Liputan6.com, Jakarta - Kata almarhum dan almarhumah berasal dari bahasa Arab. Kata almarhum (المرحوم) adalah bentuk objek (maf’ul) dari kata kerja rahima-yarhamu (رحم – يرحم) yang artinya merahmati atau memberikan rahmat.
Kedua kata ini telah diserap ke dalam bahasa Indonesia dan digunakan khusus untuk orang yang meninggal. Sehingga penggunaan kata almarhum sebagai kata pengganti orang yang telah meninggal dunia tidaklah tepat.
Advertisement
Baca Juga
Esensinya kata almarhum atau almarhumah itu sendiri bukanlah sebuah gelar, melainkan sebagai sebuah doa dari mereka masih hidup.
Sebagaimana kata almarhum itu sendiri artinya orang yang dirahmati, jadi penyebutan almarhum atau almarhumah bermakna “semoga Allah merahmatinya”.
Saksikan Video Pilihan ini:
Hukum Penggunaan Kata Almarhum atau Almarhumah
Sejatinya kata almarhum jika diniatkan sebagai bentuk doa kepada orang yang sudah meninggal, maka hukumnya boleh, asalkan yang disebut itu adalah orang Islam, terlebih bila semasa hidupnya dia dikenal sebagai orang yang saleh, apalagi ulama.
Untuk orang kafir yang sudah meninggal, kata almarhum atau almarhumah tidak boleh dikatakan kepada mereka, cukup dipanggil mendiang. Karena, hanya orang yang meninggal dalam keadaan Islam saja yang dirahmati Allah SWT. Sedangkan orang yang meninggal dalam keadaan kafir tidak dirahmati Allah SWT. Sebagaimana firman Allah SWT:
إِنَّ الَّذِينَ كَفَرُوا وَمَاتُوا وَهُمْ كُفَّارٌ أُولَئِكَ عَلَيْهِمْ لَعْنَةُ اللَّهِ وَالْمَلَائِكَةِ وَالنَّاسِ أَجْمَعِينَ (161) خَالِدِينَ فِيهَا لَا يُخَفَّفُ عَنْهُمُ الْعَذَابُ وَلَا هُمْ يُنْظَرُونَ (162)
Artinya: “Sesungguhnya orang-orang kafir dan mereka mati dalam keadaan kafir, mereka itu mendapat laknat Allah, para malaikat dan manusia seluruhnya. Mereka kekal di dalam laknat itu; tidak akan diringankan siksa dari mereka dan tidak (pula) mereka diberi tangguh.” (QS. Al-Baqarah: 161-162).
Allah SWT juga berfirman:
وَمَنْ يَرْتَدِدْ مِنْكُمْ عَنْ دِينِهِ فَيَمُتْ وَهُوَ كَافِرٌ فَأُولَئِكَ حَبِطَتْ أَعْمَالُهُمْ فِي الدُّنْيَا وَالْآخِرَةِ وَأُولَئِكَ أَصْحَابُ النَّارِ هُمْ فِيهَا خَالِدُونَ
Artinya: “Barangsiapa yang murtad di antara kamu dari agamanya, lalu dia mati dalam kekafiran, maka mereka itulah yang sia-sia amalannya di dunia dan di akhirat, dan mereka itulah penghuni neraka, mereka kekal di dalamnya.” (QS. Al-Baqarah ayat 217).
Advertisement
Hukumnya bagi Orang Kafir
Ayat pertama menunjukkan dengan jelas bahwa orang yang kafir lalu mati dalam keadaan kafir itu akan dilaknat Allah SWT, para malaikat dan manusia sampai hari kiamat, lalu mereka akan kekal dalam laknat itu sampai masuk neraka jahannam, dan laknat tersebut menemani mereka di dalamnya sehingga siksaan mereka tidak diringankan serta tidak ditangguhkan walaupun sebentar.
Sementara ayat yang kedua juga menunjukkan dengan jelas bahwa orang yang beragama Islam lalu keluar dari agamanya itu (murtad), kemudian ia mati dalam keadaan kufur maka amalannya di dunia dan di akhirat dianggap sia-sia (tidak diterima), dan ia termasuk penghuni neraka untuk selama-lamanya.
Jadi dengan demikian kedua ayat ini menunjukkan bahwa orang yang mati dalam keadaan kafir, baik pada asalnya ia memang orang kafir atau pada asalnya ia beragama Islam lalu murtad, tidak akan mendapat rahmat dari Allah SWT, bahkan mereka itu mendapat laknat atau kutukan dan mendapat siksaan selama-lamanya di neraka.
Maka, dapat disimpulkan bahwa orang yang mati dalam keadaan kafir tidak boleh disebut dengan almarhum atau almarhumah. Sementara, orang yang tidak bisa dipastikan agamanya, maka namanya menjadi dasar pertimbangan. Jika ia memiliki nama orang Islam seperti Muhammad, Ahmad dan Abdullah maka dapat dipanggil dengan almarhum. Jika tidak tidak, cukup dipanggil mendiang.