Liputan6.com, Jakarta Pemerintah melalui Kementerian Agama (Kemenag) RI akan mempercepat penentuan besaran Biaya Penyelenggaran Ibadah Haji (BPIH) 2024. Hal ini menyusul kebijakan baru Arab Saudi terkait penempatan maktab di Arafah dan Mina (Masyair) bagi suatu negara.
Dalam kebijakan baru Arab Saudi tersebut, tidak ada lagi lokasi khusus untuk negara tertentu di Masyair. Negara yang menuntaskan kontrak lebih dulu akan mendapatkan prioritas tempat strategis di Arafah dan Mina. Ini tentu berdampak pada mekanisme pelunasan biaya haji jemaah Indonesia tahun depan.
Baca Juga
"Salah satu tantangan kita ke depan itu adalah bagaimana kita mempersiapkan haji itu menjadi lebih baik daripada yang saat ini. Bagaimana mengakselerasi semua proses-proses setelah puncak haji," ujar Inspektur Jenderal Kementerian Agama (Irjen Kemenag) Faisal Ali di Makkah, Selasa (4/7/2023).
Advertisement
Dia mengungkapkan, siklus setelah pelaksanaan haji 2023 adalah penyampaian laporan keuangan ke DPR RI dan pemeriksaan oleh Badan Pemeriksan Keuangan (BPK). "Setelah itu baru proses pembahasan BPIH 2024," kata Faisal.
Melihat kebijakan baru Arab Saudi, Kemenag pun mempercepat masa penyusunan laporan keuangan haji 2023. "Laporan keuangan kalau menurut aturan itu 60 hari, nah kita akan akselerasi mungkin enggak kalau 30 hari, kemudian kita akan sampaikan ke DPR," ucapnya.
Kemenag akan mengupayakan percepatan tahapan-tahapan pascapenyelenggaraan haji 2023. Harapannya agar pembahasan BPIH 2024 juga bisa dilakukan lebih cepat. Jika DPR setuju, dampaknya proses persiapan pelaksanaan haji seperti pengadaan akomodasi, katering, hingga transportasi akan lebih cepat.
"Sehingga nanti kita bisa memperbaiki layanan di Armina (Arafah, Muzdalifah, Mina)," kata Faisal.
Apalagi pemerintah Arab Saudi memberikan batas akhir penyerahan dokumen kontrak penyelenggaraan haji bagi semua negara, termasuk Indonesia pada 15 Februari 2024. "Semuanya harus sudah masuk, sudah selesai tentang kontrak," ucap Faisal.
Perubahan Kebijakan Arab Saudi soal Masyair Jadi Tantangan bagi Kemenag
Secara terpisah, Menteri Agama (Menag) RI Yaqut Cholil Qoumas menilai, perubahan kebijakan mengenai Masyair ini merupakan sebuah challange atau tantangan yang harus dijawab semua negara, termasuk Indonesia.
"Pemerintah Saudi melalui Kementerian Haji menyampaikan siapa yang menyelesaikan proses administrasi lebih dulu, dia yang akan pilih posisi maktab (di Mina dan Arafah). Nah ini juga menjadi challenge bagi Kemenag," ujar menteri yang akrab disapa Gus Men ini.
Karena itu, tahun depan Indonesia berpotensi bisa memilih maktab yang lebih strategis di Arafah dan Mina jika bisa lebih dulu menyelesaikan kontrak daripada negara-negara lain.
Sebaliknya, jika pembahasan BPIH 2024 berlarut-larut hingga membuat penandatanganan kontrak molor, tidak menutup kemungkinan lokasi maktab jemaah Indonesia akan lebih jauh dari yang selama ini ditempati.
Advertisement