Mengintip Arsitektur Masjid Patimburak Fakfak

Berbahan dasar kayu dan bambu yang didapat dari lingkungan sekitar.

oleh Katharina Janur diperbarui 16 Mei 2020, 14:20 WIB
Diterbitkan 16 Mei 2020, 14:20 WIB
salah satu sudut di Masjid Patimburak Fakfk, Papua Barat
Salah satu sudut di Masjid Patimburak Fakfk, Papua Barat. (Liputan6.com/Hari Suroto/Katharina Janur)

Liputan6.com, Jakarta Jika berkunjung ke Masjid Patimburak di Kota Pala Fakfak, Provinsi Papua Barat, akan terlihat arsitektur Eropa dengan perpaduan kearifan lokal.

Masjid Patimburak dibangun oleh Raja Pertuanan Wertuar pada 1870. Arsitektur masjid unik karena ada perpaduan bentuk masjid dan gereja.

Masjid Patimburak berada di Kampung Patimburak, Distrik Kokas. Lebih tepatnya di Semenanjung Onin yang merupakan bagian dari Teluk Berau.

Peneliti Balai Arkeologi Papua, Hari Suroto, menyebutkan bahan dasar arsitektur Masjid Patimburak hampir keseluruhannya berasal dari lingkungan sekitar, yang berasal dari Teluk Berau di sekitar pesisir Fakfak.

“Kayu, bambu, pasir laut dan kapur sebagai campuran pasir laut untuk konstruksi temboknya, berasal dari Teluk Berau,” kata Hari, Sabtu (16/5/2020).

Pasak kayu pada atap Masjid Patimburak Fakfak yang menjulang hingga ke kubah masjid. (Liputan6.com/Hari Suroto/Katharina Janur)

Dalam penelitiannya tahun 2017, Hari menyebutkan keunikan konstruksi masjid juga terlihat di bagian  dinding tembok yang menggunakan anyaman bambu sebagai penguat, kemudian dilapis campuran pasir laut dan kapur.

“Anyaman bambu dikenal kuat dan tahan lama. Kekuatannya tidak kalah dengan besi modern. Anyaman bambu tahan terhadap uap air laut, sehingga tidak akan berkarat,” jelasnya.

Sementara untuk konstruksi tiang dan atap menggunakan kayu. Sebagai pengikat konstruksi kayu ini digunakan pasak kayu, bukan menggunakan paku.

“Bangunan yang menggunakan pasak kayu, memiliki kelebihan yang sangat fleksibel. Jika terjadi gempa bumi, bangunan ini akan mengikuti arah pergerakan tanah dan tidak melawannya, sehingga tidak mudah roboh,” kata Hari.

Sementara konstruksi anyaman bambu dalam dinding tembok memiliki kelebihan, yaitu tahan terhadap gaya gempa dan mudah diperbaiki jika mengalami kerusakan.

 

 

Lambang Kerukunan Beragama

Mihrab di Masjid Patimburak Fakfak peninggalan Raja Pertuanan Wertuer
Mihrab di Masjid Patimburak Fakfak peninggalan Raja Pertuanan Wertuer dengan bendera dari Kesultanan Tidore. (Liputan6.com/Katharina Janur/Hari Suroto)

Masjid Patimburak Fakfak dibangun dengan cara gotong royong pada masa Raja Pertuanan Wertuar yang sangat menghormati agama di daerah itu yakni Islam, Kristen Protestan, Katolik yang sudah menjadi tiga agama dan hidup berdampingan di Fakfak.

Masjid Patimburak juga digambarkan sesuai filosofi di Fakfak, Satu Tungku Tiga Batu mengandung arti tiga posisi penting dalam keberagaman dan kekerabatan etnis di Fakfak.

 “Fakfak tidak akan pernah terpengaruh oleh isu-isu, ataupun perselisihan terkait agama. Bahkan tak jarang ditemui dalam satu keluarga di Fakfak memeluk agama masing-masing. Walau begitu, masyarakat tetap menghormatinya,” jelas Hari.

Toleransi hidup beragama di Fakfak sangat kental dan tetap dipertahankan oleh masyarakat dan patut untuk dicontoh, sebagai bentuk keberagaman dan kebhinnekaan Indonesia.

Simak Video Pilihan Berikut Ini:

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya