi ibu hamil.
2. Penggunaan Peniti untuk Melindungi Ibu Hamil
Penggunaan peniti selama gerhana bulan dianggap sebagai salah satu cara untuk melindungi ibu hamil dari dampak buruk yang diasosiasikan dengan periode gerhana. Mitos yang berkembang menyatakan bahwa penggunaan peniti saat gerhana bulan dapat membantu dalam mencegah terjadinya bibir sumbing pada bayi yang dikandung oleh ibu hamil.
Ini menjadi salah satu praktik yang diyakini sebagai upaya untuk meminimalisir risiko bagi janin dan menjaga keselamatan ibu hamil selama periode gerhana bulan.
3. Larangan Keluar Rumah Selama Gerhana Bulan
Dalam beberapa keyakinan masyarakat, terdapat larangan yang menyatakan bahwa ibu hamil sebaiknya tidak keluar rumah selama periode gerhana bulan. Diyakini bahwa keluar rumah pada waktu gerhana bulan dapat mengakibatkan kelainan pada bayi yang dikandung, seperti kelainan wajah atau tanda lahir.
Selain itu, ada kepercayaan bahwa keluar rumah selama gerhana dapat menyebabkan penyakit fisik pada ibu hamil dan bahkan dapat mengganggu keseimbangan alam semesta.
Tradisi ini melandaskan larangan keluar rumah selama gerhana pada keyakinan yang menandakan hubungan antara peristiwa gerhana bulan dengan kelahiran bayi yang mungkin mengalami kelainan. Meskipun tidak ada dukungan ilmiah yang kuat untuk keyakinan ini, larangan tersebut tetap dipatuhi sebagai tindakan pencegahan yang dipegang teguh oleh beberapa kelompok masyarakat.
Advertisement
4. Mengoles Perut dengan Abu
Dalam budaya Jawa, terdapat keyakinan yang beredar di masyarakat bahwa Batara Kala, entitas mitologis yang diyakini gemar makan bulan, muncul saat terjadi gerhana bulan. Keyakinan ini diwariskan dari generasi ke generasi dan menjadi bagian penting dalam budaya dan tradisi masyarakat Jawa.
Melansir dari laman NU Online, masyarakat Jawa meyakini bahwa gerhana bulan adalah momen ketika Batara Kala sedang 'menikmati' bulan. Dalam upaya untuk mengusir Batara Kala agar tidak merusak bulan, masyarakat setempat melakukan serangkaian tindakan tradisional. Salah satunya adalah menabuh lumpang, suatu jenis alat musik tradisional, yang diyakini akan membuat Batara Kala pergi dan menghentikan makan bulan.
Selain itu, para ibu hamil di daerah ini juga diberi nasihat untuk mengolesi perut mereka dengan abu. Tindakan ini bertujuan untuk melindungi bayi yang dikandung agar tidak terganggu oleh Batara Kala selama gerhana bulan berlangsung.
Semua tradisi ini mencerminkan bagaimana masyarakat Jawa menjaga keyakinan mereka terhadap alam dan mitos-mitos yang menjadi bagian dari warisan budaya mereka. Meskipun tidak berdasarkan bukti ilmiah, tradisi ini tetap dijunjung tinggi sebagai ekspresi keyakinan yang kuat dan warisan budaya yang berharga.
5. Mandi Keramas dan Menyisir di Depan Rumah
Tradisi mandi keramas di depan rumah sambil melihat gerhana bulan juga menjadi bagian dari keyakinan dan mitos yang berkembang di beberapa masyarakat. Tindakan ini diyakini dapat mengusir makhluk gaib yang mungkin terkait dengan peristiwa gerhana. Proses menyisir rambut di depan rumah juga dianggap sebagai bagian dari tradisi yang harus dilakukan oleh ibu hamil untuk menangkal pengaruh buruk dari gerhana bulan.
Kaitannya dengan keyakinan akan pengaruh negatif gerhana bulan pada ibu hamil, mandi keramas di depan rumah menjadi simbol perlindungan dan pembersihan dari energi negatif yang bisa terjadi selama periode gerhana. Meskipun tidak didukung secara ilmiah, tradisi ini tetap menjadi bagian yang dijunjung tinggi oleh beberapa individu atau komunitas yang mempercayainya sebagai bentuk upaya perlindungan bagi ibu hamil dan janinnya.
6. Berlindung di Bawah Kolong Tempat Tidur
Saat gerhana bulan terjadi, terdapat keyakinan di beberapa budaya bahwa ibu hamil harus sangat berhati-hati. Sebagian masyarakat meyakini bahwa bayi yang dikandung bisa mengalami cacat atau sakit jika ibu hamil tidak menjalankan serangkaian ritual atau tindakan pencegahan yang dianggap penting.
Beberapa keyakinan mengarahkan ibu hamil untuk berlindung di bawah kolong tempat tidur. Melansir dari Ejournal Undiksha, sebagai upaya untuk melindungi janin dari dampak buruk gerhana bulan. Meskipun tidak didukung oleh pengetahuan medis modern, keyakinan ini tetap kuat di kalangan masyarakat tertentu dan diwariskan dari generasi ke generasi sebagai bagian dari tradisi dan kepercayaan yang dijunjung tinggi.