Liputan6.com, Jakarta - Bulan Dzulhijjah adalah salah satu bulan mulia dalam Islam. Dzulhijjah disebut juga dengan bulan haji, dimana umat Islam pergi ke baitullah untuk melaksanakan ibadah haji.
Pada sepuluh hari pertama bulan Dzulhijjah kita dianjurkan untuk melaksanakan puasa. Sebagaimana disebutkan dalam sebuah hadis yang berasal dari Ibnu Umar RA, Nabi Muhammad SAW bersabda,
Advertisement
Baca Juga
مَا مِنْ أَيَّامٍ أَعْظَمُ عِنْدَ اللَّهِ وَلَا أَحَبُّ إِلَيْهِ الْعَمَلُ فِيهِنَّ مِنْ هَذِهِ الْأَيَّامِ الْعَشْرِ
Artinya: "Tidak ada hari-hari yang lebih agung di sisi Allah dan amal shalih di dalamnya lebih dicintai oleh-Nya daripada hari yang sepuluh (sepuluh hari pertama dari Dzulhijjah)." (HR. Ahmad, dishahihkan Syaikh Ahmad Syakir)
Namun, bagaimana dengan orang yang masih memiliki utang puasa Ramadhan, baik karena berhalangan haid, nifas, sakit, ataupun perjalanan? Apakah diperbolehkan menjalankan keduanya dalam satu kali puasa?
Saksikan Video Pilihan ini:
Hukum Membayar Puasa pada Hari Disunnahkan Berpuasa
Dilansir dari laman NU Online, mengutip penjelesalan oleh Wakil Sekretaris Lembaga Bahtsul Masail Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (LBM PBNU) Alhafiz Kurniawan menyebutkan bahwa orang yang membayar puasa di hari yang disunnahkan berpuasa, tidak saja menggugurkan utang puasanya, tetapi juga mendapatkan keutamaan puasa sunnahnya.
Orang yang berpuasa pada hari Asyura, misalnya, untuk qadha atau nazar puasa, maka ia juga mendapat pahala puasa sunnah hari Asyura. Pandangan ini disepakati oleh Al-Ushfuwani, Al-Faqih Abdullah An-Nasyiri, Al-Faqih Ali bin Ibrahim bin Shalih Al-Hadhrami. Pandangan tersebut merupakan pendapat yang mu’tamad.
Orang yang berpuasa pada hari-hari tertentu yang sangat dianjurkan untuk dipuasakan akan mendapatkan keutamaan sebagai mereka yang berpuasa sunnah pada hari tersebut, meskipun niatnya adalah qadha puasa atau puasa nazar.
Advertisement
Utama Mengqadha Puasa Ramadhan Terlebih Dahulu
Dijelaskan dalam kitab I’anatut Thalibin, bahwa di dalam Al-Kurdi terdapat nash yang tertulis pada Asnal Mathalib dan sejenisnya yaitu Al-Khatib As-Syarbini, Syekh Sulaiman Al-Jamal, Syekh Ar-Ramli bahwa puasa sunnah pada hari-hari yang sangat dianjurkan untuk puasa memang dimaksudkan untuk hari-hari tersebut.
Namun, orang yang berpuasa dengan niat lain pada hari-hari tersebut, maka dapatlah baginya keutamaan, dalam Kitab Al-I‘ab. Dari sana, berfatwa bahwa seandainya seseorang berpuasa pada hari tersebut dengan niat qadha atau sejenisnya, maka dapatlah keduanya, baik ia meniatkan keduanya atau tidak.
Meskipun demikian, disarankan agar bagi mereka yang memiliki utang puasa Ramadhan sebaiknya mengqadha utang puasanya terlebih dahulu. Setelah itu, mereka baru boleh mengamalkan puasa sunnah. Namun, jika utang puasa Ramadhan itu baru teringat jelang hari Arafah, sebaiknya ia membayar qadha puasanya di hari Arafah.
Sebagaimana diketahui, puasa di 10 hari pertama bulan Dzulhijjah ini dianjurkan secara langsung oleh Nabi Muhammad saw melalui hadisnya. Bahkan, disebutkan Nabi bahwa puasa ini lebih baik daripada jihad fi sabilillah.