Tradisi Ramadan di Pegunungan Papua yang Hilang karena Corona

Bakar batu diibaratkan dengan ucapan syukur atas sebuah kelimpahan berkat atau kesuksesan sebuah peristiwa lainnya, serta potret silaturahmi antara warga.

oleh Katharina Janur diperbarui 09 Mei 2020, 16:30 WIB
Diterbitkan 09 Mei 2020, 14:20 WIB
bakar batu muslim Papua
Muslim Papua biasa melakukan tradisi bakar batu dengan menu olahan daging ayam, sebagai pengganti daging babi. (Liputan6.com/Katharina Janur)

Liputan6.com, JayapuraMuslim Papua di pegunungan tengah Papua banyak tersebar di Distrik Walesi, Kabupaten Jayawijaya. Distrik Walesi menjadi lokasi penyebaran Islam pertama di pegunungan tengah Papua. Bahkan ajaran Islam dari Distrik Walesi telah menyebar ke sejumlah kabupaten di pegunungan tengah Papua, seperti di Kabupaten Yahukimo, Nduga, Yalimo.

Puluhan anak-anak di sekitar Distrik Walesi banyak yang dititipkan pada Pondok Pesantren Al-Istiqomah Walesi yang berdiri sejak 1977.

Untuk mencapai Distrik Walesi ditempuh dengan 1 hingga 2 jam perjalanan darat. Jika ditempuh dengan antaran ojek, biasa dikenakan tarif Rp 50 ribu hingga Rp 70 ribu.

Pemandangan untuk tiba di Distrik Walesi, Kabupaten Jayawijaya sangat indah, hamparan lembah dan gundukan bukit kecil-kecil yang hijau mampu menyegarkan pandangan mata siapapun yang melintas di daerah itu.

Suku Dani yang mendiami Lembah Baliem di Kampung Tulima, Distrik Walesi memiliki toleransi beragama yang tinggi.Saat Ramadan, Distrik Walesi biasa menggelar tradisi bakar batu yang merupakan tradisi budaya turun menurun di pegunungan tengah Papua.

Bedanya, tradisi bakar batu yang dilakukan muslim Papua, menu olahan daging babi diganti dengan daging ayam. Sementara untuk bahan lainnya, seperti umbi-umbian, sayur mayur dan tata cara bakar batu, secara keseluruhan sama seperti yang biasa dilakukan.

Abu Hanifah Asso, pemuda muslim setempat menyebutkan sejak adanya pandemi corona di Papua, muslim Papua di Distrik Walesi tak melakukan tradisi bakar batu.

“Kami mengikuti anjuran pemerintah, sehingga tak melakukan tradisi ini, guna menghindari kerumunan,” jelas Abu, Sabtu (9/5/2020).

Bakar batu identik dengan kebersamaan, mengumpulkan banyak orang hingga makan bersama olahan dari bakar batu.  Tradisi bakar batu juga diibaratkan dengan ucapan syukur atas sebuah kelimpahan berkat atau kesuksesan sebuah peristiwa lainnya. Bakar batu juga identik memberikan makan kepada para tamu sebagai ikatan silaturahmi.

Biasanya saat Ramadan, bakar batu di Distrik Walesi dilakukan secara besar-besaran dengan mengundang pihak gereja dan warga kampung lainnya.

“Perayaan bakar batu untuk kali ini dihentikan sementara. Jika ada masyarakat yang merayakan bakar batu, biasanya hanya dilakukan per keluarga, tanpa besar-besaran dan tidak mengundang warga lainnya, guna pencegahan corona Covid-19” katanya.

 

-----------

Kabar Ramadan: Mau Buka Puasa Ditemani Artis?

Gabung KapanLagi Buka Bareng, event buka puasa online bersama Jirayut dan Rara LIDA 9 Mei ini. Bakal ada Chef Norman, Danilla, dan Adhitia Sofyan juga. Caranya? Daftar dulu di sini, dan isi data diri kamu. Semuanya GRATIS. Baca panduan lengkap di sini.

Social Distancing di Distrik Walesi

20160609-Pesantren Walesi Papua
Santri-santri asli Papua di Pesantren Al-Istiqomah Papua Barat (Liputan6.com / Katharina Janur)

Saat pandemi corona, warga muslim di Distrik Walesi beruntung, sebab hampir tak pernah bepergian ke Kota Wamena ataupun daerah lainnya. Hal ini sesuai dengan masyarakat setempat.

Kebanyakan warga di Distrik Walesi memiliki pekerjaan sebagai petani dan berkebun. Sehingga setiap harinya, masyarakat hanya berada di kebun. Jika pun harus menjual dagangannya di pasar, hanya dilakukan saat panen tiba. 

Pada Distri Walesi terdapat Pondok Pesantren Al-Istiqomah Walesi. Penghuni pondok juga sangat patuh dengan aturan dan mengikuti anjuran pemerintah dalam memutus rantai corona.

Masyarakat di Distrik Walesi telah diberikan pemahaman terkait pencegahan penyebaran corona. Walau begitu, mereka percaya akan perlindungan Tuhan.

“Bisa dikatakan masyarakat juga biasa saja jika mendengar kata corona. Mereka percaya, jika saatnya Tuhan memanggil mereka, ya memang harus seperti itu. Kata lainnya pasrah dan hanya percaya kehendak Allah,” jelas Abu yang saat ini menjabat sebagai anggta DPR Papua.

Walau begitu, warga di Distrik Walesi cukup patuh dengan anjuran pemerintah untuk mengindari kerumunan, menjaga jarak dan tetap berada di rumah. Termasuk tetap melakukan pekerjaan di kebun dan hanya beraktifitas di sekitar rumah.

“Kami bersyukur bantuan juga masih ada dari sejumlah pihak untuk membantu masyarakat dan adik-adik di pondok (pesantren). Ini semua patut disyukuri,” kata Abu.

Simak Video Pilihan Berikut Ini:

 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya